1. Penghapus Papan Tulis

703 135 34
                                    

Ketika mata kita bertemu, aku selalu berharap untuk diam. Diam-diam berharap tidak ada lagi tatapan kesepian hinggap. Diam-diam berharap kamu menjadi bagian yang tak akan pernah lenyap. Diam-diam berharap aku si pemberi mimpi indah di tidurmu yang lelap.
☔☔☔

Kalau seorang Anjani Pelangi ditanya, apa yang lebih menyenangkan ketika hujan datang, dengan wajah dan mata berbinar cerah gadis itu akan menjawab ketika hujan turun ia bisa merenung sepuasnya, pura-pura tidak mendengar sekitar, dan ketika hujan turun, semua hal akan memudar dari penglihat. Hanya ada dia, hujan, dan pikiran bebas melalang buana. Dunia hanya miliknya.

Tapi Russel tidak suka hujan, cowok jankung berkacamata dengan rambut coklat kelam berantakan itu akan menghilang ketika hujan turun. Kedengaran aneh, kan? Iya, itu beneran aneh. Hilang yang dimaksud di sini adalah, Russel tidak akan beranjak dari kamarnya. Seperti hari ini, di sepanjang sekolah dimulai.
Ketika hujan turun pagi hari, Russel tidak akan pergi sekolah. Jangan tanya ada berapa banyak absensi si cowok ketika musim hujan. Parah sekali.

Pelangi mendengus bosan, suasana kelas menghening seolah terhanyut akan buaian penjelasan guru matematika depan sana, pada jam terakhir rawan-rawan kantuk menyerang. Pelangi berusaha sekuat tenaga berperang agar tidak ikut ngorok lalu dilempar penghapus papan tulis super duper butut itu. Kalau ada yang bertanya sudah berapa kali penghampus itu berhasil menyabet kepala siswa menciptakan jejak hitam pada wajah, jawabannya sudah lima kali dalam waktu singkat ini.

Salah satu korbannya adalah Haysel, cowok yang baru pindah dan menetap di bangku sebelahnya saat ini.

Bibirnya monyong beberapa senti, mengerutu setengah tidak iklas jidat mahalnya mendapat maha karya berupa cap hitam. Pas bagian kening.

"Sumpah, pengen pindah sekolah aja gue," gumamnya sambil sibuk pura-pura mencoret belakang buku. Beberapa anak kelas berusaha melotot memandang papan tulis agar tidak kena serangan mendadak. Haduh, susah memang punya guru killer matematika, hujan badai pasti selalu muncul di depan kelas tersenyum devil membawa buku paket. Apalagi kalau sudah ditambah kalimat keramat macam ini.

"Hari ini kita ulangan."

Semua anak sekelas akan bersorak untuk menyambut nilai merah merona mereka. Serupa kejadian dua hari lalu, dengan tiba-tibanya pintu kelas yang sudah berusaha ditutup rapat, untuk menimalisir guru masuk menjeblak kencang, ketua kelas yang tengah duduk di kursi guru bergitarkan sapu seketika terjungkal kaget. Suara emasnya tadi menjadi melengking kencang "Astagfirullah ya ahli kubur," sebutnya.

"Selamat pagi menjelang siang anak-anak didik saya tercinta."

Kampret memang bapak guru matematika satu ini, manggil sayang pasti ada udang di balik bakwan.

"Hari ini karena mood saya lagi baik kita ulangan matematika."

Pelangi tercengang, mau kaget tapi ini kan Pak Kiki, sukanya dadakan.

"Pak, orang kalau mood baik, traktirin belanja di kantin bukannya ulangan!" Zalpajri selaku ketua kelas pemberani mencoba protes.

"Loh? Kamu siapa?"

"Saya ketua kelasnya pak."

"Yang nanya."

Zalpajri mingkem, oke dia menyerah dengan kerandoman guru matematika satu ini. Besok-besok dia mau mengajukan ke wali kelas ganti guru matematika dengan bu Aini saja, yang waras dikitlah setidaknya. Bukannya yang rada-rada sebleng dan killer pada nilai ini.

Desir ArahWhere stories live. Discover now