Sembilan Belas

257K 14K 834
                                    

Selamat membaca semua. Jangan lupa tinggalkan jejak

"Kenapa? Ada yang salah?" tanya Haga yang langsung mendapat galengan dari seluruh anggota keluarganya. Haga mengerutkan kening, tapi dia tak bertanya lagi, menoleh pada Gigi, dia berkata, "kamu sudah selesai?"

Mengangguk kaku, Gigi tidak berani menatap ke depan. Takut mendapat tatapan marah dan kecewa keluarga besar Haga.

"Baiklah, ayo kita bersiap." Tanpa bertanya, Gigi bangkit. Dia meremas genggaman Haga. "Kami duluan," kata Haga pamit pada Orangtua dan yang lainnya.

Gigi mengekori Haga, dia ikut masuk ke kamar lelaki itu, mengikuti ke mana pun Haga melangkah.

"Baiklah Gigi ada apa denganmu?" tanya Haga setelah lima menit terlewat dan juga beberapa perintah yang dia beri, tapi tak ada satu pun yang di jalankan Gigi.

Gigi mendongak, dia memasang mata berkaca. "Kenapa Bapak begitu," kata Gigi lemah.

"Bapak lagi?" Haga menatap Gigi kesal, lalu menarik Gigi dalam pelukan. "Kamu minta di hukum hem? Aku sangat tidak keberatan memberimu hukuman."

Gigi mendorong tubuh Haga menjauh. Dia sedang gelisah. "Mereka akan membenci saya?" Setelah berhasil keluar dari kungkungan Haga, Gigi kembali berkata yang membuat Haga semakin bingung.

"Ok. Baiklah, ada apa sebenarnya?" tanya Haga, dia bersedekap sembari memberi Gigi tatapan tajam.

Gigi cemberut. "Kenapa Bapak bilang saya sekretaris Bapak?" kata Gigi dengan suara serak. "Mereka akan membenci saya."

"Lalu aku harus jawab apa? Kamu bosku?" Haga tersenyum tipis, meski dia masih sangat kebingungan. "Dan siapa yang berani membencimu?"

Gigi menggerutu, dia sedang serius, kenapa Haga malah mengajaknya bercanda. “Pak!" tanpa sadar Gigi merengek, dia sangat kesal dengan Haga.

Terkekeh, Haga mengacak rambut Gigi. "Kenapa?"

"Keluarga Bapak tahu tentang gosip saya di kantor."

"Gosip?" Kening Haga berkerut untuk beberapa detik, lalu dia tersenyum saat mengetahui apa yang dimaksud Gigi. "Gosip yang mengatakan di sini anak kita bukan?" kata Haga menyentuh perut Gigi dan mengelusnya.

"Pak!" Gigi menjerit, dia lompat menjauh dari Haga. Menyentuh perut sendiri, wajah Gigi bersemu antara marah dan malu.

Bisa-bisanya Haga menyentuh perutnya tanpa izin. Gigi menatap wajah Haga galak, dia mati-matian menahan gemuruh di dada.

Merasa gelisah, Gigi berjalan mondar-mandir. Dia menatap Haga, lalu kembali memalingkan wajahnya yang masih memerah.

"Kapan kamu tahu gosip itu? Dari mana kamu mengetahuinya, kenapa tidak bilang padaku." Setelah merasa sedikit tenang, Gigi mencerca Haga dengan berbagai macam pertanyaan.

Tergelak, Haga menatap Gigi geli. "Sejak gosip itu menyebar luas di kantor," kata Haga. "Aku punya banyak telinga di sana dan untuk apa aku memberi tahumu."

Gigi jatuh terduduk, dia menepis tangan Haga yang ingin menyentuhnya. "Jangan pengang-pengang," katanya marah.

Haga menurut, dia juga ikut duduk di lantai. Menopang dagu, Haga tersenyum menatap Gigi yang cemberut. "Kamu lucu," katanya. Gigi memalingkan wajah, membuat Haga semakin tertawa. "Kamu kenapa?"

"Sebaiknya kita pulang. Orangtua kamu tidak akan menyukaiku lagi," kata Gigi setelah lama terdiam. Dia ngeri membayangkan sikap keluarga Haga padanya nanti.

"Loh, kenapa. Bukannya mereka menyukaimu, ya?"

"Dulu . Sekarang tidak lagi setelah mereka mengetahui pekerjaanku yang sebenarnya." Gigi mengeluh, dia suka keluarga ini. Sangat ramah dan menyenangkan diajak berbicara. Namun, Gigi sadar diri  setelah kebohongannya terbongkar, mana mungkin keluarga ini masih menerimanya dengan tangan terbuka.

Haga & Gigi Where stories live. Discover now