Menang taruhan, tapi curang.

2K 50 3
                                    

Waktu pelajaran Fisika sudah habis dan Resya sudah berhasil menyelesaikan ulangannya dengan baik berkat bantuan "kertas ajaib"nya.

"Resya Anggraini, nilaimu sembilan," kata Pak Rendra lantang, setelah selesai memeriksa ulangan milik gadis itu. Wajahnya dingin tak terbaca. "Selamat. Sesuai janji, mulai besok saya akan memakai pakaian super norak seperti yang kamu inginkan."

"Lo berhasil, Res. Selamat, ya," kata Icha, disertai gemuruh tepuk tangan dan sorak sorai dari semua teman-teman prianya. Sementara yang wanita malah mencibir dan mengolok-oloknya.

Resya tidak senang meskipun sudah menang taruhan, karena ia tahu kalau ia sudah melakukan kecurangan. Jadi gadis itu hanya membalas ucapan teman-temannya sekadarnya saja. Maafkan aku, Pak Rendra, ucapnya dalam hati.

Pagi itu, Resya bangun lebih cepat dari hari biasanya. Ia juga tidak memakai aksesoris yang berwarna-warni seperti kebiasaannya selama ini, bahkan saat sarapan pun ia lebih banyak diam dan melamun. Perasaan bersalah menggelayuti benaknya, semalaman dia sudah berpikir dan mencoba untuk melupakannya. Tapi tidak bisa. Semakin dipikir, semakin ia merasa bersalah.

Rangga yang melihat perubahan drastis di wajah adiknya yang biasa ceria dan ceroboh itu menjadi khawatir. Ia takut telah terjadi sesuatu padanya.

"Res, kamu kenapa? Sakit?" tanya Rangga lembut.

Resya cuma menggeleng samar, lalu kembali melamun. Rangga mendekati adik semata wayangnya tersebut sambil mengusap rambutnya dengan sayang.

"Atau kamu lagi ada masalah ya di sekolah? Cerita sama Kakak," pinta Rangga.

Akhirnya setelah berpikir sejenak, Resya menceritakan semuanya pada Rangga. Ia tidak tahan memendam kecurangan itu lebih lama lagi. Rasanya hatinya terasa berat. Cuma Rangga yang bisa membantunya untuk menentukan apa yang bisa ia lakukan untuk menghilangkan perasaan bersalah di dadanya.

"Jujur, Kakak kecewa sama kamu, Res. Tapi apa boleh buat, semuanya udah kejadian. Sebaiknya kamu terus terang pada gurumu itu, biarpun dia cuma guru pengganti dan usianya nggak beda jauh sama Kakak, bukan berarti kamu bisa ngerjain dia. Hormati dia sama seperti kamu menghormati guru-guru yang lain. Kamu mau, ‘kan? Walau bagaimanapun kejujuran itu penting, Kakak percaya kalau kamu bisa," nasihat Rangga sambil tersenyum.

"Iya, Kak. Makasih ya, aku nggak akan ngulangin lagi," balas Resya sambil memeluk kakak kesayangannya tersebut.

Pukul tujuh tepat, Pak Rendra masuk ke kelas XII, di mana semua murid-muridnya menunggu dengan penasaran. Saat datang tadi pagi, ia memakai jaket kulit tebal sehingga tidak ada yang tahu apa yang ia pakai di balik jaket itu.

Pak Rendra berjalan seperti biasa, menyapa seperti biasa, dan masih ganteng seperti biasanya. Meskipun sekarang ia memakai kemeja ungu bergaris merah dan dasi kuning yang menyakitkan mata. Persis seperti penampilan Pak Boris sebelum beliau cuti, minus perut gendut dan rambut botaknya, tentu saja.

"Pak, saya mau bicara," kata Resya pelan, suaranya bergetar karena malu tapi ia harus tetap maju. Terserah apa yang akan terjadi padanya nanti, ia tidak peduli.

"Ada apa, Resya Anggraini?" tanya Pak Rendra.

Bukannya bicara, tapi Resya malah maju ke depan kelas, Icha sendiri tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh sahabatnya tersebut.

"Sebelumnya aku mau minta maaf kepada Pak Rendra dan teman-teman semua. Aku mau mengakui sebuah kesalahan, sebenarnya aku melakukan kecurangan dalam ulangan kemarin. Aku sudah membuat kertas contekan agar ulangan kemarin bisa dapat nilai bagus. Semua itu aku lakukan karena ingin menang dari Pak Rendra, tapi ternyata hal itu tidak membuat hatiku senang. Aku akui kalau memang bodoh dalam pelajaran, tapi lebih bodoh lagi kalau aku melakukan kecurangan. Oleh karena itu, aku siap menerima hukuman apa pun dari Pak Rendra," ungkap Resya panjang lebar dengan mata berkaca-kaca.

Rendra tersenyum. Ia senang karena gadis itu mau jujur pada kesalahannya. Terutama karena ia tidak perlu lagi memakai pakaian berwarna terang yang sama sekali bukan gayanya. Ia sampai tidak berani menatap cermin pagi tadi saat berangkat ke sekolah. Tadinya ia akan membiarkan keadaan ini sampai gadis itu berterus terang, kalau perlu, dia yang akan berbicara empat mata padanya kalau Resya tidak juga mengaku. Tapi ia tidak menyangka kalau gadis itu akan mengaku secepat ini. Apalagi melihat kantong matanya, pasti dia tidak bisa tidur memikirkan hal ini. Dan dilihat dari nilai-nilai sebelumnya, bisa dipastikan kalau ini adalah kali pertama Resya berbuat curang.

"Sebenarnya saya sudah tahu kalau kamu curang, tapi saya membiarkannya karena ingin tahu sampai di mana batas kejujuranmu. Tapi ternyata kamu mengakuinya dan itu membuat saya bangga," puji Rendra, tangannya menepuk-nepuk bahu Resya dengan lembut.

Teman-teman yang lain juga bertepuk tangan untuknya, sementara Icha mengacungkan dua jempol sambil tersenyum manis. Setelah mengakui kesalahannya, Resya merasa lega dan akhirnya bisa tersenyum kembali. Kejujuran memang menyenangkan. Hanya Dio dan Sisil yang tidak terlihat senang, bahkan terkesan kesal melihat perlakuan Rendra padanya. Tapi gadis itu tidak pernah ambil pusing, baginya, selama ia tidak mengganggu urusan orang lain, maka orang lain juga tidak akan mengganggu urusannya.

"Resya, kamu belum pulang?" tanya Pak Rendra ketika ia mau mengambil moge alias motor gedenya dari parkiran.

"Belum, aku sedang menunggu seseorang, Pak," jawab Resya.

"Tapi waktu pulang sudah lewat satu jam, kamu yakin mau dijemput? Atau biar saya antar sampai halte. Sekolah sudah sepi, Res," ajak Rendra.

"Tidak apa-apa, Pak. Biar aku tunggu sebentar lagi, baru setelah itu pulang."

"Baiklah, kalau begitu saya temani sampai jemputan kamu datang, ya." Rendra lalu duduk di sebelah Resya, matanya sesekali melirik anak muridnya tersebut. Rambut hitamnya yang lurus bergerak dimainkan angin, kadang Resya menyelipkan anak rambutnya ke telinga. Memperlihatkan wajahnya yang memesona. Kadang mulutnya digembungkan dan dihembuskan kembali, pertanda bosan yang mulai melanda. Baru saja ia membuka mulut untuk memulai pembicaraan, suara gadis itu sudah memotongnya.

"Sudah datang, Pak," kata Resya sambil melompat, membungkam kembali mulut Rendra, "Aku pulang dulu, terima kasih udah nemenin."

Tanpa menunggu jawabannya, Resya berlari menghampiri pria yang sepertinya seumuran dengan Rendra yang baru turun dari sebuah Ford putih. Ia memeluk pria itu dengan manja sambil mengatakan sesuatu, terlihat seperti merajuk. Dan pria itu mengacak-acak rambut Resya sambil tertawa, membuat gadis itu ikut tertawa. Melupakan semua kebosanannya menunggu pemuda itu.

"Siapa pemuda itu? Kecil-kecil sudah pacaran," gumam Rendra kesal. Ada sesuatu yang membakar dalam hatinya. Kecil, hanya sedikit, tapi membuatnya tidak nyaman. Semenjak pertemuan pertamanya dengan Resya, ia sudah merasa tertarik dengan penampilannya yang terkesan lugu dan kekanak-kanakkan. Wajahnya yang polos tanpa make up juga membuatnya semakin terlihat manis. Sangat berbeda dengan gadis-gadis yang mendekatinya selama ini.

Tentu saja, dia ini kan masih SMA, Rendra! Apa sih yang ada dalam otakmu? batinnya meracau. Membuatnya hanya bisa tersenyum miris karena pemikirannya yang terlalu jauh.

~oOo~

Istriku Lemotnya Tingkat DewaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang