Bab 21 - Masa Lalu (Naira's Side)

1.3K 109 12
                                    

Special update for Lilievers

Coz, I love monday

Nunggu 100 vote. Ga tau ya kalo lagu baik hati gini siapa tau cepat. Wkwkwkwk

❤️❤️❤️❤️❤️❤️

***

Naira berkaca sekalian merapikan penampilannya. Make up dan bajunya masih bagus dan rapi. Acara tadi membuatnya gugup sekaligus bahagia. Ia senang keluarga Arkan menerimanya dengan baik dan keluarganya tentu saja menerima Arkan dengan tangan terbuka juga. Tak ia pedulikan pandangan aneh orang-orang di sekitarnya. Yang ia pedulikan hanya orang-orang terdekatnya saja.

Setelah selesai mencuci tangannya, Naira melangkah keluar dari toilet dan kembali ke ruang keluarga tempat acara berlangsung. Namun, di depan toilet ia malah bertemu dengan lelaki yang paling menyebalkan di dunia baginya.

Awalnya ia sedikit terkejut, tidak menyangka lelaki yang ia undang akan hadir di acara pertunangannya. Tapi, ia berpikir mungkin ini adalah cara terbaik agar lelaki itu berhenti mengusik hidupnya.

ARSEN.

Lelaki itu masih diam menatap Naira yang balik menatapnya. Untuk beberapa menit mereka saling membisu menunggu salah satu dari mereka membuka mulut.

"Ada perlu apa?" tanya Naira akhirnya. Menyerah pada keterdiaman mereka.

Arsen menatap Naira ragu sebelum ia bertanya. "Bisa ikut aku sebentar?"

"Kemana?" Naira terlihat enggan pergi berdua saja dengan Arsen.

"Ikut aja dulu."

Arsen menarik pelan lengan Naira membawanya keluar rumah melewati pintu belakang dan melangkah ke arah gazebo. Naira hanya pasrah saja ketika ia disuruh duduk di kursi sana. Tatapannya menuntut penjelasan karena tak ingin berlama-lama dengan Arsen.

Dingin.

Udara malam berhembus menusuk tulang melalui pori-pori kulit yang tidak terbungukus oleh lapisan kain di tubuh.

Tapi bukan itu yang membuat suasana di gazebo belakang rumah. Ketegangan diantara kedua manusia berbeda jenis yang duduk saling berhadapan memberikan kesan dingin membuat aura disekitarnya terasa beku. Mereka berdua masih duduk diam dalam kebisuan hingga akhirnya sang gadis membuka suara.

"Jadi, kenapa kamu mengajakku kesini?" tanya Naira dingin. Sama sekali tidak menyembunyikan kekesalannya.

"A—aku...." Sejenak Arsen tampak meragu. Rasa gengsi untuk mengucapkannya tentu ada, tapi ia lebih memikirkan tentang kepercayaan gadis di depannya terhadap ucapannya.

"Aku minta maaf," katanya pelan, namun masih bisa didengar Naira di tempat sesunyi itu.

"Oh, ok. Aku maafin." Walau sedikit kaget dengan permintaan maaf Arsen, tapi sudah selayaknya lelaki itu meminta maaf padanya. Dan juga ia sudah memaafkan kesalahannya walau masih merasa sakit hati ketika melihat Arsen. Dia diam selama beberapa saat menunggu perkataan Arsen selanjutnya. Lelaki itu masih diam setelah meminta maaf padanya.

"Jika tidak ada lagi yang ingin kamu katakan, aku akan pergi dari sini," kata gadis itu sambil beranjak dari tempat duduknya.

Sebelum gadis itu sempat pergi, lelaki itu menahan tangannya. Gadis itu nyaris saja menepis tangan itu, kalau saja ia tidak berbalik dan melihat ekspresi wajah lelaki di depannya yang terlihat begitu sedih. Oh, benarkah penglihatannya ini? Batin gadis itu tak percaya.

"Bagaimana...?" tanya lelaki itu membuat gadis di depannya menyerngit bingung.

"Katakan dengan jelas. Aku ini bodoh," kata gadis itu nyaris berteriak. Ia berusaha menahan emosinya.

Half of HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang