30 | Calon Ayah Kita

167 24 60
                                    

Misi Taka berhasil untuk mengajak Akira makan malam bersama. Ya meskipun harus dibumbui dengan sedikit ancaman. Jika tidak begitu, mana mungkin Akira mau pergi bersamanya. Dengan kata lain, Taka sengaja memanfaatkan kesempatan Akira yang sedang meminta maaf padanya. Dia bersedia memaafkan Akira dengan syarat perempuan itu harus makan malam dengannya. Yah, berhasil. Buktinya malam ini mereka baru saja makan malam bersama di salah satu restoran yang terletak di jantung kota. Mereka sedang dalam perjalanan pulang sekarang.

“Bu Akira kok kelihatan masih lesu gitu, sih? Kan tadi saya udah bilang kalau saya udah maafin Ibu. Yang udah mah udah, nggak usah dipikirin lagi,” ujar si Bakahiro itu sambil menoleh ke arah Cantika-nya.

“Nggak, sih. Cuma masih rada nggak enak aja. Kayaknya saya berlebihan aja tadi,” jujur Akira mengakui apa yang dia rasakan. Dia tahu Taka sudah memaafkan dirinya, tapi entah kenapa rasanya masih ada sedikit yang mengganjal.

Taka tersenyum sembari fokus mengemudi, “Bu Akira masih ngerasa nggak enak sama saya?”

Akira hanya menjawabnya dengan gumaman kecil.

“Ya udah sih gini aja, kalau memang Bu Akira masih ngerasa nggak enak sama saya, ya udah mulai besok kita makan malem terus sampe sebulan ke depan. Jadi rasa bersalah Ibu pasti bakalan ilang lama-lama hehehe,” tawar Taka bergurau. Tapi jika Akira mau mengiyakan, tentu saja Taka akan kegirangan.

Perempuan berkemeja putih itu memutar bola mata. Ya iya sih memang dia masih sedikit merasa bersalah, tapi ya bukan berarti harus mengiyakan perkataan Taka barusan. Gila! Yang benar saja!

“Yang ada migrain saya makin parah karena tiap hari ketemu mulu sama kamu,” dengusnya kemudian.

“Ya justru dengan tiap hari ketemu saya, migrain Ibu bisa langsung sembuh.” Taka dengan kepercayaan diri yang setinggi Everest sepertinya memang sudah satu paket.

“Ngomong sama kamu itu bikin capek,” balas Akira sekenanya.

Taka tergelak. Kemudian mereka berdebat kecil lagi hingga akhirnya Taka memarkirkan mobilnya di depan kedai bertuliskan ‘GRUIN 35’. Dari luar kelihatannya sedang ramai sekali. Yah, lagipula tempat ini kan memang laris sejak dulu. Tongkrongannya anak-anak muda masa kini.

“Loh kok berhenti disini?” tanya Akira cukup terkejut. Pasalnya mereka baru saja makan malam, kenapa malah mampir lagi ke kedai martabak yang terkenal seantero kota itu. Yah, ‘GRUIN 35’ memang cukup terkenal di kalangan muda-mudi. Sedikit banyak sih Akira tahu tentang tempat ini. Karena Chichi pernah beberapa kali mengajaknya kemari ketika dirinya ada waktu.

“Cantika mau ikut ke dalem apa nungguin disini aja?” tanya Taka sambil mengulas senyum yang dimanis-maniskan. Akira mendadak pusing melihat tingkah Taka yang seperti itu. Apalagi ketika laki-laki itu kembali memanggilnya dengan nama Cantika. Aduh, makin pusing lah Akira.

“Mau ngapain berhenti disini? Kenapa nggak langsung pulang aja?”

Taka tersenyum lagi―yang kali ini juga disertai cengiran lebar. “Mau ngambil pesenan dulu,” jawabnya, “Ya udah kalau gitu Cantika tunggu di mobil aja ya. Saya mau ke dalem dulu,” lanjut Taka kemudian keluar dari mobil. Meninggalkan Akira yang duduk seorang diri di jok penumpang.

“Cantika, Cantika, apaan sih!” dengus Akira seperginya Taka.

Tidak sampai sepuluh menit kemudian, Taka sudah kembali. Membuka pintu kemudi, bapak satu anak itu segera masuk ke dalam mobil. Seketika indera pembau Akira mencium aroma yang tidak asing. Ini kan...

“Buat saya?” tanya Akira terkejut ketika Taka menyodorkan bungkusan plastik berukuran sedang padanya.

Taka mengangguk sambil tersenyum.

Growing Up (Vol. 02)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ