******

Jason meletakkan kembali ponselnya ke atas meja yang ada di ruangan itu. Sesekali aroma kimia yang menyentil hidungnya membuatnya semakin bergairah melakukan semua pekerjaan tersebut.

"Mercusuar Hatteras?" Ujarnya, tertawa sedikit. Pikirannya menimbang-nimbang. "Tua bangka itu, kenapa ia selalu memilih tempat seperti itu?" Gumamnya. Tanpa mau berpikir panjang lagi, ia kemudian melangkahkan kakinya menghampiri sesuatu.

Merman itu, William, terbaring di lantai. Seorang lelaki bersirip yang baru saja ia keluarkan dari Aquarium.

"Baiklah, mungkin tak buruk juga." Ujarnya lagi.

Jason memandanginya beberapa saat William, tubuhnya masih terlihat begitu lemah. Namun ia tetap terlihat sempurna. Badannya memang tak segagah Sean, ia sedikit lebih mungil dari Sean. Mungkin karena ia peranakan Mongoloid, dan yang pasti, ia bukan seorang atlet. Tapi wajahnya benar-benar tak kalah menarik dengan si atlet renang itu.

William, punya mata hitam yang indah, hidung mancung dan bibir tipis yang sempurna. Ia bahkan terlihat sangat tampan jika tersenyum. Dan juga, gigi kelincinya itu, mungkin dapat menambah kesan manis yang dapat membuat hati wanita manapun takluk. Apalagi disertai rambut gelapnya yang berantakan menutup keningnya, memberi seluet pesona maskulin pada wajah sempurna itu.

Jason menekuk kakinya tepat di samping lelaki berparas elok tersebut yang kini hanya bisa menatapnya lemah. "Hai Willy," Sapanya. "kau ingin melihat anakmu? Anak laki-lakimu?" Ia menjulurkan tangan, meraih wajah pucat itu dan mengusap-usapnya lembut dengan punggung jari telunjuknya.

Sementara William merasakan jantungnya seakan ditusuk benda tajam saat mendengar kalimat singkat itu. Anaknya?!

"Aku tidak tahu bagaimana mengatakan ini, tapi Sean, ia telah tumbuh dengan baik. Sean Alex, putramu dengan Alexa itu."

'Sean?!'

Putranya Sean? Entahlah, ia tak tahu kabar apapun setelah ia masuk ke laboratorium ini. William mengingat jelas nama itu. Nama yang diberikannya saat Alexa mengatakan kalau wanita itu hamil. Sean. Sean untuk anak laki-laki, dan Sienna untuk anak perempuan. William yang memberinya nama-nama tersebut. Ia bahkan berjanji akan menikahi kekasihnya, Alexa, secepat mungkin. Membangun sebuah keluarga kecil dan menetap di New York sebelum akhirnya ia justru terperangkap di tempat busuk ini begitu lama.

Jason mengusap kening William lagi, menyingkirkan rambut hitam itu ke belakang. Membuat wajah tampan yang memucat itu lebih jelas terlihat. Ia setuju, ayah dan anak ini memang menarik, namun, mereka tak banyak memiliki kesamaan. Sean lebih banyak memiliki gen ibunya, Alexa. Mata cokelat, kulit putih kemerahan dan postur jangkung. Sementara William, ia hanya mewariskan rambut hitam indah ini saja. Surai hitam legam yang membuat wajah Sean, semakin terlihat begitu memikat.

"Willy, boleh aku memberitahu sesuatu?" Ujar Jason lagi, setengah berbisik. "Brenner jahan*m itu, dia baru saja bilang, anakmu Sean, mengalami Transmutasi-Spesies." Katanya. "Kau tahu apa artinya?" Ia menatap mata William dalam-dalam. "Artinya, ia mengalami sesuatu pada fisiknya yang akan membuat nyonya-ku, SEMAKIN MEMILIKI KESEMPATAN DARINYA!!" Pemuda itu tertawa.

'Bajing*n!'

William tak bisa menahan sesuatu yang meledak dalam hatinya. Amarah itu, shit! Orang-orang ini tak bisa melakukan hal busuk seperti ini terus menerus. Apalagi terhadap Sean, putranya.

Suara Jason semakin memonopoli, tawa itu, suara yang menghapus kesunyian ruangan yang dipenuhi berbagai tabung-tabung berisi mahkluk-mahkluk aneh hasil eksperimen mereka. Suaranya sangat keras sebelum akhirnya, alarm tiba-tiba berbunyi menyelimuti seluruh bangunan tersebut.

Jason mengakhiri gelak tawanya, bangkit berdiri, wajahnya berubah sedikit lebih serius. Ia memandang ke arah pintu. Terdengar suara-suara gaduh tak lama setelah itu. Suara hentakan-hentakan kaki, teriakan-teriakan dari pegawai wanita, dan yang lebih parah, terdengar beberapa kali suara tembakan.

Beberapa orang terdengar memporak-porandakan seisi gedung. Beberapa orang yang tentu saja bersenjata. Ia bisa membayangkan orang-orang itu membobol dan menembaki siapa-pun yang mereka temui, ilmuwan-ilmuwan yang bekerja di sana. Membunuh mereka semua dengan membombardir tubuh mereka dengan peluru-peluru.

Jason berani menebak mereka bukan anggota kepolisian atau apapun yang bekerja untuk negara yang kemudian menyergap tempat itu. Mereka sangat brutal. Mereka membunuh. Membunuh dengan sangat mudah.

Jason dan William dapat mendengar hentakan langkah mereka menuju ke ruangan itu kemudian. Ruangan di mana mereka berada. Semakin lama semakin terdengar mendekat. Derap kaki yang seolah menunjukkan betapa kuatnya orang-orang itu. Yang seolah, tak mengijinkan siapa pun, keluar hidup-hidup.

William melihat Jason menghampiri meja yang ada di sana. Ia tampak melakukan sesuatu. Entahlah, William tak dapat memastikannya. Ia hanya bisa melihat punggung pemuda itu. Deru langkah semakin terdengar dekat dari pintu ketika akhirnya pemuda itu, Jason, menyelesaikan pekerjaan kecilnya dalam hitungan detik.

Pria muda tersebut kembali menghampiri William. Di tangannya terdapat sebuah jarum suntik. Tampaknya itu yang ia upayakan tadi.

Dengan cekatan ia kemudian meraih wajah William, menahannya kuat-kuat.

"Maafkan aku Will, semuanya harus tetap berjalan baik!" Ujar Jason saat orang-orang itu akhirnya berhasil mendobrak pintu, pemuda itu tanpa ragu mendaratkan ujung jarum suntiknya, tepat di bola mata kiri William. []

-

...

THEIR MERMAN [COMPLETE]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt