22: Ajakan Kencan

4.2K 508 34
                                    

Setelah menangis dalam pelukan Gerald, Wika menghapus air mata sambil memberi jarak antara mereka. Gerald menatapnya penuh rasa bersalah. Wika sudah tidak marah lagi karena pelukan tadi.

Ternyata satu pelukan bisa membuat emosinya meredam. Mereka saling bertatapan. Wika usahakan agar bisa tersenyum semanis mungkin, karena wajah Gerald masih nampak khawatir.

Kedua tangan Wika menyentuh pipi lelaki itu. Gerald terkejut, mungkin karena dia yang mulai berani bertindak lebih dulu.

"Karena lo udah buang dua hari ini ... jadi, ayo kita jalan-jalan," ajak Wika.

Gerald menggeleng. Menolak tawarannya.

"Harus!" kata Wika tak ingin dibantah.

Lelaki itu mendengkus sampai bisa Wika rasakan napas Gerald menerpa wajah. Ternyata jarak mereka sangat dekat. Gerald menyentuh kedua tangan Wika yang masih berada di pipinya.

"Gue harus belajar."

Wika cemberut. Padahal, ini sudah direncanakannya saat Gerald masih di tempat berlibur.

"Masih ada hari besok buat belajar," protes Wika.

"Masih ada hari besok juga buat jalan-jalan."

"Iiih ...!"

Meskipun kesal, tetapi Wika tidak berniat untuk memukul Gerald lagi. Dia kembali memutar otak untuk membujuk lelaki itu agar mengikuti keinginannya. Gerald sungguh keras kepala.

"Ge ... ayo, dong." Wika kembali membujuk.

Gerald menggeleng lagi, tangan sudah menarik buku yang dibaca tadi. Segera Wika tahan. Saat ini, dia hanya ingin bersama sambil menghabiskan waktu berdua saja.

"Kalau lo nggak mau nurutin, gue bakal nangis lagi," ancam Wika.

Lelaki itu mengetatkan rahang. Gerald marah, tetapi tatapannya tidak menunjukkan emosi. Itu malah terlihat lucu di mata Wika.

"Ya udah," putus Gerald.

Wika kegirangan hingga memeluk tubuh itu. Gerald menuruti keinginannya. Setelah ini, andai lelaki itu meminta sesuatu, pasti akan Wika turuti. Termasuk ciuman lagi.

Ah, jika tadi pikirannya tidak menuju ke sana saat mereka berpelukan, kali ini beda. Sisi mesum Wika bangkit. Dia sangat menikmati lekuk tubuh Gerald.

"Udah." Gerald memegang bahunya sambil mendorong pelan.

Bodoh amat. Wika masih ingin berlama menyenderkan pipi di bahu ternyaman itu.

"Mau jalan, nggak?" tanya Gerald. Ini sindiran agar Wika menyudahi pelukan itu.

"Mau, dong." Wika menarik pelukannya, tidak lupa mengecup pipi itu terlebih dahulu.

Gerald nampak terkejut. Wika berikan senyum terindah sebagai jawaban.

Untuk pengakuan Gerald tentang dia yang mengidap penyakit menular, Wika sudah mengikis kecurigaan tersebut. Gerald itu pembohong dan selalu saja bersembunyi di balik wajah datarnya.

Sama hal tentang keberadaan Tamara. Gerald sukses menutupi itu darinya. Wika tidak boleh termakan kebohong lagi.

"Lo kesurupan?" tanya Gerald.

"Iya, kesurupan setan mesum."

"Setan mesum?" Kening Gerald hampir menyatu. "Tomi?"

Tangan Wika refleks memukul dada bidang itu. Bibir Gerald tertarik membentuk seutas senyum. Entah kenapa, Wika sudah sangat benci mendengar nama itu disebut.

"Jangan bawa nama dia," ancam Wika.

"Jangan bawa nama dia juga."

Wika tahu siapa maksudnya—tanpa menyebutkan nama. Tamara, sudah pasti perempuan itu.

"Oke." Wika sangat setuju dengan ini.

Jari kelingking Wika terangkat di depan wajah lelaki itu. Gerald segera menautkan kelingkingnya juga.

"Kayak anak kecil," ledek Gerald, "gue mandi dulu." Sambil melepas jari mereka.

"Lo belum mandi?" tanya Wika terkejut.

"Belum." Berdiri dari tempat tidur.

"Berarti dari tadi gue meluk lo—" ucapan Wika tertahan karena memikirkan kecupan tadi, ternyata bukan hanya pelukan. "Iiih ... Gerald, jorok banget!"

"Nggak ada yang nyuruh meluk."

"Tapi awalnya lo yang meluk gue!" protes Wika.

"Ya, udah, nikmatin aja," ledek Gerald.

Ingin sekali Wika melemparnya dengan bantal, jika dia tidak segera masuk ke pintu kamar mandi.

Selain pembohong, Gerald juga tukang tipu. Ah, itu sama saja. Yang jelas, Gerald adalah tunangan Wika.

Sambil menunggu, Wika membanting tubuh ke tempat tidur Gerald.

"Au!" kejut Wika saat kepala menghantam benda keras.

Dia bangun untuk melihat benda apa itu. Buku Gerald. Inilah yang disebut, senjata makan tuan. Sungguh sakit. Wika memohon dalam hati agar tidak lupa ingatan karena kejadian ini. Baru juga senang.

Tangannya menyingkirkan buku tersebut. Wika kembali melakukan aktivitas yang sempat terhambat. Berbaring sambil menunggu Pangeran Gerald selesai mandi.

Baiklah, pikirannya sudah mulai kotor sekarang. Salahkan Gerald, ini ajarannya. Jika hanya khayalan mesum saja, dia tak masalah. Namun, untuk suara gemericik air, Wika rasa ini sudah tidak normal. Itu hanya benda cair yang menghantam tubuh Gerald, tidak perlu berpikiran sampai ke sana.

Daripada berkhayal tentang hal tersebut, Wika mulai memikirkan rencana kencan hari ini. Akan ke mana dia dan Gerald?

Wika rasa, seharian bersama di tempat tidur ini saja sudah cukup. Ah, penyesalan datang terlambat. Mengapa tak dia pikirkan itu sejak awal, dan malah meminta untuk jalan-jalan. Dasar Wika!

Tangannya memukul kepala sambil mengutuk diri sendiri. Kesal bukan main!

"Mau gue bantu?"

Wika melirik ke asal suara. Gerald berdiri di pintu kamar mandi, dengan pemandangan yang sangat menggoda.

_________

09.08.20

Harap vote atau komen bagi yang masih baca cerita ini. Hoho

Tunanganku bukan Cintaku (TAMAT) ✓ #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang