Sabiya dan Ustadz Fikri

3.6K 499 43
                                    

بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

•••

"Allah telah hadirkan dia untuk menciptakan tawamu yang renyah, sebagai penutup raut murammu. Allah memang sebaik dan seadil itu. Sudah kah kita bersyukur?"

-Risalah Rasa-

•••

Drep...

Pintu kembali tertutup saat Rendra keluar dari kamar Sabiya. Sabiya menundukkan kepalanya. Air mata lagi-lagi menetes dari kelopak matanya. Kata ikhlas berulangkali dia gumamkan dalam hatinya. Berharap rasa benci itu segera sirna.

Sabiya tidak ingin membenci ibu lagi seperti ini. Dia ingin menggapai syurga Allah lewat ibu yang telah memperjuangkannya melihat dunia. Namun kenapa, hati manusia mudah sekali membenci sedang sulit sekali memaafkan?

Dalam hidup, madrasah pertama seorang anak adalah ibu. Namun tidak baginya dan Zidan. Madrasah pertama mereka adalah ayah. Ayahnya yang telah mengajarkan dia dan Zidan untuk mengenal agama, huruf, angka, dan hal lainnya dalam kehidupan.

Ayahnya adalah seseorang yang taat dalam agama. Selalu bisa menjawab segala tanyanya bagai ensiklopedia hidup. Namun kenapa, tanya yang sangat sederhananya sampai sekarang tidak pernah ayahnya jawab? Rendra telah sukses mengajarinya dan Zidan menyebutkan kata "ibu" tanpa mengenalkan mereka langsung dengan sosok itu.

Bagai deretan kubik yang warnanya telah rancu. Sabiya dan Zidan tidak bisa lagi menyatukan warna-warna itu. Ayahnya begitu egois, menyimpan semuanya dengan rapi tanpa sedikitpun berbagi dengannya ataupun Zidan.

"Huhhh..."

Menyentakkan napasnya dengan kasar. Sabiya melepaskan mukenanya, kemudian melangkah menuju kamar mandi untuk kembali mengambil air wudhu. Sabiya memerlukan kesegaran dan ketenangan kembali setelah hatinya diporak-porandakan oleh tornado.

Sabiya mengenakan mukenanya kembali dan mulai membuka Al-Qur'an tepat pada surah ke delapan belas.

Al-Kahfi

Jam sudah menunjukkan pukul 03:50 WIB. Sembari menunggu adzan subuh berkumandang, Sabiya memilih untuk membaca surah Al-Kahfi karena kalender di atas meja belajarnnya sudah menunjukkan hari jumat meski semalam menjelang tidur Sabiya pun telah membacanya. Sebagaimana dengan hadits,

"Barang siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada malam jumat, dia akan disinari cahaya antara dia dan Ka'bah." (HR. Ad Darimi)

"Barang siapa yang membaca surat Al-Kahfi pada hari jumat, dia akan disinari cahaya di antara dua jumat." (HR. An Nasa'i dan Baihaqi)

Dulu, Sabiya kecil pernah bertanya kepada ayahnya. "Ayah, diantara kedua waktu itu, kapan kah yang lebih utama?"

Lalu ayahnya menjawab, "semuanya lebih utama ketimbang yang tidak melaksanakannya."

Namun lagi-lagi Sabiya kecil masih belum puas dengan jawaban ayahnya. "Tapi ayah, Biya kan bertanya yang lebih utama. Jadi, Biya harus membacanya diwaktu yang mana?"

"Jika keduanya memiliki kebaikan yang sama, kenapa puteri ayah yang shalihah ini tidak membacanya di dua waktu itu?"

"Capek Ayah, suratnya panjang sekali," ujar Sabiya dengan mengerucutkan bibir mungil nya.

"Sayang, tidak ada kata capek jika kita niatkan dengan lillahi ta'ala. Tidak akan lelah asal lillah, karena yang lillah pasti berkah."

Risalah Rasa [SELESAI]Where stories live. Discover now