22 : Aku Datang

90.7K 4.4K 118
                                    

Hai, hai ...
Aku kembali menulis lagi :D

Cuss .. langsung ke ceritanya aja ye.
Happy Reading!!

~~~
○○

Kembali ke Author POV

Ceklek

Pintu kamar terbuka dan terlihat Ran sedang membawa segelas susu coklat khusus untuk ibu hamil. Saat Ran melihat Shion yang sedang terisak, otomatis Ran terkejut.

"Ya ampu, Shion!" Ran menarus segelas susu di atas nakas dan berjalan menghampiri Shion. Ran duduk di tepi ranjang dengan raut wajah bertanya - tanya. Wajar jika Ran bingung. Yang Ran tahu, Shion tertidur setelah mengerjakan pekerjaanny dan ketika Ran masuk ke kamar dia sudah melihat Shion bangun tidur dengan kondisi menangis.

"Kamu kenapa, Dear? Kenapa kamu nangis?" Ran menghapus air mata Shion. Dengan air mata yang masih mengalir, Shion langsung memeluk Ran. Ran yakin kalau Shion sedang tidak kumat childis-nya.

Baru kali ini Ran melihat Shion sangat terpukul. Pasti ada hal yang membuat Shion menjadi seperti ini. Ran pun berusaha menenangkan Shion.

"Sudah - sudah, berhenti dong nangisnya. Shion kenapa? Mau cerita ke Ran?" tanya Ran selembut mungkin karena Ran takut kalau dia salah bicara dan malah akan membuat Shion semakin menangis.

"Aku ... Shion ..."

Ran masih sabar menunggu kelanjutan kalimat Shion.

"Shion nggak mau ditinggalin lagi," Shion kembali memeluk Ran.

"Shion tenang aja, ya, nggak ada yang akan ninggalin Shion," kata Ran seraya mengusap lembut punggung Shion.

"Tapi dia ninggalin Shion, Ran," lirih Shion.

Oke, perlu kalian ketahui, Ran bukan peramal. Jadi, Ran tidak tahu siapa yang meninggalkan Shion dan apa yang terjadi pada Shion sehingga dia menangis.

Perlu waktu beberapa menit untuk menunggu agar tangis Shion mereda. Setelah Shion merasa cukup baikan, dia pun menceritakan pada Ran apa yang terjadi. Ran pun mendengarkan Shion dengan serius.

"Dia orang yang sangat berarti buat Shion, Ran. Saat Shion tahu dia meninggal, saat itu Shion belum tahu apa - apa. Shion pikir dia hanya pergi sesaat aja dan pasti akan kembali lagi. Saat itu juga Shion terus menunggu dan selalu bertanya sama mama dan papa 'kapan Kak Dhani pulang?'. Dan mereka menjawab 'Kak Dhani sudah berpulang menghadap Sang Pencipta. Shion jangan nungguin Kak Dhani lagi, ya. Biarkan Kak Dhani beristirahat dengan tenang.' Begitu kata mama dan papa," jelas Shion.

"Aku juga sempat lupa sama Kak Dhani. Tapi saat aku bangun tidur, tiba - tiba semua memori tentang Kak Dhani kembali ke pikiranku lagi."

"Shion, sudah cukup. Kamu nggak perlu cerita lagi, aku sudah paham. Aku tahu, kok, gimana sakitnya ditinggal orang yang kita sayangi, terlebih lagi kalau dia adalah orang yang berarti bagi kita. Tapi, kita juga tidak boleh berlarut - larut dalam kesedihan. Jadi, Shion jangan sedih lagi. Kak Dhani pasti juga nggak ingin melihat Shion sedih, kan." Ran mencoba menghibur Shion.

Shion mengangguk dan memeluk Ran, "Ayo kita temui Kak Dhani." Ran mengangguk setuju.

.




.

Ran dan Shion sudah berada di makam Kak Dhani. Dia meninggal ketika berusia sepuluh tahun. Saat itu, jantung Kak Dhani bermasalah sehingga menyebabkan ia harus meninggalkan keluarga dan adik manisnya yang cengeng, yaitu Shion.

Shion dan Ran menaburkan bunga di atas makam Kak Dhani. Shion mencoba menyembunyikan air matanya yang selalu memaksa untuk keluar.

"Maaf, aku baru bisa datang sekarang setelah sekian lama," Shion tersenyum, "Aku janji akan sering datang. Kakak bahagia kan disana? Oh iya, ini istriku, namanya Ran, istriku cantik kan, Kak? Sekali lagi aku minta maaf dan ... terimakasih."

Seusai mendoakan Kak Dhani, Shion beranjak dari sana. Shion pergi duluan sementara Ran masih termenung memandang batu nisan bertuliskan nama 'Dhani'.

Ran menghembuskan napasnya kemudian dia berdiri dan menyusul Shion. Disaat yang bersamaan, embusan angin membuat rambut Ran yang tergerai menutupi wajahnya. Merasa ada sesuatu yang aneh, Ran pun menghadap kebelakang. Entah Ran hanya berhalusinasi atau apa, iya melihat seseorang. Seseorang yang tersenyum padanya, mata teduhnya menatap Ran, seakan - akan mengucapkan "Terimakasih."

Ran menganggukkan kepala seraya tersenyum kearahnya. Ran kemudian berbalik dan menyusul Shion. Ran menghapus air matanya agar tidak ketahuan oleh Shion bahwa ia baru saja menangis.

"Tenang disana, ya, Kak .." lirih Ran


.



.








Tbc

Huwaaaa ... baper
Nggak tahu harus ngomong apa lagi :v
Terimakasih sudah mau membaca ^^

My Childish Husband [SUDAH TERBIT] ✔Where stories live. Discover now