"Jangan beritahu Viona. Dia bisa marah."
-
Huek!
Huek!
"Yah, Ser, lemah lo. Baru tiga putaran tapi lo sudah muntah." Ejek Ari yang keadaannya sama seperti yang lain—setengah sadar.
"Eh, gue masih kuat! Sini kasih gue lagi!"
Bagas menuangkan segelas minuman itu lagi dan memberikannya padaku.
Aku tertawa kecil menatap gelas di genggaman ku. Pandanganku tak tentu arah bahkan tubuhku pun tak henti-hentinya bergoyang ke kanan dan ke kiri.
Kepalaku terasa berputar-putar.
"Nih ya, lo lihat gue minum. Gue itu masih kuat!"
Ku teguk cairan berbau itu dalam sekali tegukkan atau orang-orang biasa menyebutnya dengan kata one shot.
"Ah!" Aku mengembalikan gelas itu pada Bagas.
"Bagas, lo lemah!" Seruku. Ari, Indra, dan Kevin ikut menatap Bagas dengan pandangan yang mengabur akibat minuman itu. "Ari, Bagas lemah, Ri!"
Ari tertawa keras. Kalau orang normal pasti akan mencium bau alkohol yang pekat dari napas kita; aku, Ari, Kevin, dan Indra.
"Kalau gue ikut minum, lo tidak bisa pulang, Ser." Timpal Bagas.
"Pulang?" Aku mendekat pada Bagas. "Bagas lupa? Sera kan tidak punya rumah! Sera tidak akan pulang Bagas." Usai mengucapkan kalimat itu, aku tertawa keras di hadapan Bagas seperti orang tidak waras.
"Lo bau alkohol, Ser." Bagas mendorongku untuk menjauh.
Aku mengibaskan tanganku di hadapannya dan wajahku berubah tak bersahabat.
"Lo berisik, Gas. Gue ngantuk," Aku berucap menggantung. "Gue mau tidur. Disini." Lanjutku sembari mencari lahan untukku tidur.
Aku bahkan mengusir Kevin yang berada di atas sofa dan menyuruhnya pindah ke lantai. Biar ku beritahu, saat ini kami berada di rumah Indra. Orang tuanya jarang berada di rumah.
Ari dan Indra sudah terkapar tak berdaya di atas lantai dingin. Aku, Kevin, dan juga Bagas masih tersadar.
"Jangan beritahu Viona." Lirihku.
"Hm." Sahut Bagas mengiyakan.
Plak!
Kudengar bunyi nyaring di sekitarku. Aku tersenyum tipis, sangat tipis, saat Bagas membentak Kevin.
"Jauhi tangan lo dari Sera, Kev!"
Aku merasa harga diri ku lebih rendah dari apapun. Aku merasa kecil.
Ya, aku ingat saat itu Kevin berusaha menyentuhku.
Kalian benar, sentuhan itu yang ku maksud. Hampir saja aku membenarkan ucapan Ayahku yang mengataiku perempuan tidak benar namun beruntungnya ada Bagas yang menghentikan kegiatan gila Kevin padaku.
Bagas menarikku untuk bangun.
Aku tidak begitu sadar tapi aku merasa tubuhku sedikit menghangat. Ku tebak, Bagas pasti memakaikan jaketnya padaku.
Aku tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi karena ketika aku tersadar bagaikan magic, aku sudah berada di dalam kamarku. Lalu aku menyadari bahwa saat ini aku berada di rumah ayahku.
Bagaiman aku bisa tahu?
Why can't I be happy just like child?
Aku menuliskan beberapa kalimat yang memenuhi isi hatiku di dinding kamarku. Kalimat yang aku sebutkan di atas itu sudah mewarnai dindingku semenjak aku menginjak kelas 1 SMP.
Aku hanya berharap tidak akan terjadi apa-apa malam tadi. Aku ingin semuanya baik-baik saja.
-
A. N : hey, how's wattpad today?
udah lama gak update cerita apapun di wattpad krn kesibukan di dunia nyata :)
doain w dan temen w si "Sera" bisa lancar dalam uprak ya. semoga si "Sera" bisa dapet PTN komunikasi aamin💟
jangan lupa vote&komen🤘
KAMU SEDANG MEMBACA
Learn to be Alone
Fiksi RemajaUntuk kamu, Kan ku luangkan waktu untuk menorehkan semua luka dan sedihku ini diatas kertas putih yang mungkin akan menguning termakan waktu. Sejujurnya aku malu mengatakan bahwa aku telah kehilangan banyak orang yang aku cintai dalam hidupku. Kamul...
