01. Jangan diaduk, Yang!

26 3 1
                                    

Avniel misuh-misuh di kamar mandi sekolah sambil melorotin celananya untuk memasukan kembali seragamnya yang keluar berantakan. Setelah selesai diliriknya semua sisi penampilan, termasuk bokongnya yang ditemukan kotor. Ditepuknya pelan, namun tidak membuat si kotoran itu hilang.

Avniel semakin menggerutu, kesal dengan harinya yang kacau. Gak jadi ngecengin adik kelas dan sekarang bajunya sudah mirip kayak anak berandalan yang gak niat sekolah. Belum lagi Avniel sempat mendapat omelan oleh Pak Ruslan—satpam sekolahnya—saat masuk gerbang. Juga puncaknya ketika Juan dan Henry kabur saat Avniel kena semprot selesai upacara, lagi-lagi karena penampilannya yang berantakan.

Helaan napas keluar dari mulutnya, kedua tangannya dikepal di udara. Avniel bergaya seperti seorang petinju dengan memukul-mukul udara hampa berharap mengurangi perasaannya yang membara. Setelah puas, Avniel menteralkan ekspresi wajahnya, mengambil napas dan mengeluarkannya sepelan mungkin, lalu keluar dari kamar mandi untuk menyusul kedua teman kempretnya yang saat ini menunggu di kantin.

Tidak lama untuk sampai di kantin layaknya teleportasi, Avniel lantas mendaratkan bokongnya dengan tidak santai di depan Juan membuat cowok itu mengalihkan atensinya dari ponsel ketika merasakan eksistensi Avniel.

"Hai, bro!" sapa Juan sekenanya. Bibirnya menampilkan cengiran yang membuat Avniel naik pitam merasa bahwa Juan saat ini tengah meledeknya dan menantangnya untuk baku hantam.

"Apa lo?! Ngajak berantem? Sini!" Avniel lagi-lagi mendramatisasi keadaan, berdiri menggebrak meja dengan wajah songong menantang Juan.

"Wohooo! Santai Yang... santai...." Juan membeo, ditaruhnya ponsel yang semula digenggam ke atas meja untuk memberi tanda menyerah.

"Muka lo sih kayak ngajak nantangin gitu!" Avniel bersungut-sungut sembari duduk yang artinya menerima permintaan menyerah dari Juan.

"Astaghfirullah, emang udah setelan pabriknya gini." Juan membeo.

Kelakuan mereka yang sejak tadi mencuri perhatian beberapa penghuni kantin akhirnya mendapatkan tertawaan seolah drama mereka sudah sampai pada puncaknya. Lalu tidak lama Henry datang, membawa dua mangkuk Mie Ayam ditangannya. Juan yang melihatnya tampak berbinar, sementara Avniel menampakkan ekspresi kebingungan.

"Lah, gue gak dipesenin?"

"Ini punya anda paduka!" Celetuk Henry, diletakkannya kedua mangkuk itu di depan Juan dan Avniel kemudian kembali ke pedagang kantin untuk mengambil satu mangkuk lagi miliknya dengan pesanan yang berbeda. Yaitu bubur ayam favoritnya.

"Yuk bismillah yuk." Henry berseru.

Juan yang udah masukin setengah garpu berbalutkan gulungan Mie ke mulutnya membeku. Di depannya sudah terpampang tatapan tajam teman-temannya. Mau gak mau ia kembali meletakkannya ke dalam mangkuk dan mengangkat kedua tangan. Doa makan pun dipimpin oleh Henry. Barulah sesudah doa makan dipanjatkan, Juan dan Henry menyerbu makanannya dengan lahap. Sementara Avniel masih berada difase aduk-mengaduk.

"Lo sekte mana sih sebenernya? Emang enak ya makan bubur gak diaduk gitu?" Avniel bertanya ketika melihat Henry memakan langsung buburnya tanpa diaduk terlebih dahulu.

"Enak kok! Nih, lo mau coba?"

"Gak, makasih."

"Heleh."

"Ya udah sini gue wakilin buat nyoba." timpal Juan, tanpa permisi ngambil sekitar setengah sendok bubur milik Henry menggunakan garpu.

"Dih, gue gak nawarin lo ya!"

Juan cuma cengengesan gak jelas sambil dikecapnya rasa bubur milik Henry yang udah masuk ke mulutnya. "Asin bre."

"Tuh kan." Avniel membenarkan.

GravityWhere stories live. Discover now