Reynand mengangguk sambil tertawa kecil.

Hal yang paling disukainya adalah ada di dekat Alsa. Meskipun dia tahu jika batasan terbentang luas, Alsa sudah menjelaskan semuanya bahwa persahabatan masa kecil berbeda dengan sekarang. Alsa menjaga batasan karena mereka sudah sama-sama dewasa.

****

Beberapa waktu kemudian Alsa sudah selesai belajar, ia menyenderkan tubuh ke sofa dan kepala menoleh melihat Reynand yang masih setia menemani. Rasa bersalah menyelimuti benak Alsa karena membuat Reynand menghabiskan waktu bersama, padahal Lelaki itu harus istirahat di rumah.

Alsa sudah tahu semua mengenai Reynand, tentang alasan dia pergi tanpa kabar dan soal penyakit yang dideritanya. Alsa benar-benar syok, bahkan sempat tidak percaya saat mendengar penjelasan Reynand. Tapi setelah tahu bahwa semua itu fakta, Alsa pasrah menerima keadaan. Yang terpenting mereka masih ditakdirkan untuk bertemu dan melanjutkan persahabatan.

"Rey, kamu enggak apa-apa, kan?" tanya Alsa yang takut Reynand kelelahan karena menemaninya belajar.

"Enggak pa-pa Alsa." Reynand tersenyum. Ternyata rasa khawatir Alsa tidak pernah berubah padanya.

"Tapi muka kamu pucat, aku antarin pulang ya?"

"Masih betah di sini."

"Rey, kamu harus istirahat, Bunda bilang kamu enggak boleh telat minum obat. Pulang ya udah mau Maghrib juga." Bukannya Alsa mengusir, itu semua demi kebaikan Reynand.

"Ya udah aku pulang. Kamu enggak usah repot-repot aku bawa mobil."

Mata Alsa melebar kaget. "Kamu bawa mobil sendiri?"

"Iya." Reynand mengangguk. "Enggak usah khawatir, kan kemarin aku pernah jemput kamu ke sekolah."

"Rey ... besok-besok jangan lagi. Kalo Abi suruh kamu jemput aku bilang aja enggak bisa."

"Sesekali nyenengin Om Ali, kan udah lama enggak ketemu." Reynand mencari alasan, tapi ia senang mendengar Alsa banyak bicara.

Alsa berdecak kesal. "Terserah, deh, kamu susah dibilangin."

Reynand tertawa kecil.

"Iya, iya, besok enggak lagi." Akhirnya Reynand mengalah.

"Janji ya?"

"Janji."

Mereka ingin mempersatukan jari kelingking, tapi Alsa baru ingat kalau mereka tidak boleh bersentuhan dengan yang bukan mahram. Reynand pun mengerti dengan semua ini, toh, itu sudah aturan hidup keduanya.

Reynand berdehem untuk meredakan suasana canggung.

"Al, lusa bisa temenin aku check up?"

Alsa diam sejenak. Ia memikirkan siap, tidak siap nya menemani, namun setelah dipikir-pikir kapan lagi menyenangkan sahabat.

"Insya Allah, bisa," jawab Alsa dengan pancaran senyum diwajahnya. Berusaha menutupi rasa tidak tega melihat Reynand dalam keadaan sekarang. Alsa berharap Reynand diberi kesembuhan agar mereka bisa bersama selamanya. Sampai mereka sama-sama menikah dengan jodoh pilihan Allah SWT.

****

"Alsa!" panggil James pada rekan olimpiade-nya.

James Radigon, lelaki yang tadinya berdiri di koridor pun berjalan menghampiri Alsa. James memanggil Alsa untuk bertanya mengenai kejelasan olimpiade yang akan mereka hadapi tiga bulan mendatang.

"Kenapa James?" tanya Alsa bingung. Pasalnya jarang sekali mereka saling tegur sapa, sebab James anak kelas 11 IPA 1 unggulan dan kelasnya jauh dari kelas Alsa. Meskipun begitu mereka saling kenal.

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang