Bagian 22 : Aku bersamamu

2.6K 167 33
                                    

"Delya!" Seru Arzun seraya menghampiri gadis itu dan meraih tangan kanannya.

Seketika ia terperangah saat melihat sabetan silet di pergelangan tangan gadis itu.

"Apa yang kamu lakukan??"

Delya tak menjawab. Ia hanya menangis tersedu.

***

Arzun, Nuni dan Delya membisu di ruang tamu.

Pergelangan tangan Delya sudah dibalut perban.

Beberapa saat kemudian, seorang dokter tiba, dan segera mengobati luka robekan di area nadi Delya.

"Untung segera diketemukan. Kalau tidak, mungkin dia tak dapat tertolong," kata dokter.

Nuni terlihat menyeka air mata yang mengalir membasahi pipinya.

Arzun termenung menatap Delya.

Delya hanya menundukkan wajah.

"Tolong jangan kasih tau Ibu soal kejadian ini ya, Bi?" Pinta Delya.

Nuni mengangguk sedih. "Asal Neng Delya jangan mengulangi lagi ya! Janji??"

Delya mengangguk. "Janji, Bi. Maafin Delya yang udah membuat Bibi dan Kak Arzun cemas ..." Ucapnya.

Nuni mengusap rambut gadis itu dengan lembut. "Neng ... Seberat apapun cobaan yang kamu alami, kamu harus bisa bertahan sabar. Tuhan sangat membenci hamba-nya yang putus asa. Pokoknya ... Berusahalah terus untuk bersabar! Kamu jangan merasa sendiri. Ada kami di sini. Ditambah ada Kak Arzun yang datang untuk menjenguk kamu."

Delya menengok Arzun. Pemuda itu tersenyum padanya. Ia pun turut tersenyum.

***

Noya berdiri sendirian di kebun belakang rumah. Ia tampak begitu manis dengan rambut diikat ke belakang, mengenakan kaus putih dan rok hitam selutut.

Sesekali, ia menengok jam tangannya lalu celingukan ke sekitarnya.

Beberapa saat kemudian, orang yang dinanti-nanti pun muncul batang hidungnya.

Noya tersenyum senang. "Evner!"

Evner berjalan menghampiri. "Sudah menunggu lama?"

Noya mengangguk dengan ekspresi cemberut. "Iya ih bikin kesel aja!"

Evner tersenyum merasa bersalah. "Maaf ya, aku ada urusan sebentar."

"Gapapa kok. Kamu mau ajak aku ke mana?"

"Kamu akan tahu. Ayo!" Evner mendahului langkah memasuki kebun.

"Loh? Ngapain kita ke kebun?" Tanya Noya heran.

"Bukan ke kebun," jawab Evner singkat.

"Ini kan kebun ..." Keluh Noya seraya memperhatikan sekitarnya yang dikelilingi pohon-pohon rambutan dan nangka.

Evner meraih tangan Noya dan menggandengnya mendekati sebuah pohon beringin.

Begitu menatap pohon itu, Noya merasa bulu tengkuknya meremang. "Evner?" Panggilnya pelan.

"Iya?" Sahut Evner sambil menoleh.

"Ngapain kita ke sini?"

"Ke tempat yang menyenangkan."

Noya mengerutkan dahi. "Maksudnya?" Ia bertanya seraya mengikuti Evner yang melangkah mendekati pohon beringin.

Evner berdiri di bawah pohon kemudian mengulurkan tangannya pada Noya.

Noya menghampiri dan meraih tangan pria itu.

Evner menuntun Noya agar berdiri tepat di hadapannya. Begitu Noya berdiri di depannya, ia memberi instruksi, "pejamkan matamu."

KEMBANG DARAH (MLG 3)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt