1. Penghapus Papan Tulis

Start from the beginning
                                    

"Silahkan kumpulkan semua catatan kalian di depan, sekalian saya mau periksa."

"Pemaksaan banget," bisik-bisik siswi di depan.

"Kalau gak suka, pintu sebelah kanan saya."

Pada akhirnya sekelas ulangan dengan hasil nilai yang cukup memuaskan, memuaskan untuk membakar amarah emak bapak di rumah.

Balik ke masa sekarang, di kelas yang mencoba hening, suara hujan luar sana menghipnotis untuk pindah ke alam mimpi.

Kursi kelas terdiri dari empat deret dari depan, Pelangi dan Haysel mendapat bagian tengah kiri, nomor dua paling rawan dilihat guru.

Papan-papan tulis yang tengah menjabarkan angka-angka, penjelasan Pak Kiki terdengar samar-samar rasanya membuat Pelangi tidak tahan untuk tidak tidur.

Terkutuklah yang membuat jadwal mata pelajaran keramat ini di jam akhir. Badan letih, otak mumet tidak bisa berpikir jernih selain 'ingin pulang', semoga orang yang meletakan jam matematika di akhir pas pulang sekolah dikejar maung dan setiap harinya adalah Senin.

"Hei, hei." Haysel mencolek-colek lengan Pelangi.

"Kenapa?"

"Hari Senin kemarin lo sekolah gak?"

Cowok dengan rambut hitam serta bola mata kelam itu bertanya dengan wajah serius. Sejujurnya, Pelangi tidak terlalu dekat dengan cowok satu ini. Penampilannya jauh lebih tidak rapi dari siswa kebanyakan, terlihat agak serampangan apalagi baju yang kusut. Merebahkan kepalanya di atas meja setelah memastikan Pak Kiki tengah asyik mengoceh.

Pelangi menganguk-anggukan kepala.

"Memangnya kenapa?"

"Pas pak kepala sekolahnya bilang apa?"

"Eung? Keknya gak ada yang penting deh, tentang kebersihan, melanggar peraturan sama yang kemarin menang olimpiade. Cuma itu."

"Oh, gak asik banget ya sekolah di sini."

Pelangi mengernyit. Memangnya apa yang diharapkan? Tarzan terbang sambil teriak 'pulu pulu' biar seru gitu?

"Btw ada kalimat mutiaranya gak? Moto idup kek apa gitu?"

Si gadis memiringkan kepalanya berpikir sejenak, rambut hitamnya di kepang ke samping dengan poni menjuntai, bola matanya bulat lucu seperti cimol.

"Moto idup, ya? Gak inget sih, tapi buat apa deh?"

"Entah kenapa pas ketemu lo idup gue berubah haluan."

"Hah?"

"Berubah haluan untuk idup mencintai lo."

"Hah?"

Bagus, sempurna. Haysel tahu kalau dia tidak terlalu jago mengombal, maksudnya dia hanya tidak sedikit pandai menyambung gombalannya. Oke, baik, dia akui kalau tidak bisa mengombal. Tapi, tolonglah hargai perasaannya yang kini ditatap kasihan oleh beberapa penghuni kelas.

Seharusnya seseorang memberi tahu Haysel mengenai seorang Pelangi adalah makhluk tuhan paling lemot di kelas mereka. Kasihan sekali.

Desir ArahWhere stories live. Discover now