Lisa-22

2.6K 114 1
                                    

"Gue mau mulai sekarang kita PUTUS!!!"

Degg!!

Bagai tersambar petir di siang bolong. Rasa yang kini Lisa rasakan hanya sakit. Perih. Definisi tak terhingga, kini yang dapat mewakili perasaan Lisa hanyalah air mata.

"Putus?" tanya Lisa lirih.

"Denger kan?! Gue mau kita putus Lisa!!" balas Febi dengan penuh penekanan.

"Kasih gue alesan kenapa lo mutusin gue?" tanya Lisa dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.

"Ck, lo masih nanya? Mikir dong Lis. Lo itu disukai sama orang yang jelas-jelas tiap hari sering ke rumah lo bahkan sering nginep di tempat lo!" kata Febi yang masih tersulut emosi.

"Lo ngaca!! Lo tiap hari bolak-balik keluar masuk club dan lo selalu gonta-ganti pasangan!! Lebih keji mana!!" kata Fiki yang kini sudah tidak bisa menahan emosinya lagi.

"Kalo iya kenapa?! Toh itu club milik gue, apa hak-nya lo ngatur-ngatur gue? Salahin Lisa kenapa nggak pernah mau sekedar gue ajak ciuman!" kata Febi.

Bisa kalian bayangkan betapa malunya Lisa saat itu. Kini ia hanya bisa menangis dalam tundukannya. Bahkan omongan Febi barusan sukses membuat hati Lisa hancur hanya dalam hitungan detik. Ia tidak menyangka jika apa yang dikatakan Fiki memang benar. Begitupun dengan yang lain yang menatap Febi tak percaya.

"Kesel gue sama lo Lis, capek! Udah lah. Hubungan ini juga nggak ada gunanya, gue juga nggak suka sama lo," kata Febi yang begitu menyakiti hati Lisa.

"Gue benci sama lo Feb!! Oke kita putus!" balasnya singkat lalu berlari meninggalkan kerumunan begitu saja. Dan baru ini, pertama kalinya. Lisa memanggil Febi tanpa embel-embel 'Kak' atau 'Kakak'.

"Bangsat!!!"

Bughh!!

Febi kembali tersungkur ke lantai dengan muka yang sudah dipenuhi dengan luka lebam akibat serangan Fiki tadi. Kini, Fiki tengah berlari mengejar Lisa yang saat ini suasana hatinya sedang di porak-poranda.

"Gue benci sama lo Feb!! Gue benci!!! Gue nyesel udah kenal bahkan udah cinta sama orang kaya lo!!" racau Lisa saat ia sedang duduk di rooftop.

"Kenapa sih hidup gue gini banget?!" katanya dalam tangisan yang kian mengalir tanpa henti. Hingga sepasang tangan kekar melingkar di perutnya.

"Jangan nangis. Lo nangis gue ikut sedih, maafin gue karena gara-gara gue. Lo jadi putus," kata Fiki yang kini sudah merubah posisinya menjadi duduk disamping Lisa.

"Nggak kok. Nggak salah lo juga, justru gue makasih banget. Coba kalo tadi lo nggak nyuapin gue, mungkin gue nggak bakal tau fakta yang sebenarnya," balas Lisa sambil tersenyum.

"Jangan ditangisin. Itu malah bikin lo terlihat lebih lemah, jangan nangisin orang yang sama sekali nggak peduliin elo," kata Fiki sambil mengelus punggung tangan Lisa lembut.

"Gue nggak tau harus berbuat gimana supaya gue bisa ngebales semua perbuatan yang udah lo kasih ke gue. Gue makasih banget, karena mungkin tanpa lo gue nggak tau bakal kaya gimana," kata Lisa.

"Nggak perlu makasih. Karena ngejagain lo sekaligus bikin lo bahagia itu udah jadi tugas dan kewajiban gue," balas Fiki sambil tersenyum manis.

"Boleh peluk nggak?" tanya Lisa dengan suara seraknya.

"Boleh, minta cium juga boleh," goda Fiki yang membuat Lisa bersemu merah.

"Peluk aja," balasnya lalu berhambur ke dalam pelukan hangat Fiki.

"Lis?" panggil Fiki.

"Iya?" jawab Lisa.

"Lo tau nggak apa yang lagi gue rasain sekarang?" tanya Fiki sambil menatap gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi di depannya.

Lisa [Sudah Terbit dalam Bentuk E-Book] Kde žijí příběhy. Začni objevovat