O5

8.8K 1.4K 130
                                    

          malam telah tiba, mewarnai langit dengan biru gelap dan meneranginya dengan puluhan bintang.

ruang balkon memberi pandangan langsung pada langit berbintang sambil menyambut meja besar yang dipenuhi segala makanan enak buatan para koki besar dalam negara.

jeno memberi instruksi tegas, ia ingin makan malam ini sempurna.

meja itu terbungkus kain putih dan kelopak mawar, dihias sedemikian rupa.

cahaya lilin dan wine terbaik, jeno benar-benar ingin membuat jaemin terkesan.

namun, dirinyalah yang justru dibuat terkesan ketika melihat jaemin datang, dibalut gaun merah beludru, bahu dan kaki terekspos angin dingin, memamerkan kulitnya yang halus dan berkilau.

jeno mencoba untuk tidak menatap terlalu lama, mengalihkan pandangan pada wajah menawan milik jaemin sebagai gantinya.

jeno memutuskan untuk memutari meja dan menarik kursi jaemin untuknya.

hal itu membuat jaemin tersenyum sambil berjalan menuju padanya, suara hak sepatu jaemin mengetuk lantai sebelum mendudukkan diri pada kursinya.

"terima kasih, tuan yang sungguh gentle." goda jaemin, dan jeno dengan canggung kembali pada kursinya.

"dengan senang hati." jeno mencoba menyalurkan sebagian kepercayaan dirinya, yang selalu ia gunakan di depan pers dan semua orang yang ia temui.

namun entah bagaimana, rasa percaya diri itu selalu menghilang tiap kali berada di sekitar jaemin, digantikan dengan perasaan gugup.

"ini terlihat sangat enak! terima kasih telah mengundangku, tuan presiden." puji jaemin ketika ia mengamati bermacam makanan yang tersaji di atas meja.

jeno memberi anggukan, "terima kasih telah datang kemari, aku berharap kau menemukan apa pun yang kau sukai."

"kita berdua tau bahwa makanannya bukanlah bagian penting dari makan malam ini," jelas jaemin, dan jeno menetujui dengan gerakan kepala yang monoton.

"itu benar, tujuan dari makan malam ini adalah untuk... mengobrol. dan bertukar kata juga informasi dengan satu sama lain. tentu dengan menikmati makanannya."

jaemin tak dapat menahan cekikikannya dari cara bicara jeno yang terlalu formal, menutupi mulutnya dengan tangan untuk meredam tawanya.

jeno sedikit bingung, namun ia memutuskan untuk sekedar menikmati suara tawa jaemin, senyum lembut terukir di bibirnya.

"apa aku mengatakan hal yang lucu?"

"sedikit, tapi sangat menawan"  jaemin mengakui, tawa kecil terpancar dari bibirnya.

jeno berdeham, tidak terlalu yakin harus bereaksi seperti apa pada pujian itu.

"terima kasih, kalau begitu. apa kau mau segelas wine?"

jaemin lebih memilih sampanye, namun tetap menerima minuman itu dengan senyum di wajahnya.

"apa kau sadar bahwa kau tau lebih banyak tentangku dibanding yang ku tau tentangmu? maksudku... kau mengetahui rahasia sangat sensitif di hidupku. jadi, kau harus memberi tahuku sesuatu terlebih dahulu."

"kau benar. yah, aku suka dengan alam dan berkebun di waktu senggangku." jeno menyesap minumannya, dan jaemin terlihat sedikit terkejut.

"apakah aku bisa melihat kebunmu, tuan presiden?"

jeno terheran, belum ada yang pernah meminta untuk melihat tamannya.

bukannya tidak ada yang berani, namun itulah sesuatu yang jeno hargai tentang jaemin.

national anthem ; nominWhere stories live. Discover now