BAB 7

297 57 5
                                    

"Hanya nama gue, cowok jenius yang boleh lo simpan di dalam otak lo yang dungu itu."—Elang—

***

"Gue Elang. ELANG DEWANTARA!" seru anak laki-laki itu.

"Maaf, kata-kata dan parfum lo mengingatkan gue pada Lion-Jr. Dia itu vokalis band rock indie The Blue. Gue suka music rock gara-gara Lion-Jr."

Elang hanya menghela napas memaklumi keanehan pada cewek di sebelahnya itu. Viona hanya feminin luarannya saja. Dalamnya, dia bisa dikategorikan cewek beringas.

"Hmmm ...."

"Gue mulai suka sama The Blue ketika gue lagi di puncak depresi." Viona tiba-tiba bercerita tanpa basa-basi. "Bunda gue meninggal saat gue masih SMP. Padahal gue lebih dekat sama Bunda daripada sama Ayah. Bunda yang paling mendukung saat gue ikut taekwondo, padahal Ayah melarang. Bunda yang selalu sabar ngajarin gue belajar, padahal lo tahu sendiri kalau gue bego. Bunda yang selalu mendukung cita-cita gue untuk jadi karikatur, di saat Ayah nggak suka sama hobi menggambar gue. Bunda yang bisa menyatukan gue sama Bang Erza."

"Oh, gitu."

Viona menatap lurus jalanan yang mulai lenggang karena hujan semakin deras. "Semenjak Bunda meninggal, Ayah sering marahin gue karena taekwondo dan nilai-nilai gue yang jelek. Ayah memaksa gue dan Bang Erza untuk meneruskan perusahaannya. Padahal, setahu gue Bang Erza nggak suka, semenjak itu sikap Bang Erza berubah jadi dingin."

Elang masih belum menganggapi banyak saat mendengarkan cerita Viona. Mulutnya masih sibuk menikmati cornetto di genggamannya.

"Sebulan setelah Bunda meninggal, Ayah tiba-tiba membawa Tante Nia. Katanya dia akan menikah dengan Tante Nia. Saat itu Bang Erza marah besar. Sampai Sekarang dia menentang keputusan Ayah buat nikah sama Tante Nia."

Elang menolehkan kepalanya ke Viona. Tiba-tiba ia merasa sedikit tertarik dengan kisah Viona. Matanya memandang Viona intens.

"Terus, lo sendiri gimana?"

"Gue juga menentang." Viona menghela napas sebentar. Ia melempar bungkus es krimnya ke tempat sampah yang tak jauh dari tempat duduknya. "Tapi nggak tahu kenapa, sekarang gue merasa lebih nyaman sama Tante Nia daripada sama Ayah. Rasanya Tante Nia itu kayak ibu kandung gue sendiri. Sementara Ayah kayak orang asing yang terus mengekang gue."

"Gue nggak bisa bantu ngasih solusi buat masalah keluarga lo. Karena gue nggak pernah merasakan ada di posisi lo. Jadi gue nggak tahu harus berbuat apa untuk lo."

"Lo mau jadi pendengar cerita gua aja, itu udah lebih dari cukup. Selama ini gue nggak pernah cerita ke siapa pun masalah keluarga gue, kecuali ke Rena. Dia tau semua tentang gue karena kita udah sahabatan lama."

"Hmmm," gumam Elang pelan."

"Makasih ya, El"

"Makasih buat apa?"

"Makasih karena lo udah mau dengar cerita gue. Makasih juga lo udah minjemin jaket, ngasih es krim, ngebantu gue belajar. Pokoknya makasih buat semuanya."

"Berarti ucapan makasih lo itu termasuk buat yang pelukan tempo hari? Lo kan langsung berhenti nangis waktu gue peluk."

Viona menatap Elang dengan nyalang. Gadis itu menendang keras tungkai Elang. Membuat Elang mengaduh dan meringis kesakitan. Untung Viona tidak mengeluarkan jurusan taekwondo andalannya untuk menghajar Elang.

"Mulut lo emang bisa ngomong seenak udel lo. Tapi lo harus tahu kalau gue bisa bikin gigi lo rontok dengan kekuatan taekwondo gue."

Viona mengarahkan kepalan tangannya ke wajah Elang. Bermaksud mengancam cowok jenius itu. Sayangnya Elang tak mengindahkan ancaman Viona. Ia malah tersenyum mengejek Viona tanpa rasa takut sedikit pun. Viona pun semakin geram. Matanya kini melotot seperti kuntilanak yang hendak balas dendam di film-film horor. Tiba-tiba Elang bangkit dan menggenggam kepalan tangan Viona. Ia menarik gadis itu hingga menyisakan jarak beberapa senti saja. wajah kedua kini sangat dekat. Viona bisa merasakan embusan napas hangat Elang dan aroma chamomile cowok itu. Mendadak Viona menjadi canggung. Ia hanya bisa mematung, lidahnya kelu, dan jantungnya? Jangan tanya lagi. jantungnya sudah ingin meloncat dari rongga dadanya. Berdekatan dengan Elang membuat jantung serasa disiram epinefrin satu liter. Ia benar-benar tak mampu mengendalikan detak jantungnya yang semakin cepat.

About ElangWo Geschichten leben. Entdecke jetzt