5- Sink

8.7K 635 36
                                    

Dolly duduk meringkuk di sisi pintu utama rumah. Sudah menjadi kebiasaannya untuk terjaga sebelum Mars pulang kerja, seperti seekor anjing yang menanti majikannya. Padahal Jupiter sudah terlelap di kandangnya, dan anjing itu punya insting yang kuat untuk segera bangun dan menggonggong begitu Mars tiba. Sedangkan Dolly, dilihat dari sisi mana pun, dia hanyalah manusia biasa. Bekerja seharian membersihkan rumah dengan tubuhnya yang ringkih, akan membuatnya tertidur lelap tanpa terbangun lagi. Dan dia tak ingin Mars marah mendapatinya tertidur sebelum dirinya.

Brak! "Ayo lakukan ini dengan cepat."

Mars memasuki rumah sambil bercumbu buas dengan seorang wanita tinggi berambut coklat kepirangan yang cantiknya seperti model televisi. Suara desahan mereka yang membabi buta mengalihkan perhatian Dolly. Gadis itu mendapati Mars tidak menendangnya lagi seperti biasa, karena tangannya sibuk menggerayangi teman kencannya.

"Mars..." teman kencannya sibuk mendesah dengan gaun biru mininya yang nyaris melorot ke lantai. Mereka bahkan tak mau repot-repot untuk melakukannya di kamar terdekat karena mereka sudah bergelung di sofa ruang tengah. Tak memerhatikan pula dengan sosok Dolly yang tampak tak asing dengan kegiatan mereka.

Kemudian suara desahan bertubi-tubi pun mendominasi udara. Dolly menenggelamkan wajah ke kedua kakinya, berusaha menulikan telinga, meski pun tak berhasil. Dengan susah payah dia memejamkan mata. Lalu di sudut ruang besar itu lah Dolly akhirnya tertidur.

Pagi harinya, Dolly terbangun oleh suara pekikan pelan teman kencan Mars yang tengah mengendap-ngendap hendak pergi. Wanita itu terkejut melihat Dolly dan menduga-duga sejak kapan gadis itu berada di sana. Dolly menatapnya dengan mata redup, yang entah kenapa terlihat menakutkan bagi wanita itu.

"Abaikan saja. Dia hanya pembantu," Suara Mars yang baru bangun dari sofa mengejutkan teman kencannya.

"Dia... pembantumu?" wanita itu menunjuk Dolly dengan muka bertanya pada Mars. Mars hanya mengangguk sambil menguap. Mencoba sepenuhnya untuk sadar dari tidurnya. Wanita itu menilik kembali kearah Dolly, dan bertanya-tanya mengapa ada gadis semuda itu menjadi pembantu. Dan melihat dari sikap Dolly yang hanya duduk menunduk seolah mengasingkan diri, dugaan yang membuatnya jijik pun tak bisa ditepisnya.

"Dia... idiot?" tanyanya dengan ekpresi mengeryit yang jelas. Mars pun bereaksi dengan mengeryit juga. Seolah pemahaman itu baru saja terlintas di pikirannya karena tak pernah terpikirkan sebelumnya untuk menyebut gadis itu lebih rendah lagi dari kata pelacur.

"Mmm.. ya, kupikir begitu," Mars menjawab tak yakin, sambil memikirkan kembali sikap gadis bisu itu selama ini.

"Kau memperkerjakan gadis idiot di rumahmu?!" wanita itu berteriak kaget.

"Itu bukan urusanmu, Lusy. Dan ngomong-ngomong, mengapa kau mengendap-ngendap pergi dari rumahku?" Mars bertanya dengan nada tersinggung.

"Itu karena aku tidak ingin mengganggu tidurmu, dan karena nanti siang suamiku akan pulang dari luar kota."

"Ah, lelaki tua itu," Mars berkata sarkasme.

"Jangan meledeknya, Mars! Tanpa dia, kau tak mungkin mendapat kontrak kerjasama milyaran itu!" wanita yang dipanggil Lusy itu menghardik marah. Mars hanya mengangkat bahu, "Yah... selain sex-nya yang payah, aku tak menyalahkanmu untuk tetap memilih menjadi isteri simpanannya, karena bagaimana pun, lelaki tua itu memiliki aset yang sangat besar yang tersebar di seluruh dunia."

Lusy mendengus mendengar nada mencela yang terselip di balik pujian berlebihan Mars yang memang tidak mengada-ngada. Dia memilih untuk tidak mendebat pria teman 'bermain'nya itu, lalu memutuskan untuk memakai high heels yang sedari tadi hanya di pegangnya.

The PrisonerWhere stories live. Discover now