"Lion-Jr...," gumam Viona lirih. Ia benar-benar refleks menyebutkan nama itu.

Elang menyibak rambut poni Viona yang nyari menutupi matanya. Lantas menatap Viona dalam dari balik lensa kacamata minusnya. Tak memberikan kebebasan barang sedetik pun untuk gadis itu untuk berpaling.

"Gue Elang," ucapnya. "Elang Dewantara. Ingatlah gue sebagai Elang Dewantara. Hanya nama gue, cowok jenius yang boleh lo simpan di dalam otak lo yang dungu itu."

Viona mengangguk, seolah mengerti dengan ucapan Elang.

"Ayo pulang. Gue anterin lo."

"Iya."

"Pakai jaketnya." Elang mengingatkan. "Jangan lupa jaket gue harus dicuci bersih dan wangi sebelum lo kembalikan lagi ke gue."

"Iya. Bawel banget sih!" jawab Viona ketus. Gadis itu tak segan memukul bagu Elang dengan keras.

***

Hari ini sama sepert hari minggu pada umumnya. Usai sarapan dengan keluarganya Elang mengurung diri di kamar. Bermain Mobile Legend dengan iringan music rock yang kencang sudah menjadi ritual wajib setiap hari minggu. Dan seperti biasanya Gladys akan masuk ke kamarnya dengan omelan-omelan ala emak-emak yang mengganggu kekhusukan ritualnya.

"Bang, kecilin dong suara ­musiknya. Kuping gue bisa budeg lama-lama, Bang."

"Bodo amat. Lo sendiri juga kenceng banget kalau lagi muter lagu Korea nggak jelas lo itu."

"Masalahnya gue lagi sibuk sekarang, Bang. Gara-gara musik lo gue jadi nggak konsen."

"Sibuk ngapain sih, lo? Belajar buat ulangan harian besok? Kalau lo takut dapet nilai jelek, nggak usah khawatir. Nanti gue ajari," jawab Elang enteng.

"Bukan itu, Bang. Gue sibuk nonton Running Man. Suara tontonan gue jadi nggak kedengaran jelas gara-gara kalah sama musik lo itu."

Elang menepuk jidatnya. Heran dengan kelakuan bocah SMP di depannya itu.

"Pakai earphone sana deh, lo. Nih!" Elang melempar earphone miliknya ke arah Gladys. Gadis itu menangkapnya dengan mulus.

"Tumben lo pengertian, Bang. Gitu baru kakak yang baik lo, Bang."

"Nggak usah muji gue kalau ada pamrihnya. Buruan keluar dari kamar gue," usir Elang.

Gladys berjalan keluar dari kamar Elang. Namun berselang beberapa detik, bocah itu kembali lagi. Gladys menyembulkan kepalanya di pintu yang sedikit terbuka.

"Bang!"

"Apalagi?" tanya Elang. Nadanya mulai meninggi karena kesal.

"Ntar malam, ajarin gue Fisika ya. Besok gue ulangan. Bang Rega nggak mau ngajarin gue."

Elang mendengus kasar. "Iya," jawabnya singkat. Adiknya langsung melengos pergi.

Elang dapat bernapas lega ketika satu gangguan telah hilang. Ia melanjutkan kegiatannya. Sialnya tak lama kemudian pintu kamarnya terbuka lagi. Ia menyesal tidak mengunci pintu kamarnya dari dalam. Sosok Ryan muncul dari balik pintu. Senyum jahilnya membuat Elang ingin melempar sepatu ke wajah Ryan.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Elang.

Ryan tak langsung menjawab. Ia kini duduk di tepi ranjang Elang. Lantas mengeluarkan buku tulis dan pulpen dari dalam tasnya. Tak lupa ia mengeluarkan berbagai macam snack kesukaan Elang. Tiba-tiba perasaan Elang menjadi tidak enak.

"Tolong ajarin gue bikin cepern buat tugas Bahasa Indonesia. Besok kan harus dikumpulin."

Perasaan Elang pun terbukti. Ada niat terselubung setiap kali Ryan datang membawa snack kesukaan Elang.

About ElangWhere stories live. Discover now