Tentang Rasa|2

115 62 6
                                    

“Aku ingin seperti burung yang dapat terbang dengan bebas tanpa rasa takut dan gelisah.” -Tsabeet Dewantara Pratama

***
✨✨✨

'Selamat menikmati untuk kalian yangsedang merasa sepi'🍁
Salam dari saya penulis amatir, Dinyerd.

🌻🌻🌻

Siang ini matahari begitu menyeruak, tubuhku banjir oleh keringat. Setelah turun dari trans Tangerang, aku jalan memasuki gang perumahan tempat aku tinggal.

Beberapa sapaan menyambutku penuh hangat, bahkan ada yang memberi ku tumpangan. Namun, dengan penuh hati dan sopan aku menolaknya. Bukan apa-apa, aku cuma tidak ingin merepotkan orang lain selagi aku masih mampu kenapa tidak.

“Eh Nak Tara, sini mampir dulu.” Tegur wanita lansia.

Wanita lansia itu selalu aku panggil Nenek atau orang baik, iya dia sangat baik sekali kepada ku. Setiap kali aku melewati rumah nenek, Ia selalu mengajak aku mampir atau kadang memberi ku sebuah bingkisan kecil yang kadang selalu buat aku merasa merepotkan orang lain.

“Lain kali yah nek,” Ujar ku pelan.

“Tunggu sebentar,” Ujar Nenek meraih sebuah bingkisan kecil di sampingnya.

Lalu, nenek menghampiri ku dan memberi bingkisan kecil itu kepada ku. Ah, lagi-lagi aku masih merepotkan orang lain.

Yah, seperti biasa nenek selalu dengan niatnya Ia memberi aku bingkisan. Katanya; aku sudah dianggap seperti cucunya.

“Ah Tara jadi repotin nenek lagi.” Ujar ku pelan.

“Sama sekali engga, terima yah cuma sedikit tapi cukup buat nak Tara sama nak Sherin.” Senyum ramah nenek.

“Tara terima yah,” Ujar ku.

Segera dibalas anggukan dari nenek, tentunya senyum cantik nenek mengembang.

“Terima dong, kalo engga nanti nenek sedih.” Jawab Nenek mengerucutkan bibirnya sebentar.

Aku hanya tertawa pelan mendengar jawaban dari nenek, tentunya menganggukkan kepala ku pelan.

“Makasih nek, Tara pamit yah nek.” Pamitku.

“Iya hati-hati yah anak baik.” Balas nenek.

Salah satu tangannya mengusap Pundak ku pelan, senyumnya lagi-lagi terlukis cantik.

“Siap orang baik juga.” Jawab ku tersenyum sopan.

Aku mulai melangkahkan kedua kaki ku lagi, tentunya menahan teriknya matahari dan membiarkan tubuhku terkena panasnya matahari.
Diperjalanan, aku jadi teringat teman-teman sekolah yang dengan mudahnya Ia berpergian kemanapun; tidak ada yang melarangnya.

Sedangkan aku, sangat susah untuk berpergian sekalinya bisa itupun tetap saja ada seseorang yang memantau ku dari jauh. Menyebalkan memang, tapi mau bagaimana lagi aku tidak bisa menolaknya. Karena, itu suruhan dan keinginan dari kedua orang tua ku.

“Yaampun mas, abis lari marathon dimana?sampai basah gitu hehehe” Ledek gadis cantik yang sedang berada di teras rumah.

Gadis itu menatap Aku yang sudah basah oleh keringat yang bercucuran diseluruh tubuh dan wajah ku.

“Berisik dehh,” Kesal ku.

“Loh kok kamu ada disini?”

“Mandi sana, jadi bau nihhh.” Ledek gadis itu mengalihkan pertanyaan dari ku.

Hiraeth Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang