Sudah tiga puluh menit dia duduk di sini, tidak ada satu orang pun yang mengajaknya berbicara. Ingin memulai lebih dulu, Gigi ragu.

Takut di kira sok asyik dan mencari perhatian.

Gigi juga menyalahkan Haga. Lelaki itu dengan seenaknya permisi dan meninggalkannya seorang diri. Berjanji hanya sebentar, tapi sepuluh menit sudah terlewat dan Haga tidak kunjung kembali.

Sesekali Gigi akan melirik ke depan, lalu wajahnya akan bersemu saat kedua wanita di depannya menatapnya begitu dalam.

Gelisah, Gigi memainkan jemarinya, dia mengucapkan banyak doa dalam hati. Bisa di bilang, Gigi mengenal salah satunya. Itu istri Pak Prabu, wanita cantik yang pernah dia temui di acara ulang tahun hotel Azura.

Sekarang Gigi paham kenapa Haga ngotot mengajaknya ikut, ternyata ada keluarga Pak Prabu di sini. Dan wanita yang satunya memperkenalkan diri sebagai Jasmine, ibu Haga yang masih cantik di usia tuanya.

Gigi takut melihatnya. Meski ibu Haga cantik dan tersenyum saat memperkenalkan diri, tetap saja dia ibu bosnya. Gigi kembali menghembuskan napas panjang, dia menggerutu dalam hati.

Di mana Haga?

Kenapa dia tidak kembali juga.

Keringat dingin sudah mampir di pelipisnya.

Menarik napas dengan tak kentara, Gigi kembali mendongak. “Bu," kata Gigi akhirnya. Dia tersenyum, entah bagaimana bentuk senyumannya. Aneh atau sangat aneh.

Tidak mendapat tanggapan dari depannya. Membuat Gigi yakin senyumannya tadi pasti mengerikan.

Merasa semakin gelisah. Gigi bergerak dengan tak tenang. Air mata sudah mengenang di pelupuk mata. Seumur hidupnya belum pernah sekalipun dia segugup ini. Dia lebih baik menghadapi kemarahan seribu Haga dari pada harus duduk bagai patung bersama ibu Haga yang hanya diam saja sudah membuat nyalinya ciut.

Gigi menunduk semakin dalam, air mata sudah siap meluncur.  Ini memalukan, tapi apa daya, dia takut setengah mati. Menggigit bibir dengan kuat. Gigi tidak mau menangis, dia tidak akan mempermalukan diri lebih dari ini lagi. Akan tetapi seberapa kuat pun dia menahan, isakan kebingungan dan kemarahannya tetap keluar tanpa bisa di cegah.

"Eh." Kedua wanita di depannya tampak sangat terkejut. Mereka saling pandang dengan wajah bingung.

"Kenapa menangis?" Ibu Haga bertanya lembut. Dia pindah duduk ke samping Gigi. Mengusap bahunya lembut.

Malu dan takut bercampur menjadi satu, tangisan yang di tahan mati-matian keluar tanpa bisa dikendalikan lagi. Cukup mendengar suara lembut dan penuh perhatian ibu Haga, Gigi terisak dengan menyedihkan.

"Gigi kenapa, Mam?" Haga yang baru kembali dari lantai atas terkejut melihat Gigi menangis. "Mama buat Gigi menangis?" Haga berjalan cepat, dia menatap Ibunya kesal sebelum duduk di samping Gigi. Merangkul  gadis itu yang masih terus menundukkan wajahnya.

"Enak saja, kamu tuduh, Mama."

"Lalu kenapa?" tanya Haga pada Ibunya. Dia sempat melirik istri Pak Prabu yang mengangkat bahu. "Sayang, kamu kenapa?" Haga bertanya lembut, dia mengusap kepala Gigi dan membawanya dalam dekapan. "Apa ada yang menyakitimu?" Haga kembali bertanya. "Jangan buat Gigi sedih dong, Mam."

Sungguh. Kedatangan Haga membuat suasana hati Gigi semakin buruk. Dia sepenuhnya menyalahkan Haga karena membuatnya sangat malu.  Dengan seenak hati pula lelaki itu membawa kepalanya dalam dekapan.

Gigi ingin menolak. Sangat ingin, tapi tekanan tangan Haga menyulitkannya untuk menenggangkan tubuh. Gigi juga masih malu atas tangisannya tadi.

Memilih aman, Gigi menuruti apa mau Haga. Dia tetap bersembunyi dalam pelukan lelaki itu. Rasa hangat yang di dapatkan dari pelukan Haga belum meredakan kekesalannya terhadap lelaki tersebut. Jadi sebagai balasan, Gigi membuka mulut dan menggigit dada Haga.

"Aduh." Haga mengaduh, Gigi cepat-cepat melepas gigitannya. Dia meringis saat Haga semakin membekap kepalanya.

"Kamu kenapa?" Jasmine bertanya bingung. Dia menatap anaknya dengan kening berkerut. "Haga kasihan Gigi, nanti dia sesak kalau kamu peluk dia seperti itu."

"Kami enggak bakal culik Gigi juga, Kok. Jadi bisa lah kamu lepas dia." Istri Pak Prabu ikut mengambil suara. Dia kasihan juga melihat cara Haga mendekap kepala Gigi.

"Gigi suka kok, Mam, Tante kalau aku peluk dia kayak gini," kata Haga tersenyum. "Ya kan, sayang?"

Sebagai jawaban, Gigi menepuk-nepuk lengan Haga.

"Tuh, kan dia sesak." Jasmine menunjuk Gigi, dia menepuk tangan Haga agar terlepas.

Dengan tak rela Haga melepaskan dekapannya. Dia menatap Gigi tajam. Kesal karena berani-beraninya gadis itu menggigitnya.

Gigi yang melihat tatapan tajam Haga, langsung membuang pandangan. Dia mengusap sisa air mata, merapikan helai rambut dibantu ibu Jasmine. Dia jadi menyesal, menggigit Haga tadi.

Sekali mendapat tatapan tajam Haga saja, dia sudah takut. Gigi jadi bingung, dia lebih takut yang mana pada anaknya atau ibunya? Sepertinya dia takut pada keduanya.

Hidup Gigi seminggu ini sepertinya akan sangat sulit, dia harus banyak-banyak berdoa agar jalannya di permudah.

"Sudah tidak apa-apa?"

"Tidak apa, Bu. Terima kasih," kata Gigi tersipu malu. Dia menunduk, merasakan wajahnya memanas.

Ibu Jasmine tidak mengatakan apa pun, dia mengusap punggung Gigi lembut.

"Mam, aku mau antar Gigi ke kamar," kata Haga bangkit berdiri.

"Sepuluh menit lagi," kata ibu Jasmine. "Adik kamu sama Rion dan Hana, sampai." Lanjut ibu Jasmine menahan Haga.

"Orion?"

"Iya. Orion, dia ikut bersama Tante Clara." Ibu Haga tersenyum pada istri Pak Prabu.

Haga mengangguk. Dia kembali duduk di samping Gigi. Merangkul bahu gadis itu  dan menarik tubuhnya mendekat, hingga mereka menempel, bagai lem dan kertas.

Gigi sebenarnya malu, apalagi ibu Jasmine dan istri Pak Prabu yang baru Gigi ketahui bernama Clara tersenyum melihat kelakuan Haga. Dia sudah mencoba melepaskan diri, tapi rangkulan lelaki itu lagi-lagi sangat kuat.

Bisa saja Gigi memakai kekerasan agar Haga melepas rangkulannya, tapi setelah itu hidupnya tak akan pernah damai lagi. Sandiwara mereka juga sudah pasti akan terbongkar saat ini juga. Jalan aman, Gigi pasrah di rangkul Haga dengan erat. Cukup bergeser sedikit saja, dia duduk di pangkuan sang bos.

Harum parfum Haga mulai mengganggu penciumannya. Gigi mulai tidak fokus lagi mendengar obrolan. Beruntung suara ribut-ribut di luar, mengalihkan fokus ibu Jasmine yang menanyakan sesuatu padanya. Entah apa, Gigi juga tak paham.

"Mam, Haga sudah datang?"

Gigi menoleh ke sumber suara, itu Hara, adik Haga yang sangat mengilai Hello Kitty. Dia memakai gaun berwarna biru dengan motif Hello Kitty.  Sangat aneh jika di pikirkan, tapi entah kenapa terlihat serasi dan sangat cantik jika Hara yang memakainya.

"Haga!!" Hara berteriak, dia berlari dan lompat memeluk Haga.

Gigi cepat-cepat melepas pelukan dan bergeser menjauh. Takut-takut dia akan terkena siku Hara. Gigi tersenyum, melihat Haga dan adiknya melepas rindu. Saat merasa ada yang memperhatikan, Gigi menoleh ke tempat Hara tadi. Dia langsung mengerutkan kening bingung.

Kenapa lelaki itu menatapnya seperti itu?

Gigi bertanya-tanya bingung. Lelaki itu tidak asing, dia samar-samar pernah bertemu, tapi di mana?

Tidak mampu mengingat, Gigi memilih mengabaikan. Ada terlalu banyak orang yang dia temui selama ikut Haga. Baik wanita ataupun pria. Kembali memusatkan perhatian pada Haga yang tengah menatapnya, Gigi kembali gugup saat sang bos memperkenalkan Hara padanya.

"Cantik, pintar kamu pilih pacar." Puji Hara meninju lengan Haga.

Haga terkekeh, dia kembali merangkul Gigi. "Gimana kabarnya, Rion, Baik?"

Gigi menoleh pada lelaki yang ditanyai sang bos. Haga mengenalnya, dia juga sedikit yakin pernah bertemu Rion, tapi tidak ingat di mana.

"Buruk."

Haga mengangguk, dia semakin merapatkan rangkulannya dan tersenyum mengejek ke arah Rion yang terkekeh pahit.










Haga & Gigi Where stories live. Discover now