O4

8K 1.5K 65
                                    

          hari selanjutnya, jaemin terbangun sendirian di ranjang yang besar nan nyaman. gaun gemerlapnya telah tergantikan oleh kemeja hitam lengan panjang dengan piyama celana pendek senada.

ia menemukan sebuah perban kecil di lengannya, merasa agak pusing dan sedikit linglung.

suara ketukan di pintu terdengar sebelum seorang lelaki mungil yang membawa beberapa dokumen dalam dekapannya berjalan masuk.

lelaki itu tersenyum sopan, terlihat sedikit gugup.

"selamat pagi. namaku renjun, asisten sang presiden. bagaimana perasaanmu hari ini?"

"aku tidak apa, terima kasih..." jaemin memberi senyuman kecil, melihat sekitar untuk mengagumi ruangan megah dan terkesan modern itu.

"ini dimana?" ia bertanya penasaran sebelum berbalik menghadap renjun lagi.

"kamar milik presiden." jawab renjun singkat, dan jaemin merasakan sedikit getaran di hatinya.

"kau sudah dirawat oleh seorang dokter yang kompeten, yang menjelaskan perban di lenganmu. sang presiden memesan beberapa baju untuk kau pakai, dan dia menunggumu di ruangannya. aku akan menunggu di luar agar kau bisa berganti pakaian." jelas renjun, menunjuk pada lemari.

jaemin berdiri dan berjalan ke arah lemari itu, dimana beberapa pakaian tertata rapih untuknya.

ia tersenyum lalu memberi sebuah anggukan kecil pada renjun, "baiklah! terima kasih."

renjun dengan cepat meninggalkan ruangan dan menutup pintu di belakangnya, membiarkan jaemin berganti pakaian dengan nyaman.








          setelah membasuh diri dan bertukar pakaian dengan sebuah celana hitam ketat dan atasan satin yang dimasukkan ke dalamnya, jaemin keluar dari kamar itu.

ia dipandu oleh renjun menuju ruang presiden, berjalan kedalam setelah melihat jeno duduk di mejanya, memakai setelan dan dasi seperti biasa.

jeno terlihat tampan.

ia menengok dari lembar kerjanya, bertemu pandang dengan kedua mata jaemin.

ia langsung memperbaiki posturnya, menelan rasa gugup sebelum berdiri dan menghampiri jaemin.

"apa kau merasa lebih baik?" tanya jeno, mengagumi pakaian jaemin yang sangat pas dengannya.

ia merasa bangga telah memilihkannya.

"iya, terima kasih atas keramahanmu" suara yang jaemin keluarkan sangat lembut, padangannya penuh rasa terima kasih.

"tak apa, itu normal. aku sangat khawatir, dan aku bisa menjamin tak ada yang melihat kita. kau tak harus bercerita, tapi aku akan senang mendengar apa yang terjadi. bisakah kau memberi tahuku?"

jaemin menghela napas dalam, punggungnya ia sandarkan pada meja kayu disana.

"itu hal terakhir yang bisa ku lakukan. dari apa yang ku ingat, kau melihatku dalam keadaan yang menyedihkan. aku minta maaf untuk itu. manajerku... dia mengatakan hal buruk padaku, dan aku menolaknya. dia menjadi sangat marah."

jaemin menarik napas dalam sambil menceritakan apa yang terjadi, merasakan sebuah remasan lembut di tangannya.

"dan... ia memaksakan dirinya padaku, ia berkata bahwa aku miliknya dan dia berhak untuk memakaiku. aku mendorongnya menjauh dan hal selanjutnya yang ku tau, sebuah jarum ditusuk pada lenganku."

alis jeno menyatu, amarah terlihat jelas di wajahnya ketika ia menggertakkan giginya.

jaemin berlinang air mata mengingat kejadian mengerikan itu, namun jeno menghapus air mata jaemin dengan tangannya.

"dokter memberitahuku bahwa di dalamnya terdapat semacam rape drug."

jaemin kembali menarik napas, kepalanya menunduk lesu.

"itu... aku bahkan tak bisa membayangkan apa yang mungkin terjadi padaku bila kau tak ada disana. dia berencana untuk membawaku pergi, ia sedang menyalakan mobil pada saat kau menyelamatkanku. dan aku tak akan pernah bisa cukup berterima kasih pada kebaikanmu, tuan presiden."

"tidak apa-apa, aku ingin kau aman. kita harus menangkap sampah ini atas apa yang ia coba lakukan, dan kau harus bersama tim kemanan setiap waktu. jika kau mau, aku akan menugaskan mereka untukmu." jeno berbicara tidak teratur, ia ingin melindungi yang lebih muda bagaimanapun caranya.

"mengapa kau mau melakukan itu untukku? kita bahkan belum mengetahui satu sama lain lebih dekat dan kau sudah melakukan lebih dari cukup."

mata jaemin mengamati sekeliling ruangan dengan rasa penasaran, baru saja menyadari ia berada dalam ruang kerja sang presiden.

jeno berdeham, "mungkin, kita harus mengubahnya?"

"apa maksudmu?" jaemin memberi tatapan bingung, dan jeno melonggarkan dasinya.

"aku ingin mengundangmu untuk makan malam. aku akan senang mengetahui lebih banyak tentangmu."

jeno sebenarnya gugup, namun tetap bersikap biasa.

jaemin tersenyum atas kalimatnya, "oh astaga, apakah aku sudah memikatmu?"

"oh? oh, um, maksudku..." jeno terlihat bingung, kesusahan mencari kalimat yang koheren. ia tidak mau membuatnya terlihat jelas, namun ia tak mau menyinggung jaemin pula.

jaemin cekikikan melihat respon jeno, matanya yang ceria bersinar kembali.

"aku akan senang untuk makan malam denganmu. ruang balkon?"






ㅡㅡㅡ
entah mengapa aku merasa
part yang ini sangad pendek,
nyatanya yang kemaren
lebih pendek dari ini :/

national anthem ; nominWhere stories live. Discover now