Dua

535K 18.8K 224
                                    

Gigi menggeliat, dia mengusap pipi yang terasa dingin sebelum kembali menyamankan posisi tidur. Dia masih sangat mengantuk, tubuhnya juga terasa pegal di sana-sini. Sangat malas untuk membuka mata. Rasa dingin di pipi kembali terasa, membuat Gigi lagi-lagi mengusapnya sembari menggerutu kesal.

Siapa yang berani mengganggu jam tidurnya?

Suara deheman dari samping membuat Gigi membuka mata, dia terkejut melihat Haga berdiri di dekatnya.

"Pak." Gigi bangkit dan berdiri. Dia mundur saat merasa posisinya terlalu dekat dengan Haga. Melirik ke luar jet, dia meringis saat sadar sudah mendarat dengan aman.

"Kita sudah sampai, bersiaplah."

Gigi mengangguk, dia merapikan helai rambut dan terdiam merasakan plester di kening. Menatap Haga, dia bertanya-tanya siapa yang mengobati lukanya. Apa lelaki itu? Tidak mungkin, Haga tidak akan repot-repot mau melakukan hal seperti itu, tapi siapa? Di sini hanya ada mereka berdua. Sedangkan beberapa orang lagi, ada di bagian lain.

Mengenyahkan semua pertanyaan, Gigi bangkit dan bersiap turun. Dia menyandang tas miliknya dan berjalan mengikuti Haga. Gigi mengedarkan pandangan, lagi masih gelap, dia juga masih amat mengantuk. Menguap Gigi menerima koper Haga dari pekerja lelaki itu.

"Terima kasih pak Agung. Kami permisi dulu." Gigi tersenyum, berbalik dan mulai menyeret koper lelaki itu. "Sebelah sini, Pak," katanya mengajak Haga berjala ke arah kiri mereka. Sudah ada mobil jemputan di sana.

"Selamat datang, Pak."

Sambutan ramah sopir yang di tugaskan untuk menjemput Haga membuat Gigi tersenyum, dia menyerahkan koper Haga pada Pak Jaka, sopir yang akan mengantarkan mereka ke rumah keluarga Haga yang ada di kota ini.

Gigi duduk di kursi depan, di samping Pak Jaka yang mulai menjalankan mobil membelah jalanan sunyi di subuh hari. Melirik ke belakang, Gigi melihat Haga sudah kembali sibuk dengan ponselnya.

Lima belas menit kemudian, mereka sampai di rumah bergaya modern milik keluarga Haga. Gigi turun lebih dulu, setelahnya dia berdiam diri menunggu lelaki itu keluar.

Namun, karena Haga tak kunjung keluar dan Gigi tak ingin mengangguk, dia mengalihkan pandangan ke depan. Menatap bangunan mewah keluarga Haga. Sebenarnya tempat ini tak berpenghuni, hanya ada pengurus rumah yang tinggal jauh di belakang.

Suara pintu di tutup dengan kasar membuat Gigi tersentak kaget, dia menatap Haga dan tersenyum canggung saat lelaki itu memberi tatapan tajam padanya. Aneh, Gigi mengerutkan kening sebelum mendekati Pak Jaka. "Terima kasih Pak, saya bisa membawa koper Pak Haga sendiri," ucap Gigi saat Pak Jaka ingin membantu membawa koper sang Bos.

"Tidak apa-apa Mbak, sekalian saja."

Gigi tersenyum ramah. Dia sangat terharu pada pak Jaka yang sangat perhatian dan juga baik hati. Dia sangat lelah, mendapat bantuan kecil seperti ini sungguh membuatnya senang.

"Terima kasih, ya, Pak Jaka," kata Gigi sebelum menutup pintu. Dia menghela dan kembali menyeret koper Haga ke kamar lelaki itu.

Melihat pintu yang tertutup rapat, Gigi menggerutu sembari mengetuk pintu. "Pak," panggil Gigi. "Pak Haga saya mau memasukkan koper."

"Masuk."

Begitu mendengar sahutan Haga, Gigi langsung masuk. Dia melirik lelaki itu yang tengah duduk di ranjang sembari memainkan ponsel. Menggeleng dia mulai menarik koper Haga dan meletakan di samping lemari, membuka koper Gigi bersiap mengeluarkan pakaian bos.. Menyusunnya rapi hingga lelaki itu mudah mencari dan mengambil.

"Tidak. Biarkan saja di dalam sana."

Gigi menghentikan aktivitas tangannya. Dia berdiri. "Ada yang bisa saya bantu lagi, Pak?" tanyanya berdiam diri menunggu jawaban Haga.

Haga & Gigi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang