Chapter 6

6 2 2
                                    

"Bunda adek pulang "ucap Alfrinda sambil membuka pintu utama.

"Iya udh, sana cepet ganti baju abis itu kalian cari cincin."

Alfrinda menatap Bara yang ada di ruang tamu rumahnya. Entah mengapa dadanya bergemuruh, tapi ia mengalihkannya.

"Bunda emang adek nikahnya kapan sih? Kok udah fitting baju dan sekarang nyari cincin. "

"5 hari lagi, bahkan udangan pernikahan kalian udah di sebar. "

"What?! "

"Udah cepet ganti baju! "

"Iya-iya" ujar Alfrinda lalu berjalan menuju kamarnya.

*********

Di dalam mobil keduanya diam. Suasana canggungpun tak terhindarkan. Alfrinda yang benci suasana canggung akhirnya buka suara.

"Bar eh mas eh kak, ish... Aku manggil kamu gimana? "kesel Alfrinda.

"Terserah. "

"Ok, Bar emang kita pernah ketemu sebelum perjodohan ini?"

"Hm"

"Iyakah? Kapan? Karena aku me.... "

"Turun udah sampek! "

Alfrinda mendengus kesal, pasalnya belum sempat ia menyelesaikan ucapannya namun, dengan seenak mukanya datarnya Bara memotong ucapannya.

Walaupun kesal namun, Alfrinda tetap turun dan mengekori Bara masuk ke dalam toko perhiasan tersebut.

"Selamat sore ada yang bisa saya bantu? "tanya pegawai toko tersebut.

"Kami mencari cincin pernikahan. " jawab Bara.

"Oh..... Mari ikut saya. "

Tiba-tiba Bara menarik tangan Alfrinda dan menggenggamnya untuk mengikuti pegawai tersebut.

Deg......

Jantung Alfrinda bergemuruh tak karuan. Apa karena terkejut? Atau ada hal lain, em cinta misalnya(?)

"Silahkan mau pilih yang mana?"Tanya si pegawai sambil menunjuk etalase yang berisi cincin pernikahan.

"Pilih! "titah Bara.

"Aku yang pilih? "tanya Alfrinda memastikan.

"Hm."

"Kalo kamu ngga suka gimana? "

"Udah pilih aja. "

Alfrinda nurut, lalu mulai memilih cincin.

'Yang mana cobak?'batin Alfrinda.

Dianya bingung, soalnya menurut dia semua cincinnya terlalu rempong.

"Bagaimana dengan ini? "tanya si pegawai.

"Ngga deh terlalu rempong. "

"Kalo ini? "tanya pegawai itu lagi.

"Ngga deh terlalu polos."

Entah bagaimana maunya si Alfrinda, dikasih yang rempong ngga mau dikasih yang polos ngga ada hiasannya apa² juga ngga mau.

"Yang ini aja. "ujar Alfrinda sambil menunjuk cincin yang hanya dihiasi dengan satu Kristal kecil.

Pegawai tersebut mengangguk lalu mengambilkan cincin yang dimaksud Alfrinda dan memberikannya pada Alfrinda.

Alfrinda mengambil cicin tersebut dari tangan si pegawai dan memperlihatkannya pada Bara.

"Suka nggak? "tanya Alfrinda.

"Terserah. "singkat Bara. Alfrinda manyun.

"Niat ngga sih nikah? Kok semua pilihan di serahin ke aku, kemarin gaun pengantin juga aku yang kamu suruh milih, kamu kenapa sih?! "kesal Alfrinda, matanya mulai berkaca-kaca. Detik berikutnya air matanya mengalir.

'Kok gue nangis sih? Kok dada gue sakit ya? 'batin Alfrinda frustasi sendiri.

Dengan gerakan kilat Alfrinda menghapusnya, namun Air matanya mengalir lagi hingga akhirnya ia terisak. Tubuhnya bergetar. Bara yang tak tega melihat Alfrinda menangis pun memeluknya sambil mengelus punggung Alfrinda.

'Maaf aku janji bakal buat kamu inget semuanya tapi nggak sekarang, aku belum siap liat kamu kesakitan. '

Beberapa menit kemudian Alfrinda mulai tenang.

"Yaudah kita ambil cincin ini ya?"tanya Bara, nada suaraya melembut.

Alfrinda mengangguk.

Bara menuju kasir untuk membayar cicin tersebut sambil menggandeng tangan Alfrinda.

Setelah selesai mereka kembali ke mobil. Keduanya diam.

"Mau ke Cafe dulu? "tawar Bara.

"Bar jujur, gue punya salah apa sama lo? "tanya Alfrinda, matanya mulai berkaca-kaca.

"Kamu ngomong apa sih? "

"Jujur Bar, gue kesiksa. "tangis Alfrinda pecah.

"Jangan nangis dan jangan pikirin apapun tentang aku, karena kamu ngga punya salah apapun sama aku. "

Alfrinda diam.

'Ada apa sama gue, kenapa gue nggak inget apa-apa? "


Tbc.......

Sorry for typo

Story of LoveWhere stories live. Discover now