39 | Dimulai Dari Teman

194 26 90
                                    

Pada keesokan hari setelah insiden perkelahian Hiroki yang membuat dirinya harus dirawat di rumah sakit, Akira masih harus menunggui pemuda itu. Seperti janji yang diucapkannya pada Katsuma, dia akan menjaga Hiroki sampai laki-laki itu kembali dari luar kota. Namun ternyata Katsuma tidak bisa menepati ucapannya. Urusannya di luar kota belum bisa ditinggalkan. Alhasil Akira harus kembali menjaga Hiroki.

Kali ini, Hiroki sudah berada di rumah. Dia sudah diperbolehkan pulang sejak pagi tadi. Dan kabar mengejutkannya adalah bahwa Akira sedang di rumah pemuda itu sekarang. Ini sedikit aneh. Tapi asal kalian tahu saja, justru Hiroki yang meminta Akira untuk tetap tinggal. Dia tidak mau di rumah sendirian, katanya. Dan ngomong-ngomong, Akira sampai harus absen mengajar hari ini demi menjaga seorang Hiroki.

Di keesokan harinya lagi, Akira masih tetap menjaga Hiroki karena Katsuma belum pulang juga. Akira kesal juga lama-lama. Dia merasa dipermainkan oleh kata-kata Katsuma. Bukannya dia tidak ikhlas menjaga Hiroki. Hanya saja rasanya masih sedikit aneh untuk berada di dalam rumah pemuda itu. Sebelumnya mereka tidak dekat sama sekali, mengobrol santai pun jarang. Tapi sekarang lihat? Akira harus mengantar-jemput Hiroki pulang sekolah. Kemudian sampai rumah dia harus memastikan bahwa pemuda itu makan dengan benar―atau dengan kata lain dia harus memasak untuk Hiroki. Tak cukup sampai disitu, Akira bahkan sampai merasa harus bersih-bersih rumah karena keadaan rumah ini cukup kacau. Lalu sebenarnya kenapa Akira harus melakukan semua ini? Untuk apa? Untuk siapa?

“Riku sama Haruki gimana, Bu? Jadi diskors berapa hari?” tanya Hiroki santai sambil menggigit apel merah. Duduk selonjoran di sofa sambil memandang layar TV LED-nya yang berukuran besar itu.

Sementara Hiroki sedang bersantai-santai di atas sofa, Akira tengah mengarahkan vacuum cleaner ke pojok-pojok ruangan. Jika begini, kenapa mereka terlihat seperti seorang majikan dan asisten rumah tangga, ya?

“Seminggu. Trus piket wajib sebulan penuh,” jawab Akira tanpa basa-basi. Ya, ngomong-ngomong soal Haruki dan Riku―dua kakak kelas Hiroki yang memukulnya waktu itu―memang sudah diberi hukuman. Pihak sekolah akhirnya berhasil menemukan bukti bahwa mereka adalah pelaku adegan pengeroyokan terhadap Hiroki. Salah seorang saksi mengatakan bahwa dia melihat mereka berdua lari tergesa-gesa melewati pagar belakang sekolah dengan sepercik darah yang mengenai baju seragamnya. Selain itu satpam sekolah juga menemukan ipod beserta headphone yang terjatuh di bawah tangga tempat kejadian. Setelah ditelusuri, ternyata itu memang milik Riku.

“Emang sebelumnya kamu ngapain Riku sih kok dia sampai mukul kamu?” Akira pernah menanyakan hal ini kemarin, namun Hiroki selalu menutupinya dengan jawaban asal.

“Perasaan kemarin saya udah cerita deh, Bu. Saya cuma bilang permisi mau lewat. Tapi merekanya nggak mau minggir. Trus pas saya ngomongnya agak dikerasin, Riku langsung marah,” tutur Hiroki lagi.

Akira masih tidak percaya. “Trus habis itu?”

“Trus dia nggak terima dan mukul saya.”

“Kamu diem aja? Nggak balik mukul?”

Hiroki mendengus, “Saya dikatain anak haram gimana saya mau diem, Bu? Trus dia juga bilang kalau Mama saya meninggal karena dapet balesan akibat dosa Papa saya yang kebanyakan. Saya udah mau bales nyerang dia, tapi kalah cepet sama Haruki. Akhirnya malah saya yang terkapar. Trus ya udah mereka berdua joinan buat mukulin saya,” jujur Hiroki pada akhirnya.

Kali ini raut wajah Akira mengeras. “Harusnya saya skors dia sampe sebulan sekalian,” kesalnya tiba-tiba.

Hiroki mengernyitkan kening. “Kenapa?”

“Ya seenaknya aja dia ngatain kamu anak haram trus bawa-bawa masalah orang yang udah meninggal. Emang anak-anak kelas XI tuh kelakuannya bikin geram semua,” omelnya yang membuat Hiroki tiba-tiba mengeluarkan tawa. “Kamu kenapa ketawa?” tanya Akira kemudian.

Growing Up (Vol. 02)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang