43 | Negosiasi Kebahagiaan Akira

154 28 37
                                    

Taka memandang sebuket krisan putih yang sejak tadi dia letakkan di atas pusara. Sambil mengelus nisan bernamakan mendiang istrinya itu, Taka mencurahkan segala isi hatinya yang membelenggu. Semua resah yang dipendamnya dalam-dalam, dia tuturkan kepada sang istri.

“Nao, apa keputusanku buat nikahin Akira itu salah? Apa sejujurnya kamu nggak bener-bener ngizinin kalau aku nikah sama dia?” gumam Taka kemudian menghela napas berat.

Angin berhembus pelan, membelai anak rambut Taka yang berwarna cokelat kehitaman. Laki-laki itu sudah sejak setengah jam yang lalu duduk disana. Mengutarakan segala isi hati yang menyesakkan dadanya. Mungkin akan jadi percuma, dia tidak mendapat apa-apa, sebab bercerita pada batu nisan yang tak bernyawa. Tapi memang ini yang diinginkan Taka. Dia hanya ingin menumpahkan ceritanya.

“Nao, satu hal yang perlu kamu tahu. Saat ini mungkin aku beneran jatuh cinta sama perempuan lain, tapi nggak ada yang bisa ngerubah kenyataan diantara kita. Kamu tetep jadi yang pertama. Selamanya akan begitu,” gumam Taka lagi bermonolog. “Nao, aku bukannya nggak setia sama kamu dengan berniat menikah sama perempuan lain. Tapi aku juga cinta sama dia. Sebesar cinta yang kukasih ke kamu,” imbuhnya lagi.

Taka menjeda sejenak ucapannya untuk menarik napas. Kemudian kilasan masa-masa itu terputar begitu saja dalam benaknya. Taka masih ingat betul pertemuannya dengan Naomi. Sosok itu begitu hangat, mengisi kekosongan hati Taka dikala usia remaja. Kebersamaan mereka yang tak pernah terpisahkan dan dipenuhi bunga-bunga cinta. Seolah dunia adalah milik mereka, sedang yang lainnya hanya kebetulan lewat saja. Kemudian yang paling menyesakkan adalah perpisahan yang terjadi ketika seharusnya mereka tengah diliputi kebahagiaan. Limabelas tahun yang lalu, Tuhan memberikan malaikat kecil diantara mereka. Namun sebagai gantinya, Tuhan mengambil Naomi untuk selamanya.

Laki-laki bersurai cokelat kehitaman itu menundukkan kepala. Ribuan bongkah baja tak kasat mata menghantam tubuhnya dengan segera.

Sepertiga detik kemudian, ingatannya berpindah pada masa-masa dimana dia kehilangan arah. Melampiaskan rasa sakitnya akibat kepergian Naomi dengan cara yang salah, dia bermain-main dengan banyak perempuan sesuka hatinya. Datang hanya untuk sekedar pergi lagi. Taka terluka, teramat parah. Dia bahkan berpikir tidak akan pernah sembuh lagi. Dia tidak akan pernah merasakan cinta lagi. Itulah sebabnya dia memilih hidup bebas dengan banyak perempuan yang beragam. Semua dia lakukan hanya untuk menutupi rasa sakitnya yang tak kunjung sembuh.

Adalah hal yang wajar ketika orang-orang berpikir bahwa Taka hanyalah salah satu dari sekian banyak laki-laki buaya yang ada di muka bumi ini. Yang suka modus, yang suka menjerat hati para perempuan, yang suka tebar pesona, dan tentu masih banyak lagi sebutan yang dia sandang. Itu yang diketahui orang-orang. Namun siapa yang tahu jika sesungguhnya―jauh di dalam hatinya―dia hanyalah seorang laki-laki patah hati karena ditinggal oleh perempuan yang paling dicintainya. Sekali lagi, Taka hanyalah laki-laki patah hati yang melampiaskan semuanya dengan cara hidup bebas dan mengencani banyak perempuan yang berbeda. Sampai akhirnya dia bertemu dengan sesosok perempuan yang menjungkir-balikkan dunianya. Si jutek yang menjadi wali kelas di sekolah putra semata wayangnya, Hiroki.

Taka terkekeh kecil mengingat bagaimana pertemuannya dengan Akira. Tidak ada yang istimewa memang. Bahkan rasanya cukup drama, mengingat bagaimana mereka akhirnya bersama setelah sebelumnya Akira selalu menolak kehadiran Taka dengan terang-terangan. Lucu saja rasanya. Namun lebih dari itu, Taka menyadari satu hal. Luka yang―selalu dia sembunyikan―selama limabelas tahun tak kunjung sembuh, perlahan-lahan terobati seiring kehadiran Akira.

“Nao, aku cinta sama kamu. Masih selalu cinta sama kamu. Tapi kamu tahu kan keadaannya gimana? Tuhan udah ngambil kamu dari aku, dan nggak akan mungkin buat kita bisa bersama meski sebesar apapun cintaku ke kamu,” Taka bercerita lagi di depan makam Naomi, “Jadi kalau aku sekarang berniat ngelanjutin hidup dengan perempuan lain, apa menurut kamu aku salah?”

Growing Up (Vol. 02)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu