Empat

429K 17.5K 717
                                    

Ketukan di pintu, membuat Gigi terpaksa meninggalkan meja rias. Padahal dia tinggal menyapukan lipstik. Bergegas membuka pintu dan terkejut melihat Haga berdiri di sana. "Pak, ada yang bisa saya bantu?"

"Kamu belum selesai? Apa yang kamu kerjakan di dalam sana selama berjam-jam?"

Tatapan datar Haga membuat Gigi memaksakan senyum, dia kesal bukan kepalang. Haga tak tahu, tampil cantik untuk seorang gadis butuh waktu lama.

"Maafkan saya," kata Gigi, "saya akan selesai beberapa menit lagi."

"Bagus, tiga menit lagi kita berangkat, cepatlah." Haga berbalik, dia meninggalkan Gigi begitu saja.

Melihat Haga menghilang di balik tembok, Gigi bergegas masuk dan merapikan dandanannya. Tak sampai tiga menit Gigi sudah menunggu Haga di ruang tamu.

Gigi berdiri, lalu memutuskan duduk saat pegal mulai menyerang kaki. Haga tak kunjung keluar, padahal tiga menit sudah terlewat.

Kesal dia melangkah dan mengetuk pintu kamar Haga, tapi apa mau di kata lelaki itu tak menjawab panggilannya. Berpikir Haga sedang berada di dalam kamar mandi, Gigi kembali ke sofa, duduk di sana sembari menahan kesal.

"Ah. Kamu sudah selesai."

"Sudah Pak, sudah dari setengah jam lalu," kata Gigi tersenyum manis. Mencoba menyembunyikan kekesalannya.

"Benarkah?" Haga mengerutkan kening. "Tapi kamu masih terlihat sangat cantik, seperti baru saja keluar dari salon."

Wajah Gigi memerah, dia menggigit bibir agar senyum tak terbit terlalu lebar. Mendehem, Gigi berkata, "Terima kasih Pak."

Haga mengangguk, dia melangkah meninggalkan Gigi begitu saja.

Menahan kesal, Gigi mengikuti Haga. Dia menggerutu dalam hati. Pak Jaka tidak ada, terpaksa dia yang harus menyetir. Berharap Haga berbaik hati mau menyetir, itu lelucon yang sangat menyakitkan. Karena hal itu tidak mungkin.

"Kita sampai, Pak." Gigi melihat ke belakang, saat melihat Haga mengangguk Gigi keluar lebih dulu. Dia membukakan pintu untuk Haga, berdiri diam selama beberapa menit menunggu Haga selesai dengan apa yang di kerjakannya.

"Pak," panggil Gigi melihat Haga tak kunjung keluar.

"Hmm." Haga menyahut, tapi posisinya tak bergerak barang seinci pun.

Memejamkan mata gemas, Gigi menarik napas dengan tak kentara. Dia mundur dan berdiri diam menunggu Haga keluar.

"Ayo," ajak Haga begitu keluar dari mobil dan meninggalkan Gigi begitu saja.

Gigi menutup pintu, mengunci mobil dan berlari kecil mengejar langkah Haga yang sangat cepat.

Begitu memasuki area pesta, Gigi melambatkan langkah karena Haga mulai didatangi banyak orang penting. Namun, meski begitu tatapan Gigi awas, dia selalu mengarahkan mata ke arah Haga.

Lambaian tangan Haga membuat Gigi mendekat. Gigi terkejut saat Haga merangkul pinggangnya.

"Pak," kata Gigi menoleh menatap Haga tak mengerti.

"Diamlah." Hanya itu yang di katakan Haga sebelum mengajak Gigi melangkah mendekati pasangan paruh baya yang tengah berdiri di dekat rangkaian bunga mawar putih.

"Selamat malam Pak Prabu," sapa Haga ramah. Haga melepas rangkulannya. Menyalami pasangan tersebut dan kembali meletakan tangannya di pinggang Gigi.

"Malam-malam. Bagaimana kabarmu, Nak?"

"Sangat baik, Pak." Haga masih menampilkan senyum ramah.

Gigi juga tersenyum pada orang di hadapannya. Dia tidak kenal siapa mereka, ini kali pertama dia bertemu pasangan ini. Itu berarti kemungkinan besar ini buka rekan bisnis Haga.

Haga & Gigi Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin