"Secepatnya, Om, secepatnya."

***

"Maafin aku, Yang...."

Kata pertama yang diucapkan Keanu saat kami kembali bertemu untuk yang pertama kalinya setelah aku mogok bicara dengannya selama satu bulan. Keanu berani mengajakku kencan setelah sudah mendapat restu dari ayahku. Siang ini kami nongkrong di kedai kopi langganan. Seperti biasa, hanya menemani Keanu minum kopi saja sudah bikin aku senang.

"Aku tahu aku salah, dan bodoh." Keanu tidak menatapku, dia hanya menatap gelas kopinya yang masih terisi penuh. "Aku janji padamu tidak akan pernah melakukan hal bodoh yang membuatmu kecewa lagi, Yang." Keanu menoleh padaku, menatap manik mataku lekat-lekat. "Aku sayang sama kamu, sudah lama sekali. Meskipun kamu selalu menolak untuk pacaran, aku masih tetap ada di samping kamu dan semangat untuk mendapatkan kamu secara halal."

Aku tahu, aku sedang berbicara dengan Keanu yang penuh dengan kalimat-kalimat palsu setiap kali mendekati perempuan lain. Aku tahu, aku sedang berbicara dengan Keanu yang payah dan pengecut. Tapi aku juga tahu, kalau aku sedang berbicara dengan Keanu yang selalu melindungiku dari bahaya, menjagaku, dan tetap berjuang untuk mendapatkan aku.

"Aku sudah keluar dari band. Suda lama sekali. Satu bulan mungkin ada. Sekarang aku bekerja di sebuah showroom mobil sebagai marketing. Aku tahu, pekerjaanku ini tidak sebanding, tapi aku akan tetap berjuang untuk kita, Yang. Aku janji." Keanu meraih tanganku dan menggenggamnya dengan erat. "Percaya sama aku, Yang."

Mataku sudah berkaca-kaca. Saat kukedipkan mataku, air mata sudah jatuh perlahan membasahi pipi.

"Jangan nangis, Yang. Kamu sendiri tahu kan, kalau aku nggak bisa lihat kamu nangis." Keanu menghapus air mataku pelan. "Aku janji akan bikin kamu bahagia. Aku janji nggak akan membiarkan setetes air mata pun jatuh membasahi wajah kamu yang mulus ini. Aku janji kamu bakalan tertawa selama masih ada aku di samping kamu, Yang. Percaya sama aku..."

Percaya? Andai saja kamu benar-benar memegang teguh omonganmu sampai saat ini, Nu. Mungkin kaca kita tak akan pernah retak. Sekarang mau gimana, Nu? Apa bisa kaca yang sudah retak itu kamu perbaiki seperti semula? Pilihannya hanya satu, Nu. Kamu harus membelinya dengan yang baru. Dan yang baru itu sudah pasti bukan milikku lagi.

Air mataku keluar lagi, Nu. Bukan karena menangis bahagia, tapi karena aku sudah tidak sanggup lagi menahan semua rasa sakit ini dan akhirnya aku menangis. Sekarang kamu tidak bisa menghapusnya, karena kamu sendirilah penyebabnya.

Siang ini aku duduk di kedai kopi favorit kita dulu, Nu, sendirian. Sambil melihat sepasang kekasih sedang bersenda gurai di kedai kopi ini yang mengingatkanku pada kita dulu.

Aku benci kopi, kopi berhasil membuat aku melek seharian, besoknya aku jadi susah kerja karena ngantuk. Tapi kamu suka sekali dengan kopi, Nu. Kamu berhasil meneguk tiga cangkir kopi sekaligus.

Katamu kopi itu seperti cinta; pahit dan manisnya selalu bertemu dalan kehangatan. Hari ini aku coba menyesap kopi sepertimu dulu, Nu, rasanya enak. Enak sekali malahan. Tapi aku baru tahu kalau ada rasa sakit di dalamnya. Mengapa ya, Nu?

Mengapa kamu harus masuk ke dalam kopi itu juga untuk mengenalkan aku pada rasa sakit.

***

KEANU

            Kalau ada yang tanya, saat di moment apa Kahyang terlihat sangat cantik? Jawabannya, ketika kami menikah.

            Bukan berarti Ayang-ku itu tidak cantik, dia terlihat cantik setiap hari. Karena Kahyang-ku memang cantik dari lahir. Tapi ketika kami menikah, aura Kahyang semakin terpancar. Cantiknya jadi berkali-kali lipat.

TERBELAHNYA MUARA (segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang