"Bukan itu maksudku. Kenapa kau membawa-bawa..-"

"Dia harus menghadapinya Tommy." Tegas Alexa. "Aku tak ingin dia menuruni sifat ayahnya. Aku akan melakukan apapun agar dia tidak berpikiran buruk terus mengenai air." Alexa melipat kedua tangannya di depan dada.

"Aku pernah tenggelam bu." Sela Sean.

"Tidak pernah Sean. Kau hanya meluncur terlalu kencang di perosotan-pendekmu dan terkejut saat kau jatuh ke kolam di bawahnya. Kau hanya terkejut, terkejut dan itu bukan tenggelam."

"Tapi jika aku masuk ke air lagi aku bisa saja tenggelam. Dan aku akan mati jika aku tenggelam."

"Sean.."

"Aku tidak mau mati."

"Sean, astaga, bukankah kita sudah membicarakannya sayang?" Alexa menghampiri anak itu dan berlutut di depannya, di samping kursi malas Tommy. "Tidak ada yang mati, tidak ada yang tenggelam. Jangan bicara seperti itu."

"Sekarang dia mirip denganmu." Sela Tommy terkikik.

Alexa tak menggubris. "Jangan pernah berpikir kau akan tenggelam jika kau masuk ke air. Itu tidak akan terjadi. Air tidak seperti itu. Lagipula.." Alexa memandang lebih dalam mata Sean. Sosok kecil itu memperhatikannya dengan serius, memasukkan salah satu jari mungilnya ke mulut. "Lagipula ibu selalu ada bersamamu, ibu akan menyelamatkanmu. Air tidak akan bisa menyakitimu sama seperti ibu yang juga tidak akan pernah menyakitimu. Ibu berjanji." Wanita itu meraih tubuh kecil Sean ke gendongannya. Sean dapat merasakan dekapan tersebut begitu, erat!

"Ibu..






















Kenapa


























Kau


























BERBOHONG?"

























~•~•~•~•~~••~

~•~••~•~•~•~~•~

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

~•~••~•~•~•~~•~


Sean memekik semakin keras ketika tekanan air di sana terus bertambah. Membuat tubuhnya seakan diremukkan dari segala arah. Air yang telah memenuhi kubus kaca itu rupanya telah diatur sedemikian rupa, suhunya, masanya, semuanya sama seperti saat ia berada di lautan beberapa hari lalu. Namun, dengan tekanan yang semakin besar dan besar.

Ini sama saja seperti dia berada di permukaan laut dengan tekanan kecil, namun tiba-tiba ditarik paksa ke dasar samudera terdalam. Tubuh Sean butuh waktu untuk menyesuaikan semuanya. Untuk berubah mengimbangi tekanan air. Saat ini ia bisa merasakan delapan puluh persen tubuhnya masih tubuh manusia, dan tubuh manusia akan hancur bila diseret ke kedalaman lautan bertekanan tinggi. Itulah yang menyebabkannya begitu kesakitan, memekik luar biasa hebat.

"Tekanannya mendekati seratus bar." Ujar Jason sambil terus memantau monitor di hadapannya. "Jika kondisinya stabil, kita akan meningkatkannya lagi hingga seratus lima puluh bar." Ia memperhatikan semakin seksama setiap inci tubuh Sean, mencoba mengamati perubahan yang terjadi pada pemuda itu.

Sementara Sean sendiri merasakan pembuluh kapilernya seakan terkoyak hebat. Tubuhnya kesulitan mencerna oksigen, nutrien dan lainnya. Ia merasakan penyempitan di area rongga hidungnya. Nafasnya tak beraturan, paru-parunya sudah tak berfungsi lagi, sementara insangnya bekerja sangat keras menyesuaikan kondisi tubuhnya dengan tekanan air yang semakin berat dan berat.

"Apa yang terjadi?! Kenapa ia belum berubah?!" Ujar Alexa geram.

"Bersabarlah nyonya." Jason memperhatikan monitornya lebih seksama. "Di lautan yang sebenarnya, dibutuhkan, waktu, untuk dapat mencapai kedalaman di atas seribu meter dari permukaan laut. Semakin dalam penyelaman, semakin besar tekanan yang diterima. Tekanan-tekanan air itu memiliki tahapannya sendiri-sendiri. Seperti anak tangga. Tubuh Sean akan bereaksi sedikit demi sedikit berdasarkan anak tangga yang ia pijak, pada tekanan air yang ia terima. Dan apa yang kita lakukan sekarang, semuanya sudah terhitung sangat cepat dari kondisi yang seharusnya. Anda bisa lihat sendiri, ia begitu kesakitan, tubuhnya bereaksi lebih cepat dari keadaan normalnya. Dia akan mati jika kita melakukan lebih dari ini."

Jason mengusap dagunya dengan punggung jari telunjuk. Ia tampak cemas. Ini pertama kali dia bekerja sendiri tanpa di dampingi seseorang yang lebih ahli darinya, James Brenner. Keraguan menghias di raut wajahnya, keringat dingin membasahi kening dan pelipisnya, tangannya mengetuk-ngetuk permukaan meja. Namun tak lama, semua itu segera lenyap saat sesuatu berhasil ia tangkap dari Sean.

"Ah, kurasa ini saatnya." Ujar Jason.

Di wajah Sean, kulit di sudut mulutnya mendadak robek sangat lebar. Darah segar keluar dan mengotori air. Taring-taring kecil bermunculan dan tumbuh di area tersebut. Meninggi sekitar dua hingga tiga centimeter.

Sementara itu, di area mata, bola mata mengerikan juga menggantikan mata indah Sean. Mata yang lebih besar dan tajam, di kelilingi oleh kulit hitam yang mengeras dan di tumbuhi bintik-bintik aneh.

"Ya Tuhan! Coba lihat itu!" Alexa berseru. Melangkah kembali mendekati kaca. Matanya berbinar-binar menyaksikkan apa yang terjadi di dalam kubus itu.

"AARRGGGHH!!"

sean memekik untuk kesekian kali. Suaranya terdengar seperti sebuah raungan. Alexa tahu benar itu tidak seperti suara anaknya, suara Sean. Entahlah, seolah terjadi sesuatu di pita suara putranya.

"Suara.. monster?! Indah sekali.." Wanita itu tersenyum.

Beberapa detik kemudian, ia bisa melihat leher Sean mengalami sesuatu. Lepuhan-lepuhan di kulit leher putranya terkelupas seluruhnya. Dan sama seperti wajahnya, kulit keras yang berwarna agak gelap segera menutupi daging di sertai bintik-bintik dan sisik-sisik halus yang menyamar di bagian bawah telinga.

Sean terus meronta lebih hebat ketika hal lain terjadi. Sirip-sirip tajam tumbuh di punggungnya dan mengoyak semua pakaiannya. Merobek busananya saat benda itu terus meninggi sekitar dua belas centimeter. Ujung-ujungnya seperti mata belati yang begitu tajam, mengkilap di bawah cahaya lampu.

"Astaga aku tak percaya ini!" Alexa semakin berbinar, semakin puas ketika melihat tangan dan bagian tubuh Sean yang lain juga berubah. Kakinya!

Kedua kaki Sean seakan saling melekat. Tumbuh sisik-sisik kasar di sekitar sana. Menutup hampir seluruh bagian bawah tubuhnya. Ujung ekornya yang juga mulai tumbuh menendang-nendang hebat hingga membuat guncangan di air, siku dan badannya beberapa kali menabrak dinding kaca, menghentak permukaan benda itu keras. Membuat kegaduhan di balik kubus raksasa itu.

"Kita akan mempertahankan suhu dan tekanan air tetap seperti ini." Ujar Jason bangkit berdiri dan meninggalkan monitornya. Ia melihat Sean lebih jelas. "Untuk sementara waktu, aku akan memeriksa keadaannya. Kita akan lanjutkan beberapa jam lagi." Pemuda itu berjalan sangat dekat dengan kaca.

Sean sudah agak tenang ketika tekanan air mulai stabil. Namun tetap saja, rasa nyeri masih bisa ia rasakan di sekujur tubuhnya. Ekornya yang besar mengibas perlahan-lahan, sementara sirip-siripnya, begitu lembut terayun mengikuti gelombang di dalam tempat itu. Ia tak yakin seperti apa ia akan berubah. Namun, melihat samar-samar pantulan dirinya di permukaan kaca, Sean bisa melihat wujud yang tak asing baginya.

'Meree?'

Ia melihat dirinya, kini sangat mirip dengan wanita lautan itu.

THEIR MERMAN [COMPLETE]Where stories live. Discover now