Dua puluh lima

7.3K 280 13
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ ﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

-
-
-
-
-
💜

Kalau saya bisa seperti orang lain, maka orang lain juga harus bisa seperti saya

●_●

     “Sriwahyuni, sudah ada yang lamar,lo,” ceplos Dani dengan santainya.

     “Ehh, ember bocor! Belum juga pasti sudah pakai acara sebar! “ kesal Sriwahyuni sambil menjitat kepala Dani.

     Semua yang ada di sana, cuma  bisa tertawa. Soal pernikahan Sriwahyuni, aku sudah tahu sejak lama, berita apa sih, yang tidak aku ketahui mengenai teman kelasku?

     “Bagaimana? “ tanyaku ke Sri Ramadhani, tentang kapan dia menyusul untuk menikah.

     “Kalau saya menikah nanti ya, yang massolo¹ lima puluh ribu dilarang jabat tangan sama keluarga pengantin, yang seratus ribu ke bawah di larang makan daging dan tidak duduk di kursi, yang seratus lima puluh ribu ke bawa dapat daging tapi kaki ayam di tambah kerupuk tapi tidak bisa duduk di kursi, dua ratus ribu dapat daging ayam sama kerupuk belum bisa duduk di kursi, tiga ratus ribu ke bawah dapat semua lauk² tapi tidak bisa duduk di kursi. Empat ratus ribu ke bawah bisa duduk di kursi dapat semua lauk tapi sebentar saja duduk. Empat ratus lima puluh ribu bisa duduk lama lama makan sepuasnya, dan lima ratus juta bisa gantikan mempelai prianya duduk di dekatku,” ucap Dani dengan santainya.

     “Ma shaa Allah, kau mau nikah atau mempromosikan diri? “ ketus Sri wahyuni. Mereka berdua adalah sepupu, jadi tidak salah kalau wajah dan namanya hampir sama.

     Aku dan beberapa temanku kembali tertawa mendengarnya. Kalau kalian bertanya tentang kak Farzan, dia sedang kumpul bersama dengan teman pesantrennya, kebetulan Abdul mengundang beberapa temannya, jadi ceritanya dia sedang reunian.

     “Nanti saya lamar,” ucap Abdi kemudian. Syukurlah kalau dia memiliki niat untuk menikahi Sri Ramadhani, bukan Marwa lagi, bukannya kenapa, hanya saja usia Marwa masih tiga tahun sedangkan dia seusia denganku.

     “Jangan! Bapakku nakhoda, dia pasti minta kapal untuk panai-nya, “ucap Dani sambil tertawa kecil. Dani memang seperti ini selalu menganggap bercanda perkataan orang lain. Prinsip dia itu seperti ini, Kalau saya bisa seperti orang lain, maka orang lain juga harus bisa seperti saya.

     “Sepuluh pun akan saya bawakan untuk kamu. Tapi besarnya kira-kira 10 cm. “

     “Anjayy! Kau! “ Dani menjitak kepala Fauzi. Itu pasti sakit. Dani memiliki satu jurus Jitak yang amat sakit.

     Masih ada satu yang belum kuceritakan, Fauzi yang sedang duduk di sambilku, sambil menaruh tangannya di belakang kursiku, aku tidak mempermasalakan itu, karena tangannya tidak langsung menyetuhku hanya saja dia sesekali menyenderkan kepalanya di bahuku.

     “Bisa jaga jarak tidak! “ bisikku ke Fauzi. Aku masih baik kepadanya, aku tidak sampai membocorkan aibnya di depan teman-temanku.

     Bukannya mendengar Fauzi malah menjadi-jadi. “Adibah, lihat aku. “

     Aku menatap Fauzi tidak suka. Kenapa lagi dia? Semoga saja dia tidak membuat keributan kembali.

Dear Imamku (Completed√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang