Part 9

23.8K 2K 429
                                    

Putra sedikit terkejut, "bukannya Glen yang melaporkan, Bu?"

Bu Anita menggeleng. "bukan, Putra. Yang melapor ke ibu adalah Juned. Teman sekelas kalian."

Juned? Kenapa si Ketua kelas itu ikut terseret dalam kasus ini?

"Juned? Kapan dia laporan ke ibu?" Tanya Alfian. Badannya sedikit membungkuk ke depan.

"Pagi. Sebelum kalian semua datang, dan sebelum upacara 'peliburan paksa' itu dilaksanakan," jawab Bu Anita dengan sedikit penekanan di akhir kata.

Aku ingat. Saat itu, ketika aku sedang melamun di tangga dekat kelas, tiba-tiba Juned datang. Ia yang mengatakan padaku bahwa aku dan semua Five Holmes dipanggil BK. Awalnya ku kira Alfian tertangkap saat dikejar Pak Maman. Atau Glen yang melaporkan karena kami tertangkap sedang menguping pembicaraan kepala sekolah dengan Pak Adam di dekat UKS. Dan tuduhan itu masuk akal.

Lalu mengapa tiba-tiba ada Juned? Mungkinkah dia adalah orang yang menguping pembicaraan kami di base camp dan menjatuhkan coklat berpita itu? Jadi, Juned adalah salah satu fans Kayla? Tetapi di kelas, dia terlihat sama sekali tidak mengagumi Kayla, peduli saja tidak. Dan kalaupun memang benar dia menyukai Kayla, lantas sejak kapan perasaan itu muncul?

"Apa ibu tahu rumah anak yang bernama Juned itu?" Pak Reza akhirnya bertanya. Ia cukup lama terdiam sedari tadi.

"Saya tidak tahu, Pak. Tetapi saya punya data alamat para murid di kantor saya, di sekolah. Saya rasa alamat rumah Juned ada disana. Sedangkan perintah kepala sekolah menahan saya untuk tidak boleh mendatangi sekolah sebelum kasus terungkap," Bu Anita tertunduk. Kurasa ia benar-benar sedih atas kasus yang terjadi di sekolah.

"Tidak apa, Bu. Inspektur yang menangani kasus tragedi toilet sekolah itu adalah rekan saya. Ibu bisa ke sekolah dengan adanya persetujuan beliau. Siapa tahu ini dapat menuntun kita menemukan pembunuhnya. Karena menurut saya hal ini berhubungan,"

"Baik, Pak. Besok saya akan ke sekolah. Tapi saya tidak bisa datang sendiri, Pak. Kepolisian tidak akan mudah percaya jika ..."

"Tenang saja, Bu. Besok saya jemput.  Saya juga mengerti prosedur itu," sahut Pak Reza memotong pembicaraan Bu Anita. Ku lihat ada semangat dalam dirinya. Sepertinya ia tidak sabar membongkar identitas pembunuhnya. Tapi apa yakin Juned berhubungan dengan semua ini? Aku sungguh ragu.

"Saya ikut, Pak!" Seru Glen tiba-tiba.

"Tidak bisa. Ini kasus pribadi. Selain keluarga tidak boleh ikut campur," Alfian menjawab ketus. Cara marahnya sungguh lucu.

Pak Reza tersenyum, "Baik. Hanya Glen yang boleh ikut. Ada informasi dari rekan saya bahwa dia telah berhasil menemukan beberapa jejak pembunuh itu, jika bukti itu positif milik dengan Glen, dia tidak bisa lagi mengelak. Jujur saja saya masih curiga."

Kulihat Glen tersenyum sarkastik ke arah Alfian. Sedangkan penggila sains itu hanya memutar bola matanya malas. Setelah cukup berbicara dengan Bu Anita, kami izin pulang dikarenakan hari sudah menjelang malam. Pak Reza tidak bisa mengantarkan kami satu persatu karena ia harus mengkonfirmasikan terkait pertemuan dengan rekannya besok. Jadi, beliau mengantarkan kami kembali ke rumah Kayla.

Sesampainya disana, rumah Kayla sudah bersih. Sisa sampah dari acara pengajian tadi tidak terlihat lagi.  Satu persatu dari kami pamit pulang. Sebenarnya aku ingin menginap, tetapi apalah artinya aku menginap tanpa adanya Kayla. Pada akhirnya aku memutuskan untuk pulang meskipun jalanan cukup sepi. Rumahku dan Kayla pun terbilang jauh. Sialnya, gawai ku ini mati karena kehabisan asupan baterai. Jadi, terpaksa aku harus jalan kaki karena tidak bisa memesan transportasi online.

Awalnya aku merasa biasa saja. Tapi entahlah, semakin jauh dari rumah Kayla, semakin aku merasa takut. Padahal jika ada orang jahat, aku tinggal mengeluarkan jurus-jurus yang sudah ku pelajari selama ini. Berkali-kali aku menengok ke belakang, rasanya aneh. Seperti...

Tragedi Toilet Sekolah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang