Isakan Gigi semakin memilukan, dia takut di pecat. Dan lebih takut lagi jika aksinya dilaporkan ke polisi. Dia akan mendekam lama di dalam jeruji dengan kasus penganiayaan. Haga punya banyak uang, ingat.

Puas menangis, Gigi membaringkan kepala. Tanpa sadar dia tertidur di sana. Pukul tiga pagi Gigi terbangun dengan jantung berdebar. Keringat membasahi wajah. Dia harus menggulung rambut agar tidak kegerahan.

Gigi mengumpat, dia mengelus dadanya yang masih menyisihkan debar. Mimpinya sangat buruk, ia bermimpi di masukan ke dalam penjara oleh Haga. Membuatnya menjadi semakin takut menghadapi lelaki itu nanti. Ingin izin, tapi pusing di kepala sudah menghilang.

Bisa jadi dia benar-benar di pecat jika bolos lagi. Pasrah, Gigi bangkit. Dia akan berbaring beberapa jam di ranjang, untuk menghilangkan rasa pegal di tubuh.

Belum puas rasanya dia berbaring, alarm sudah kembali membangunkannya. Tanpa semangat Gigi bersiap, satu jam kemudian dia sudah sampai di tempatnya bekerja.

Kakinya terasa sangat berat untuk diajak melangkah.

"Gi."

Tepukan di bahu, membuat Gigi menoleh. Dia memaksakan senyum melihat Samuel di sampingnya.

"Sudah sehat?" Gigi mengangguk. "Ayo masuk, Pak Haga kemarin sempat nyariin kamu."

Dengan kepala menunduk Gigi mengikuti langkah Samuel. "Tapi aneh sih, Gi. Pak Haga abis nayain kamu, dia juga menghilang dan enggak balik lagi ke kantor. Untung ini kantornya ya, kalau enggak udah di pecat kali, hilang tanpa keterangan gitu."

Samuel di sampingnya terus berbicara, Gigi mengangguk saja dengan pikiran tak tentu arah.

Kemungkinan besar, Haga menungguinya seharian. Sepertinya Gigi harus banyak-banyak mengucapkan terima kasih nanti, dan jika Haga tidak melaporkannya ke polisi, di akan menuruti apa pun yang Haga minta.

"Jangan melamun Gi, nanti sakit lagi." Samuel menariknya yang hampir saja menabrak tembok.

Gigi meringis, kembali mengucapkan terima kasih sebelum duduk di kursinya dengan tenang. Mulai menghidupkan komputer dan mengerjakan pekerjaannya yang tertunda.

"Mau kopi enggak, Gi?"

"Boleh deh, agak pahit ya, Mas." Gigi menyengir, dia tersenyum melihat Samuel mengacungkan kedua jempol tangannya.

"Kamu sudah masuk?"

"Sudah, Pak." Gigi bangkit dia membungkuk hormat pada Haga. Sedikit terkejut melihat kedatangan lelaki itu yang tidak di dengarnya.

"Sudah sehat?"

Mengangguk. Gigi berkata, "Terima kasih Pak, ini semua berkat, Bapak."

Gigi melirik wajah Haga, tidak ada bekas luka di wajah tampan lelaki itu. Masih sempurna seperti sebelum-belumnya. Berarti dia aman, kan? Gigi meyakinkan diri sendiri, tapi meskipun begitu dia masih merasa tidak nyaman. Gigi belum meminta maaf atas aksinya, membuat apa pun yang dia kerjakan hari itu menjadi serba salah.

Sudah Gigi putuskan, setelah jam kantor habis dia akan menghadap Haga, meminta maaf secara pribadi pada bosnya. Dan sekarang di sini lah dia, duduk menghadap Haga dengan gugup.

"Ada apa?"

Itu menjadi pertanyaan kedua Haga, tapi Gigi masih tidak mampu membuka mulut.

"Gigi?"

Menelan kegugupannya, Gigi memberanikan diri menatap Haga. "Saya mau meminta maaf, Pak." Gigi memulai, tangannya di remas dengan kuat. "Saya benar-benar minta maaf sudah lancang kemarin lusa."

Haga & Gigi जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें