CHAPTER IV

3.5K 330 8
                                    


Terkadang Jared sulit percaya betapa beraninya orang-orang di New York. Mereka tahu bahwa pembunuh berantai pengincar orang-orang kaya sedang berkeliaran tetapi mereka masih berpesta seperti tiada hari esok. Manajernya bilang polisi merekomendasikan agar mereka tutup lebih awal, tetapi dengan pelanggan yang memenuhi setiap sudut Necktie seperti sekarang, sang manajer dan pemilik club pasti tidak peduli dengan rekomendasi polisi.

Tetapi, Jared tahu kesibukan seperti ini baik untuknya. Well, selain kegiatan tertentu yang ia lakukan untuk kesenangannya tentu saja. Setidaknya mendengarkan pelanggan berkeluh kesah di sore hari dan meracik minuman di malam hari adalah distraksi yang bagus dari pikirannya akan Claudia Atwell.

Ia tidak percaya ia masih belum bisa menemukan wanita itu. Seolah-olah alam semesta menutupi keberadaannya. Bahkan ia sampai harus membuka buku kuning untuk mencari namanya, tetapi tetap tidak bisa menemukannya. Wanita itu benar-benar menyita pikirannya hingga ia bahkan tidak memikirkan untuk mencari mangsa.

Ah, iya. Ada satu hal lagi yang kemarin sempat membuat pikirannya teralih. Polisi menemuinya terkait kematian Terry Ripmer, kakaknya yang seorang pengacara.

Korban pertamanya.

Para polisi itu bertanya mengenai kapan terakhir kali mereka bertemu. Ia menjawab dengan jujur bahwa ia terakhir kali bertemu dengan Terry adalah 7 tahun yang lalu.

Terry yang ia kenal, setidaknya, yang suka melinting ganja dan menghisap bubuk putih di belakang pabrik tua tempat para pemadat berkumpul, mabuk-mabukkan dan membuat kerusuhan.

Siapa yang menyangka ia bertemu dengan seorang wanita lebih tua yang menjadikannya mainan sex dan memasukkannya ke sekolah hukum agar ia bisa bekerja di firma hukum milik wanita itu?

Yah, memang Terry berparas tampan. Tipe pria cantik yang bisa membuat wanita mimisan hanya dengan senyumannya. Tetapi, Jared benar-benar tidak menyangka keberuntungan yang didapat kakaknya yang brengsek itu.

Ia mencuri dengar cerita itu ketika ia mendapati Terry berkunjung ke Necktie bersama dengan teman-temannya 6 bulan yang lalu dan mereka menertawakan keberuntungan Terry. Kakaknya itu terlalu sibuk menyombongkan diri hingga tidak sadar adiknya menatapnya dengan rasa benci yang membuncah.

Jared tidak dapat menerima kenyataan bahwa kakaknya yang brengsek dan bodoh mempunyai nasib yang lebih baik darinya. Oleh karena itu, ia mengikuti Terry sepulang dari Necktie dan dengan amarahnya ia menyerang Terry. Membunuhnya dengan brutal.

Siapa yang menyangka itu akan memicu suatu kesenangan di dalam dirinya?

Polisi-polisi itu pertamanya hanya mengira Terry diserang secara acak oleh perampok karena mereka menemukan dompet Terry yang kosong, makanya penyelidikannya tidak terlalu intens. Tetapi setelah mendapati bahwa Terry adalah awal dari serangkaian pembunuhan berantai oleh Nosedive, FBI meminta para polisi New York menyelidiki dari awal.

Pertanyaan dari polisi yang cukup membuatnya tersedak adalah apakah ia mengetahui bahwa di hari kematiannya Terry mengunjungi Necktie club. Tentu saja Jared mengetahui itu. Namun, kepada polisi dia bilang malam itu dia memang mengira melihat Terry di Necktie. Tetapi, karena hanya dari jauh ia kira ia salah orang.

What a bullshit, Jared tahu. Tetapi polisi-polisi itu sepertinya percaya. Lagipula, Jared tidak pernah terlalu dekat dengan Terry dan teman-temannya malam itu, kecuali ketika ia mencuri dengar cerita kesombongan Terry.

"Bartender, two orange vodka!" seru seorang pelanggan di depannya sehingga Jared harus menuntaskan rantai pikirannya. Dengan sigap ia menyiapkan minuman pesanan itu dan ketika ia memberikannya kepada pelanggan, matanya teralih kepada seorang wanita berambut merah yang baru saja memasuki Necktie. Wanita yang ia tidak bisa ia enyahkan dari pikirannya hingga ia berpikir apakah ia sedang berhalusinasi.

At A Plain SightWhere stories live. Discover now