I.O6

7K 1.2K 163
                                    

pagi selanjutnya, jeno berada dalam ruangannya, menatapi jendela besar disana sambil membelakangi asisten miliknya, renjun.

"aku sudah membereskan semua meeting anda pagi ini, tuan... apakah ada hal lain yang harus kulakukan?" suara renjun terdengar agak ragu, dan jeno memberinya sebuah anggukan.

"kita akan pergi ke suatu tempat. tapi aku tidak mau segerombolan pengawal mengikutiku. jadi, pilihlah dua orang saja dan suruh mereka mengikuti mobilnya." jeno memberi instruksi, renjun memberinya tatapan bingung.

"aku... baik, tuan. tapi aku tidak yakin apa aku yang harus memilih. mungkin kau yang harus melakukannya?"

jeno terkekeh pelan sebelum berbalik untuk menghadap lelaki itu, setangkai bunga berada di genggamannya.

"oh, aku percaya padamu. beritahu yukhei dan rekannya untuk ikut bersama kita. aku percaya kalian berdua bisa mengambil kesempatan ini untuk mengobrol," canda jeno dengan senyum kecil sebelum meninggalkan ruangan.

renjun memerah pada kalimatnya, mengekori jeno dengan cepat, "ji... jika itu perintahmu, tuan." ia bergumam malu, sebelum berbalik pada lorong untuk memberitahu kedua pengawal itu.

jeno melirik bunga di tangannya, mawar yang sama dengan yang sepertinya disukai jaemin.

ia memasuki mobilnya, memutar tangkai mawar itu dengan lembut.

ia masih dapat melihat cara jaemin membungkuk untuk mendekatkan bunga itu pada wajahnya, dengan senyum cerah dan tubuh indahnya.

jeno menghela napas dalam sambil melirik ke luar jendela.

anak itu telah menghantui pikirannya.





beberapa saat kemudian, jeno berdiri di depan pintu rumah jaemin dengan mawar yang sama di genggamannya.

ia membunyikan bel dua kali, berdiri dengan postur tegapnya, sambil menunggu pintu terbuka dengan rasa gugup di dadanya.

kedua pengawalnya berdiri beberapa meter di belakang.

pintu terayun terbuka setelah beberapa menit, memperlihatkan jaemin dengan surai yang berantakan dan mata setengah tertutup, hanya mengenakan jaket milik jeno, telanjang kaki.

jeno menenggak liurnya melihat pemandangan tersebut, dan mata jaemin melebar.

"oh... tuhan." sebelum membanting pintu.

jeno berdeham, menutup matanya agar kembali tenang.

pintu sedikit berderik terbuka dan kepala jaemin mengintip keluar ragu-ragu dengan ekspresi lelah dan kebingungan.

"tuan presiden?" suara jaemin terdengar agak serak dan penasaran.

"selamat pagi. kau tahu, aku... terlanjur melihatnya, jadi tak perlu bersembunyi." jeno menunjuk pada pintu, lalu jaemin menghela napas dalam kekalahan sebelum membuka pintunya lebih lebar agar jeno bisa masuk, pandangan terpaku pada lantai.

"silahkan masuk."

jeno melangkah masuk ke dalam rumah jaemin. ia melihat sekitar, memperhatikan bagaimana semuanya begitu mewah dan berselera.

dia tidak mengharap hal yang kurang dari lelaki dengan kelas dan keanggunan seperti itu.

dan walaupun jaemin tak mengenakan apapun, rambutnya berantakan, ia tampak begitu luar biasa.

"apa yang kau lakukan disini?" jaemin akhirnya menatap jeno, mencoba menyembunyikan ketidaknyamanannya yang sangat jelas pada fakta bahwa ia hampir terekspos seluruhnya di depan jeno, masih mencoba menghilangkan rasa kantuknya.

national anthem ; nominWhere stories live. Discover now