Alsa:
Emang kalo udah pulang
kenapa Kak?

Kak Rian:
|Gapapa

Alsa:
Oke Kak :)

Mata Alsa melebar saat melihat Rian menelpon. Sontak ponselnya dia biarkan di atas kasur, sama sekali tak menyangka jika Rian mengubah room chatt menjadi panggilan.

Angkat atau tidak?

Alsa bingung. Baru kali ini Rian menghubunginya lewat panggilan, bahkan Rian orang pertama yang melakukannya. Sungguh kebimbangan yang melanda hati, intinya Alsa ragu sekarang.

Saat Alsa hendak mengangkatnya, panggilan pun mati. Cepat-cepat gadis itu mengambil ponselnya untuk mengecek, apakah Rian kembali menghubunginya?

Kak Rian:
|Buk Diah dateng
|Aku belajar dulu

Alsa menghela napas. Ia bersyukur sebab Rian tidak menelpon lagi. Kedatangan Buk Diah membawa berkah. Rian juga ... Tampaknya dia benar-benar tidak membolos dan mengikuti pelajaran Buk Diah selaku guru kimia.

Umi tiba-tiba mengetuk pintu kamarnya. Pasti untuk mengecek keadaannya sekarang.

"Alsa," panggil Umi dari luar.

"Masuk aja Umi." Alsa bangkit dari tempat tidur.

Dengan hati-hati Umi membuka pintu, satu tangannya memegang nampan berisi sarapan. Seharusnya itu tidak perlu. Alsa baru saja hendak turun untuk sarapan, tapi sudah keduluan Umi yang mendatanginya.

"Umi kenapa repot-repot sih." Alsa bangkit membantu Umi-nya membawa makanan untuknya. "Kan Alsa bisa ambil sendiri," ujar Alsa merasa sudah merepotkan Umi.

"Udah enggak pa-pa. Kata Abi, kan, hari ini kamu harus istirahat." Umi mengambil obat untuk anaknya minum setelah makan.

Melihat beberapa butir obat saja sudah membuat Alsa mual. "Enggak usah minum obat ya Umi, please ..." pintanya dengan sangat-sangat.

Umi menggeleng dengan sorot mata tajam. Jika sudah begini sudah tidak ada harapan lagi untuk memohon. Mau tidak mau setelah makan Alsa harus meminum obat pahit yang diberikan oleh Dokter.

****

Sosok Rian yang dikenal sebagai preman sekolah berhasil membuat para guru terpukau sebab hari ini dia berubah menjadi sosok murid teladan. Sungguh mengejutkan banyak pihak, bahkan teman-temannya tidak percaya Rian bisa begini. Rian itu ... sebenarnya dia murid yang jenius namun rasa malas dan keegoisan dalam dirinyalah yang membuatnya menjadi susah diatur.

Kini Rian sedang membantu Pak Asep membawa peralatan olahraga untuk dibawa ke kelas X IPS 4. Bayangkan saja sepanjang koridor banyak kaum hawa terutama adik kelas yang terpesona dengan Rian. Rian tetap berjalan cool sambil membawa tas berisi bola basket.

Dia sama sekali tidak tertarik untuk melirik siapa-siapa yang memujinya. Baginya yang terpenting saat ini yakni pujian dari Alsa. Kalau bisa Rian ingin cepat memutar waktu agar bisa bertemu dengan Tuan puterinya.

Saat sampai di kelas X IPS 4, Rian tak sengaja beradu pandang dengan adik kelas yang sedang memujinya.

"Ya ampun Kakak itu ngeliatin gue."

Tentang KitaWhere stories live. Discover now