1: Pesta Ulang Tahun Gerald

Mulai dari awal
                                    

Wika melirik ke arah sekitar. Benar saja, mereka telah menjadi pusat perhatian sekarang. Bergidik ngeri, Wika merasakan semua tatapan sedang menertawakannya, bahkan sang ayah kini tersenyum kikuk.

Sial! Wika telah mempermalukan pria itu. Mengesampingkan alasan perjodohan, dia lebih memilih untuk tidak membuat ayahnya malu di depan banyak orang.

Dia putuskan untuk berdiri, meskipun nurani menolak. Sang ayah tersenyum cerah, begitu pun dengan bundanya.

Wika tidak tahu apa rencana di balik semua ini. Padahal, jika untuk membahagiakannya, sudah pasti gagal karena semua itu hanya bisa dilakukan oleh Tomi.

Langkah Wika mengayun dengan satu tangan menggandeng sang ayah. Gerald sudah berada di atas panggung dengan sebuah kotak cincin. Lelaki itu terlihat santai saja, bahkan tidak menolak sama sekali, padahal masih ada waktu untuknya agar bisa lari.

Tangan Wika dilepas sang ayah, saat sudah berhadapan dengan Gerald. Dia menatap wajah itu lama. Tidak bisa dipungkiri, bahwa Gerald adalah lelaki tampan, meskipun tanpa ekspresi.

Gerald menyamatkan cincin ke jari manisnya, seketika para undangan bertepuk tangan. Wika tidak bisa membayangkan, bahwa hal seperti ini terjadi, padahal dia lebih berharap yang berdiri di depannya adalah Tomi, dan bukanlah lelaki berwajah datar.

“Sudah?” tanya Wika.

Siapa sangka, Gerald akan menggubris pertanyaan itu dengan menatap matanya.

“Iya,” jawab lelaki itu singkat.

Suara Gerald baru pertama kali didengarnya. Memang agak berbeda. Namun bagi Wika, hanya Tomi yang bisa meluluhkannya, bahkan tanpa bicara sekalipun.

Di detik kemudian, seorang wanita mendekat, tubuhnya mungil dengan balutan gaun yang anggun.

“Ayo, ikut Mbak,” ajak wanita itu pada mereka berdua.

Wika turuti saja tanpa bertanya.

“Nama kamu Wika, 'kan?” Wanita itu bertanya sok akrab. “Perkenalkan, saya istri dari kakaknya Gerald, kamu bisa panggil saya Mbak Lia.”

Baiklah, jadi ini dia sosok yang telah melahirkan keponakan untuk Gerald.

Menuruni panggung, Lia menyuruh keduanya untuk duduk di tempat khusus tamu terhormat. Jelas Wika beranggapan begitu, karena terlihat tataan mejanya sangat berbeda dengan yang dia tempati tadi.

Gerald duduk di hadapannya, mereka ditinggalkan berdua tanpa seorang pun mengawasi. Bagus, Wika bisa memaki orang ini.

“Gue turut berduka cita.” Lelaki itu membuat rahang Wika mengeras, hanya dengan satu kalimat tersebut.

Jelas, ini adalah sindiran. Dia adalah perempuan yang tidak bisa menahan emosi dan selalu berpikiran negatif. “Semuanya karena lo,” ucap Wika dengan suara bergetar.

“Gue?” Gerald bertanya santai.

“Ya, lo!” tekannya, ingin sekali mencakar wajah Gerald yang terlihat tak bersalah itu, "kalau lo nggak menyetujui perjodohan ini, sudah pasti gue dan Tomi akan menjalani hidup tanpa bayang-bayang perpisahan.”

“Lo yakin? Jika benar dia cinta, dia pasti akan menghabiskan sisa waktunya bareng lo, tapi sebaliknya—“

“Jangan sok tahu!” hardik Wika dengan lantang.

Mata Gerald melirik para undangan yang sudah menjadikan mereka tontonan. Wika mendengar bisik-bisik menjatuhkan namanya.

Ya, di sini Gerald adalah pemeran utama, ini pesta ulang tahun lelaki itu, hingga Wika-lah yang akan berperan sebagai kambing hitam.

“Gue kenal dia lebih dari lo,” ucap lelaki itu, membuatnya kembali ke bumi, “kenal Andin, Stefi, April, Juli, dan ... Tamara?”

Wika hanya bisa terdiam. Bahkan salah satu dari mereka—dia tak kenal. Tentu saja nama itu hanyalah karangan Gerald untuk menjatuhkan Tomi. Lelaki ini licik, dia tak boleh termakan omongannya.

Gerald mendengkus. “Ternyata, dia pintar nyembunyiin. Andin, nama kontaknya Kak Vega. Stefi, nama kontaknya Bu Tuti. April, cewek yang kecelakaan bareng dia, nama kontaknya Bi Ratih. Juli, nama kontaknya Tante Lastri, dan Tamara, nama kontaknya Alien Kampus”

Wika tahu Vega, itu kakak sepupu Tomi. Bu Tuti dosennya, Ratih asisten rumah tangga, Tante Lastri adalah adik dari mama Tomi, sedang Alien Kampus, nama dari grup chat kekasihnya itu.

Sudah jelas bahwa Gerald berbohong. Lelaki itu hanya ingin menjatuhkan Tomi, kekasihnya tidak punya simpanan lebih dari satu. Ini fitnah, Gerald berbohong.

“Bohong,” bantah Wika.

“Terserah kalau nggak percaya. Yang jelas, daripada lo nyalahin gue, lebih baik lo berterima kasih karena gue udah nyelamatin lo.”

“Makasih?” Tatapannya memicing.

“Ya, makasih. Karena di luar sana, tidak akan ada yang mau jadi tunangan lo, saat mereka tahu gimana jeleknya pacar lo yang mengakhiri selingkuhannya di ranjang,” ucap lelaki itu tanpa hati, Wika ingin sekali meludahi wajah Gerald, “semua orang curiga, lo juga sama.”

Sudah cukup hinaan yang diterimanya. Wika tidak bisa menahan emosi lagi. Menggapai sebuah gelas berisi minuman, dia menyiram wajah Gerald dengan cairan berwarna merah itu.

Napasnya naik turun. Meskipun telah meluapkan emosi dengan cara seperti ini, dia tetap ingin mencabik wajah Gerald. Suara ayahnya terdengar, Wika menoleh. Wajah pria itu sangat marah.

Segera dia mengambil langkah untuk pergi meninggalkan tempat tersebut. Wika-lah yang salah, orang-orang pasti berpikiran seperti itu. Gerald, dia tidak akan pernah memaafkan lelaki itu, apalagi untuk berbaik sangka padanya.

Aku revisi cerita ini lagi. 😅 Jadiin POV 3.

Kasih tahu kalau masih ada kata aku, kami, dan ku.

Tunanganku bukan Cintaku (TAMAT) ✓ #3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang