Ketukan di pintu membuat Gigi mengerjapkan mata. Gigi bangkit dan terdiam menyadari dia masih dalam pelukan Haga. Pelan-pelan Gigi melepaskan diri, dan turun dari ranjang.

Dia menatap wajah damai Haga sebelum bergegas membuka pintu.

"Hai..."

Gigi tersenyum. Dia balas menyapa Hara dan dua teman wanitanya.

"Kenalkan ini Jessie dan Rumy."

Membalas uluran tangan keduanya. Gigi tersenyum sembari menyebut namanya.

"Mereka yang akan membantumu bersiap." Hara mengedipkan mata. "Mam ingin kita semua tampil luar biasa." Tertawa, Hara melangkah masuk, lalu terdiam melihat Haga tertidur. "Aw... aku tidak tahu Haga ada di sini."

Gigi tertunduk malu, tangannya bergerak merapikan rambut.
Kekehan Hara dan kedua temannya membuat wajah Gigi semakin merona.

"Aku akan membangunkannya, ah tidak sebaiknya kamu yang bangunkan Haga. Dia juga harus bersiap." Hara meminta Jessie dan Rumy meletakan barang bawaan mereka ke sudut ruangan. "Kami tunggu di luar." Mengelingkan mata, Hara dan kedua wanita itu keluar bersama. "Berhati-hatilah dengan Haga," kata Hara sebelum menutup pintu.

Menggeleng, Gigi mengipasi wajah. Dia berdehem berkali-kali, menyiapkan diri untuk membangunkan Haga.

"Pak," panggil Gigi begitu tiba di samping ranjang. "Pak bangun."

Tidak ada pergerakan apa pun dari Haga, napasnya masih teratur yang menandakan Haga tertidur sangat pulas.

"Pak Haga, bangun Anda harus bersiap." Gigi mengulurkan tangan, lalu terkesiap saat mata Haga terbuka dan langsung menyorotnya tajam. "Anda sudah bangun." Gigi menyentuh jantungnya  yang berdebar.

Gigi mundur satu langkah saat Haga bergerak bangkit. "Ambilkan kotak itu," katanya memberi perintah.

Mengangguk patuh, Gigi cepat-cepat menuruti permintaan Haga.

"Buka."

"Eh." Gigi menatap Haga dan dia kembali menunduk saat Haga menatapnya.

"Buka Gigi, bukan eh."

Kembali mengangguk, Gigi meletakan kotak tersebut di pinggir ranjang, dia membuka dan terpekik melihat isinya.

"Kamu pakai itu."

"Bukankah ini untuk orang tua Bapak?" Gigi menyentuh serat lembut gaun berwarna hitam di depanya dengan takjub.

"Ya. Mam memberinya untukmu."

"Hah?" Mendongak menatap Haga. "Bapak bercanda.”

Haga berdecak. "Tidak. Mam benar-benar membuatkannya untuk kamu."

"Buat?"

"Kamu tidak lupa kan keluarga saya punya butik?"

Gigi mengangguk, lalu tersenyum malu. “Terima kasih, Pak," kata Gigi.

"Bukan begitu caranya berterima kasih." Haga menarik Gigi hingga terduduk di ranjang, dia tersenyum menatap Gigi yang tertunduk malu. "Gigi," panggilnya menyentuh dagu gadis itu dan mengangkatnya hingga wajah mereka sejajar.

Haga tersenyum, dia sangat menikmati wajah merona Gigi. Perlahan dia mendekatkan wajah, belum lagi bergerak bantingan pintu mengagetkannya.

"Ups... maaf." Hara muncul di sana, gadis itu tersenyum tanpa merasa bersalah. "Aku butuh Gigi, dia harus cepat bersiap." Hara melipat kedua tangan di dada, dia menyengir saat Haga memberinya tatapan tajam.

Menghela napas, Haga kembali menatap Gigi. "Belajarlah untuk tidak memanggil aku Bapak lagi," kata Haga, "dan jangan berbicara dengan bahasa baku lagi denganku." Haga mengacak rambut Gigi. "Mengerti?" Melihat Gigi mengangguk Haga turun dan meninggalkan Gigi bersama Hara.

Haga & Gigi Where stories live. Discover now