10: Bersama Gerald Lagi

4.4K 496 19
                                    

Sebenarnya, Wika sudah memutuskan untuk pulang, tetapi Sarah dan Maudi menahan karena ucapan Gerald tadi yang mengatakan ingin bicara dengannya. Menghindari pertemuan berikutnya? Tentu. Wika tak mau menjadi tontonan untuk kedua kalinya.

Di sinilah dia, terkurung dengan larangan kembali ke rumah oleh kedua sahabatnya. Kafe menjadi tempat untuk menunggu Gerald. Saat si muka datar sampai, Wika akan meminta untuk membayar makanannya. Jika dipikir pun, lelaki itu belum pernah mentraktir Wika. Sungguh tragis.

"Nggak nyesel, 'kan, lo nonton Gerald tanding?" goda Sarah memulai pertengkaran.

Wika memutar bola mata malas. "Yang ada, kaki gue pegel."

Sarah dan Maudi terpekik geli. Semua orang pasti merasakan hal yang sama saat menonton pertandingan tadi. Hanya saja mereka terlalu memfokuskan diri pada Gerald, hingga lupa dengan rasa lelah karena terlalu lama berdiri.

"Si Gerald keren juga mainnya," kagum Maudi.

Padahal, mereka sudah mengubah topik pembicaraan tadi, tetapi tetap saja kembali pada pembahasan tentang Gerald. Wika sudah menyerah untuk mengalihkan pembicaraan lagi. Biarkan saja ini mengalir agar lidah lelaki itu terus tergigit karena namanya selalu disebut.

Bicara soal tempat, tidak biasanya kafe ini sepi saat hari hampir menyapa sore. Terlihat banyak kursi yang kosong, padahal sejak tadi acara kampus telah usai. Entahlah, mungkin ini hanya pendapat pribadi saja. Jika pun iya, Sarah dan Maudi akan mengangkat suasana ini sebagai topik obrolan.

"Minggu depan udah ujian aja, sial," gerutu Sarah sambil menatap layar ponselnya.

"Semangat, dong." Maudi berucap.

"Mata kuliah gue banyak banget." Sarah mengeluh.

"Gue juga, tapi biasa aja," kata Wika yang langsung diacungi jempol oleh Maudi.

Sarah memperhatikannya dengan tatapan yang sedang mencari suatu pembahasan penting. Perempuan itu bangun dari sandaran kursi, membuat Wika bersiap untuk mendengar apa yang akan dikatakannya.

"Lo cepat banget move on-nya."

Wika terdiam. Apa yang dikatakan Sarah adalah pernyataan. Wika pun merasakan itu, seolah saat ini tak ada lagi kesedihan untuk kepergian Tomi. Yah, mungkin saja karena selalu direpotkan oleh pertunangan ini hingga pikiran bisa teralihkan.

"Gue juga mikirnya gitu." Maudi ikut memberi pendapat. yang berhasil membuat Wika bungkam karena memikirkan lagi tentang asumsinya tadi.

Ini memang berbeda. Apalagi, jika Sarah yang mengatakan. Perempuan itu sangat peka dengan perubahan suasana hatinya. Entah karena Sarah si biang gosip, atau memang hal ini sudah terlihat jelas dari mata Wika.

"Menurut lo sendiri gimana, Wi?" Teman Wika-yang sejak duduk di bangku SMA memberi kesempatan untuk berpendapat.

Harusnya ini adalah kesempatan untuk mengelak. Namun, Wika tak punya satu pun kalimat yang mampu menggambarkan tentang keadaannya saat ini. Jika saja Sarah tak bertanya, sudah pasti Wika akan terus berjalan tanpa tahu perubahan dalam hidupnya sendiri.

"Wika," panggil Maudi dengan lambaian di depan wajahnya.

Sial! Wika berpikir terlalu fokus tanpa menghiraukan bahwa mereka menunggu jawabannya. Jelas, saat dia memberikan pendapat nanti, kedua perempuan itu tidak akan percaya. Alasan terlalu lama dipikirkan. Sudah pasti itu yang mungkin keluar dari mulut Sarah dan Maudi.

Wika terpojok, tidak ada jawaban yang bisa dia keluarkan untuk dapat protes terhadap pernyataan mereka tadi. Menyerah. Sarah menyeringai ke arahnya. Ya, pasrah adalah jalan keluar satu-satunya saat terdesak.

Tunanganku bukan Cintaku (TAMAT) ✓ #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang