Tujuh Belas

249K 12.7K 622
                                    

"Aaww!” Gigi berteriak, dia mengaduh saat tubuhnya jatuh ke ranjang. "Apa yang Bapak lakukan?” Gigi berontak, dia ingin bangkit, tapi belitan tangan Haga di pinggangnya terasa semakin kuat.

"Saya sedang memelukmu, bodoh."

Gigi cemberut, dia juga tahu Haga sedang memeluknya. Akan tetapi untuk apa? Dia tidak lagi butuh pelukan. "Saya lagi gak sedih, Pak." Gigi masih berusaha melepaskan diri, berkali-kali mencoba, tapi selalu gagal juga.

"Ini hukuman."

"Hukuman!" Gigi setengah berteriak. Tubuh berotot Haga sangat terasa di punggungnya. "Hukuman apa, saya bukan anak SD lagi, Pak."

Terkekeh, Haga malah menarik Gigi semakin merapat. "Ini hukuman karena kamu masih panggil saya bapak," kata Haga menarik Gigi ke tengah ranjang.

Gigi berseru, lalu melongo setelah memahami maksud Haga. "Tadi saya gak sengaja, Pak," kata Gigi menggeliat, menepuk tangan Haga, tapi tak berhasil juga melepaskan diri.

"Dan kamu masih panggil saya bapak."

Menggigit bibirnya, Gigi bergerak gelisah. Sumpah mati, dia tidak suka dalam posisi ini. Sangat nyaman memang, tapi jantungnya terasa ingin mendobrak keluar dari tubuhnya.

"Pak emm... Haga." Gigi memejamkan mata, dia berdoa dalam hati. Kenapa memanggil nama Haga terasa sangat menyenangkan. "Bisa lepaskan saya."

Tidak ada sahutan dari balik punggungnya. Gigi menunggu, lalu dia merasa belitan Haga semakin mengerat selama beberapa detik sebelum mengendur. Entah kenapa ada rasa tidak rela, Gigi juga bingung pada diri sendiri.

"Terima kasih," kata Gigi masih Memunggungi Haga. Dia ingin bangkit, ingin sekali, tapi hatinya berat untuk melakukan itu. Mengembuskan napas berat, Gigi bersiap bangun saat Haga menarik bahunya dan memasukkan tubuhnya ke dalam pelukan lelaki itu. "Pak."

"Diamlah."

"Tapi-"

"Diam dan nikmati."

Gigi menggigit bibir, dia menahan diri agar tidak tersenyum. Menyamankan posisi dia memejamkan mata. "Bagaimana kalau ada yang mencari dan melihat kita."

"Biarkan saja."

"Oke," kata Gigi. Matanya terpejam, tapi tidak dengan pikirannya yang berkelana. "Pak eh... Haga." Gigi kembali memanggil setelah lama terdiam. Deheman dari Haga menjadi pertanda jika lelaki itu juga belum tidur. "Dalam kesepakatan kita sentuhan fisik seperti ini tidak diizinkan. Kamu sudah melanggar perjanjian."

Gigi cukup terkejut, saat tiba-tiba Haga menarik diri dan memberinya tatapan tajam. Menunduk, Gigi ingin menyembunyikan diri. Takut dengan tatapan tajam Haga.

"Kamu tidak suka?"  tanya Haga dengan suara kesal. "Gigi." Haga sekali lagi memanggil

"Bukan begitu-" Terbata Gigi berusaha mengeluarkan suara.

"Bagus, masalah selesai." Potong Haga, dia kembali memasukkan Gigi dalam pelukan. "Tidurlah sebentar. Kita butuh banyak tenaga untuk nanti malam." Haga menepuk kepala serta punggung Gigi lembut.

Wajah Gigi langsung memerah, tubuhnya berubah menjadi kaku.

"Ah, sialan!" Haga mengumpat, dia telah menyadari kesalahannya. "Jangan berpikir negatif, maksudku kita butuh banyak tenaga untuk pesta nanti malam."

Gigi mengangguk kaku, dia memilih tidak mengeluarkan suara. Berdiam diri mendengar Haga berkali-kali menggerutu.

"Tidur saja, oke."

Lagi-lagi Gigi mengangguk, dia cepat-cepat memejamkan mata. Berharap mimpi segera membawanya pergi.

                                ===

Haga & Gigi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang