21. Silih Berganti

Start from the beginning
                                    

"Wajahnya juga mirip banget sama A Abay, iya gak A?"

Suami dari Lisna tersenyum bangga. Namun tiba-tiba istrinya protes tak terima. "Mirip akulah, kan aku yang melahirkannya. Enak banget mirip A Abay yang cuma sebatas nanam benih doang."

Shila dan Elsa sama-sama tergelak. "Udah Lis, terima aja. Kadang memang suka begitu. Kita yang capek ngandung, berjuang mati-matian demi melahirkan si anak, eh pas keluar, orang-orang yang lihat malah bilang 'mirip ayahnya'."

Bibir Lisna mencebik ke bawah. "Udah sayang, gak usah sedih gitu. Meskipun dia mirip aku, tapi dia akan tetap cantik seperti kamu," kata Abay seraya menjawil dagu runcing Lisna, sampai akhirnya sang istri dapat kembali mengukir senyum.

Sekejap, hening mampir di tengah-tengah kerumunan. Tak ada satu orang pun yang berani bersuara, selain untuaian salawat yang dilantunkan Shila.

"Ya Allah, Lis, anak kamu aku bawa pulang ke rumah aku aja ya, biar aku ada teman," seloroh Shila menyela salawat yang tengah dibacanya.

"Enak aja, dikiranya anak aku barang apa, main  bawa gitu aja. Kalau kamu mau, kamu bikin aja sana, biar gak ambil anak orang."

Setelah mengerucutkan bibirnya, Shila tak lagi menyahuti ucapan Lisna. Jika ditanggapi, takutnya akan semakin panjang, dan malah mengganggu ketengan bayi yang sedang tertidur pulas dalam gendongannya.

"Nak, untung aja kamu mirip ayah ya, coba kalau mirip ibu, gak kebayang ini hidung peseknya seperti apa. Terus cerewetnya juga."

Selorohan Elsa kembali memancing suasana menjadi riuh. "Ih aku ini gak pesek, cuma belum mancung aja," sergah Lisna sebelum akhirnya ia memberengut.

Shila dan Abay kompak menertawakan ucapan konyol yang meluncur dari bibir Lisna. Bukan tawa menggelegar, hanya kekehan pelan saja, hitung-hitung menghangatkan suasana.

"Dasar gak berkaca diri, bilang pesek ke orang lain. Eh, sendirinya juga pesek," lanjut Lisna masih dengan nada kesal.

"Hidung aku ini bukan pesek, tapi ini mancung yang tertunda," kilah Elsa tak mau kalah.

"Sama aja, pesek itu namanya."

"Kamu aja kali, aku mah enggak, nih hidung aku mah mungil seperti oppa-oppa Korea."

"Idih seperti oppa-oppa Korea dari mananya, dari bulu hidungnya?"

Elsa mendelik sebal. "Masih mending akulah, daripada kamu, mancungnya ke dalam."

"Eh, kamu lagi hamil loh, kalau kamu hina hidung aku pesek, nanti nular sama anak kamu. Mau?" Tanpa sadar, Elsa langsung memukul tangan Lisna yang tertancap jarum infus. "Aduh, ih kamu mah, sakit tau." Lisna meringis kesakitan.

"Eh, maaf, Lis. Aku sengaja tadi," kata Elsa bersikap seolah keadaan baik-baik saja. "Abisnya kamu nyebelin sih, ngomong gak disaring dulu."

"Salah sendiri. Siapa suruh terus ngomong hidung aku pesek."

"Kalau itu kenyataannya, masa aku harus bilang hidung kamu mancung sih, kan itu bohong?"

Helaan napas terdengar dari organ pernapasan Shila. Ia tidak bisa memaklumi kedua temannya yang semakin asyik saling melempar hujat. Lisna juga, dia baru saja melahirkan, tapi sikapnya masih tetap sama. Aneh memang, waktu pertama kali Shila datang ke sini, ibu anak satu itu masih terlihat seperti orang kesakitan. Namun sekarang, rasa sakitnya ia abaikan demi menimpali ucapan Elsa.

Takdirku ✓Where stories live. Discover now