Bagian 5

159K 1.7K 82
                                    

Sudah sebulan ini aku hidup sendiri di sebuah kos-kosan berukuran 3×4 meter. Hanya Marta yang menemani kesendirianku. Gadis berkulit seputih porselen itu sering menginap di tempatku. Terutama saat weekend, di mana kami mendapat jatah libur dari kantor. Biasanya kami menghabiskan waktu bersama untuk menonton drama korea terbaru atau pun sekedar mengobrol tentang berbagai hal.

Tapi tidak untuk weekend kali ini. Marta akan mempersiapkan keperluan pernikahannya dengan Simon. Kami berpelukan sewaktu diparkiran tadi dan gadis itu meminta maaf karena tidak bisa menemaniku kali ini.

Hujan turun cukup deras. Kilatan petir bersahutan di langit yang kian menggelap. Hari masih sore tapi cuaca gelapnya awan membuatnya seperti malam. Aku baru saja sampai di kos, tepat saat hujan turun menyapa bumi.

Setelah membersihkan badan dan mengisi perut, aku berbaring menatap langit-langit kamar, ditemani suara gemricik air hujan yang entah mengapa mengantarkanku pada kesedihan mendalam.

Di sini, di ruangan sempit ini, aku sendiri. Benar-benar merasa sendirian. Tak ada yang tau aku tinggal di tempat ini. Orang tuaku, mertuaku, Adi maupun Melati. Mereka tak ada yang tahu. Hanya Marta.

Aku sengaja tak memberitahu orang tua kami. Dan Adi yang konon statusnya suamiku, sama sekali tak menghubungiku sejak pertengkaran kami malam itu. Sedangkan Melati beberapa kali menghubungiku, memintaku untuk pulang ke rumah dan meminta maaf atas nama Adi.

Aku tak menggubrisnya. Untuk apa aku kembali ke sana, sedangkan suamiku sendiri sama sekali tak mencari keberadaanku.

Akhirnya rasa kantuk menyerang. Aku tertidur dengan air mata yang telah mengering. Namun sebuah suara ketukan di pintu kamar membangunkanku.

"Assalammu'alaikum."

Dengan malas aku membuka mata.

"Assalammu'alaikum." Suara laki-laki yang tak asing di telingaku kembali mengucap salam.

Aku meraih kerudung lalu memakainya. Dan melangkah menuju pintu. Ku putar lubang kunci dan menarik gagang pintu. Detik selanjutnya pintu terbuka.

Ferdi. Laki-laki yang di beberapa bagian bajunya basah berdiri di depanku dengan badan menggigil.

"Ferdi. Ka-kamu ngapain di sini?"

"Aku ingin bicara."

Setelah mempersilakannya duduk di teras. Aku masuk ke dalam untuk membuatkannya teh hangat dan memberikannya handuk. Tempat kos ku terdiri dari enam belas pintu dengan kamar saling berhadapan. Dan lorong di depan kos kami memang dijadikan teras untuk menerima tamu. Sehingga, tamu tidak perlu masuk ke kamar.

Dan di sini kami sekarang. Duduk bersisian di sebuah kursi panjang terbuat dari anyaman bambu.

Hujan telah berganti dengan gerimis kecil. Kami masih sama-sama diam, sibuk dengan pikiran kami masing-masing.

Suasana kos nampak lengang. Hanya terlihat dua gadis yang tadi sempat menyapa kami. Mereka baru saja pulang kerja.

"Ada apa?" tanyaku memecah keheningan di antara kami.

"Kenapa gak cerita?"

"Tentang apa?"

"Tentang rumah tanggamu yang justru membuatmu terluka." Adi menatapku iba. Aku melengos, tak ingin lama-lama bersitatap dengannya.

Bagaimana pun aku seorang istri. Duduk berdua dengannya saja sudah membuatku merasa bersalah pada Adi. Tapi aku tak tega mengusir lelaki di sampingku yang akhir-akhir ini nampak begitu kacau.

"Aku hanya melakukan apa yang seharusnya seorang istri lakukan. Rasanya kurang pantas kalau aku membicarakan perihal rumah tanggaku pada laki-laki lain."

Orang Ketiga (TAMAT)Where stories live. Discover now