44 | Mimpi Besar Mereka

138 28 29
                                    

“Kek, Hiro nggak pernah ngerasain kasih sayang seorang Mama karena Mama Hiro udah meninggal setelah ngelahirin Hiro. Hiro nggak tahu, Kek, gimana rasanya dikhawatirin sama Ibu kita. Gimana rasanya diperhatiin sama Ibu kita. Karena Hiro udah nggak punya Mama sejak lahir. Tapi Hiro bisa ngerasain semua itu setelah ada Bunda. Akhirnya Hiro tahu gimana rasanya diperhatiin seorang Ibu. Bunda ngebikin Hiro bisa ngerti gimana rasanya dicintai sama seorang Ibu, Kek. Akhirnya Hiro tahu gimana rasanya punya seorang Ibu.”

Katsuro Miyazaki―Om Zaki―mendengar penuturan Hiroki dengan perasaan berkecamuk. Di satu sisi, dia masih belum rela anak bungsunya itu dinikahi oleh Taka. Namun di sisi yang lain, hatinya bergetar mendengar curahan hati Hiroki yang tidak pernah mengenal kasih sayang seorang Mama sebelumnya. Sebagai seorang Papa dan juga Kakek yang memiliki dua cucu, hatinya sungguh iba hanya mendengar ucapan Hiroki barusan. Namun lagi-lagi, logikanya masih berusaha menyangkal untuk tidak membuat keputusan secepatnya.

“Kek, apa Hiro terlalu egois kalau Hiro pengen Bu Akira jadi Bundanya Hiro? Hiro udah terlanjur sayang sama Bunda, Kek. Hiro juga butuh Bunda.”

Lagi. Perasaan laki-laki paruh baya itu berkecamuk.

Lain dengan sang suami yang masih terduduk diam, sang istri―Hanako Miyazaki―tergerak hatinya untuk menghampiri Hiroki yang duduk di sofa seberangnya. Dia seorang perempuan―yang pasti lebih mudah tersentuh hatinya ketimbang seorang laki-laki. Alhasil, Mama Akira itu segera merangkul pundak Hiroki sambil tersenyum menguatkan. Mama Akira memang lebih mudah diambil hatinya ketimbang sang suami.

“Nek, Hiro tahu Papa nggak sesempurna itu untuk bisa dapetin restu dari Kakek sama Nenek. Papa jauh dari apa yang pasti Kakek sama Nenek harapkan. Tapi Hiro percaya sama Papa. Papa nggak sejahat itu untuk nyakitin dan nyia-nyiain Bunda, Nek. Papa emang pernah salah, tapi Papa udah berubah sejak kenal sama Bunda.” Kali ini Hiroki berbicara dengan Hanako. Mencoba meyakinkan wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu.

Soal kedatangannya kemari, Hiroki sama sekali tidak memberitahu Akira maupun Taka. Pemuda itu datang kemari memang atas inisiatifnya sendiri, bukan atas permintaan tolong Taka. Selama ini Hiroki telah belajar peka atas semua keadaan. Dan ketika dirinya menyadari ada yang berbeda dengan tingkah Papanya, dia berusaha mencari tahu. Lalu akhirnya dia tahu. Apa yang membuat Papanya terlihat sedikit murung dan juga Akira yang tidak secerah biasanya, dia sudah menduga bahwa hal inilah yang terjadi.

Maka dengan meminta bantuan Chichi, pemuda itu mendatangi kediaman Miyazaki setelah pulang sekolah. Ini memang sudah direncanakannya. Dia akan datang kemari saat Akira sedang tidak ada di rumah. Dengan demikian, dia bisa mengutarakan semuanya di depan orang tua Akira. Karena jika perempuan itu berada di rumah, Hiroki tidak mungkin sanggup untuk mengatakannya.

“Kek, Nek, sekali lagi Hiro minta maaf kalau Hiro terkesan egois buat minta Kakek sama Nenek restuin hubungan Papa sama Bunda,” ucap Hiroki dengan mata yang sedikit berembun. Entahlah, baginya ini cukup menyesakkan. “Tapi Hiro juga pengen punya keluarga utuh, Kek, Nek. Hiro pengen punya Ibu. Biar Hiro nggak diem-diem nahan sesek pas ada temen Hiro di sekolah yang nyeritain Mamanya. Biar Hiro nggak sendirian dan nggak ngerepotin orang lain lagi pas ditinggal Papa kerja ke luar kota. Biar ada yang bantu ngingetin Hiro kalau Hiro salah. Biar ada yang ngasi―” Hiroki tidak bisa menyelesaikan kalimatnya ketika setetes cairan bening itu keluar juga dari pelupuk matanya.

Huh! Hiroki hanya ingin punya Mama. Kenapa semesta seolah tidak merestuinya?

Tante Hana menarik Hiroki ke dalam pelukannya. Sambil mengusap pangkal lengan pemuda itu, dia berkata, “Sudah, Nak, sudah. Nenek tahu perasaan kamu,” katanya lembut, “Kamu yang sabar. Nenek akan coba bicara sama Kakek nanti,” lanjutnya sedikit berbisik di telinga Hiroki.

Growing Up (Vol. 02)Where stories live. Discover now