02. Volunteer Yordania

50.6K 1.4K 5
                                    

Di pagi buta, segerombolan orang dengan seragam yang sama, yakni kaos kuning, berkumpul dan berdoa untuk kelancaran kegiatan mereka pada hari itu. Begitupun dengan seorang wanita berjilbab hitam di antara gerombolan itu, namanya Ifra Mikayla. Wanita muda berumur 24 tahun yang menjadi salah satu relawan di Yordania.

Ya, mereka sedang menuju ke tempat di mana para saudara-saudara pengungsi baik dari Lebanon, Suriah dan lainnya tinggal untuk bantuan kemanusiaan.

Di samping wanita bernama Ifra itu, berdiri sosok pria jangkung dengan wajah bersih. Di sekitar dagunya dipenuni oleh janggut tipis.

"Sudah diisi peralatannya?" tanya pria itu tanpa menoleh ke arah Ifra. Mendengar pria itu berbahasa Indonesia, Ifra pun tahu bahwa pertanyaan itu ditujukan padanya karena yang sewarga negara dengan pria itu hanya dirinya. Juga, yang bisa berbahasa Indonesia hanya mereka berdua.

"Sudah, Ustadz. Strip GDA dan kolestrol sudah saya beli yang baru. Batrenya juga sudah saya ganti. Alat tensi juga sudah aman di tas. Alat P3K juga komplit."

Pria itu menoleh sekilas untuk tersenyum, lalu kembali mendengar arahan dari pemimpin di depan. Namanya Haykal Yusuf Habib, pria matang berumur 31 tahun yang menjabat sebagai dosen Ifra di kampusnya.

Mereka berdua dekat awalnya diperkenalkan sebagai mahasiswa dan dosen, lalu karena sama-sama berasal dari negara yang sama keduanya pun mulai dekat dan akhirnya sering dipertemukan dalam kegiatan yang sama, seperti relawan itu contohnya.

Setelah berdoa dan mendengar arahan kegiatan seharian nanti, mereka pun memasuki dua mobil yang disiapkan untuk mengangkut para relawan.

Selama perjalanan menuju camp para pengungsi, lahan yang gersang dan sepi dari bangunan diperlihatkan. Debu-debu berterbangan ketika angin menderu. Hamparan ciptaan Tuhan yang berbeda sekali dengan di Indonesia terlihat luas di sisi kanan kiri jalanan.

Karena akses izin yang terbatas menjadikan jalanan itu sepi dari pengendara. Di hari yang cerah itu, tak terlihat satu pun orang berkeliaran kecuali mobil rekan mereka di depan.

Setelah menempuh berkilo-kilo meter jalan, akhirnya mobil yang di tumpangi Ifra berhenti di area para pengungsi. Tandus, gersang, dan panas. Itu first impression Ifra setelah keluar dari mobil. Namun semua itu tak berarti ketika melihat gerombolan anak-anak berlari ke arah mobil Relawan dengan senyum cerah secerah mentari pagi.

Mereka menyambut para relawan dengan antusias. Rasa bahagia mereka terpancar dari mata yang bersinar.

Ifra berjongkok, menyetarakan tingginya dengan seorang anak yang terlihat berdiri tepat di sampingnya. Dia pun mengajak anak itu berbicara menggunakan bahasa mereka.

"Hai, boleh kenalan?"

Anak lelaki berambut kriting itu mengangguk malu-malu. Mulutnya mengulum tangan kecilnya, tak peduli debu, virus, atau bakteri hinggap di sana dan akan menyerang tubuhnya.

"Nama kamu siapa?" tanya Ifra sembari mengelus rambut cokelat gelap anak itu.

Kering dan kaku seperti kelihatannya. Banyak debu-debu yang bersembunyi di sana.

"Tamir," jawabnya

Ifra kembali tersenyum melihat anak itu malu-malu. Tangan wanita itu perlahan menjauhkan tangan anak kecil bernama Tamir itu.

"Tamir tahu tidak, di sini," Ifra menunjukan telapak tangan Tamir yang berhasil dia genggam keduanya. "Ada banyak sesuatu yang jahat. Namanya bakteri. Kalo kamu masukan tangan kamu ke mulut tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, maka bakteri itu akan menyerang tubuh kamu." Ifra menjelaskan itu sembari mempraktekkan gerakan yang membuat Tamir serta beberapa teman di belakangnya memperhatikan apa yang Ifra jelaskan.

"Dia akan gigit semua di dalam tubuh kamu. Makan sedikit demi sedikit sampai habis, aum!" Di akhir, Ifra juga memperagakan seperti sedang ingin memakan sesuatu, membuat Tamir dan beberapa teman-temannya takut hingga lari dengan cekikikan menjauh dari Ifra.

Melihat itu, Haykal maupun relawan lainnya terkekeh. Ifra pun bangkit setelah kepergian anak-anak itu. Dia mengikuti langkah pemimpin relawan yang menuju tempat di mana kegiatan kemanusiaan akan dilaksanakan.

Kelompok relawan yang berjumlahkan enam belas orang itu dibagi dua. Ifra dan Haykal karena ahli dalam bidang kesehatan, keduanya pun akhirnya ditugaskan untuk bagian kesehatan. Sedangkan lainnya membagikan bahan pokok makanan, membantu para pengungsi dalam segala hal: memberi hiburan, membantu warga, memberi himbauan serta edukasi dan lain sebagainya.

Setelah membawa peralatannya, Ifra maupun Haykal segera menuju tempat yang dikhususkan untuk mereka. Terlihat pemimpin relawan memanggil para warga setempat dan memberitahukan bahwa ada pemeriksaan kesehatan secara gratis juga.

Perlahan orang-orang yang awalnya berjejer mengantri untuk pengambilan sembako secara gratis mulai melipir ke arah Ifra dan Haykal. Mereka pun segera melaksanakan tugasnya, memeriksa keadaan satu persatu para pengungsi yang datang.

Kebanyakan para orang-orang dewasa memiliki riwayat penyakit kronis dan akut seperti diabetes, penyakit jantung, darah tinggi dan lain sebagainya. Sedangkan untuk anak kecil kebanyakan mereka kurus. Mungkin karena konsumsi mereka yang kekurangan sehingga penyakit yang dirasakan mereka hanya kelaparan alias kurang asupan makanan dan gizi. Tak sedikit orang-orang di sana yang terdeteksi penyakit kulit. Gatal-gatal ringan seperti gigitan serangga bahkan jamur sekalipun. Itu dikarena terbatasnya ketersediaan air bersih di kota itu.

"Saya kayaknya salah bawa strip kolestrol, Ustadz. Di sini orang-orangnya pada normal," ujar Ifra sembari terus fokus memeriksa kesehatan para pengungsi.

Haykal terlihat tersenyum tipis. "Nggak papa, persiapan aja, siapa tahu butuh, tapi kalo enggak ditaruh aja, Ifra. Buat ke camp selanjutnya aja."

Ifra mengangguk tanpa menoleh karena dia sedang memperhatikan angka yang tertera di alat tensi darah digital.

"Soalnya kemarin di kota banyak yang minta cek kolestrol karena pada kelebihan kolestrol, jadi saya beli strip kolestrol. Di sini banyakan diabetes. Untung saya bawa banyak persiapan."

Haykal terkekeh renyah. "Di tempat sedalam ini mana sempat makan berminyak-minyak yang berlebih Ifra."

Ifra mengangguk-angguk setuju. Dia pun kembali fokus pada tugasnya.

"Ada keluhan, Bu?"

Wanita paruh baya dengan balutan hijab hitam sederhana menggeleng.

"Sakit kepala, pusing, mual atau bagaimana?"

Lagi-lagi wanita itu menggeleng. Ifra pun tersenyum sopan.

"Semuanya normal, Bu. Hanya jaga kebersihan saja, ya. Seperti mencuci tangan dengan air mengalir. Cara mencucinya tidak hanya sekadar basah saja, tetapi dengan cara begini, ya."

Ifra mempraktekkan cara mencuci tangan yang benar.

"Selain itu, kurangi makanan yang manis-manis, ya, Bu. Ibu punya riwayat diabetes. Barusan saya cek gulanya sampai angka empat ratus."

Ibu itu mengangguk.

"Obat diabetes sebelumnya apa, Bu?"

"Glimipired 2."

Ifra mengangguk.

"Saya kasih penurun gulanya sama seperti sebelumnya. Setelah ini langsung diminum saja, ya.  Untuk selanjutnya diminum lima belas menit sebelum sarapan. Wajib setiap pagi, jangan sampai lupa, ya, Bu."

Ibu itu mengangguk tanda mengerti lalu setelahnya dia beranjak dari duduknya.

"Besok nggak ada kegiatan relawan, kamu ada agenda apa?" Haykal bertanya sembari tangannya tetap melakukan tugasnya.

Ifra berpikir sejenak. "Belum ada agenda, sih, Ustadz, tapi pengen keliling kota Amman. Mau tahu sejarah-sejarah Jordan apa aja. Gitu aja, sih. Kalo Ustadz sendiri?"

"Engga sendiri, sih, berdua."

Ucapan Haykal membuat Ifra menaikkan kedua alisnya. Dia menatap Haykal untuk meminta penjelasan dari kata ambigunya.

"Soalnya saya mau ikut kamu keliling-keliling kota."

***

Akad RahasiaWhere stories live. Discover now