01. One Step Closer

Start from the beginning
                                    

"Tidak ada." Jimin menggeleng sebelum menlanjutkan, "Saya bisa mengambilnya minggu depan, 'kan?"

Perempuan itu mengangguk. "Tentu, Tuan. Cincin sudah dapat diambil setelah lima hari sejak proses pembayaran dilakukan."

Jimin mengangguk. "Oke, aku bisa bayar sekarang."

"Baik, silakan sebelah sini, Tuan." Pegawai wanita itu menunjuk arah meja kasir untuk mengantar Jimin melakukan pembayaran. Sementara Anna lebih memilih diam dan berjalan keluar alih-alih menemani sang calon suami menuju kasir.

***

"Apa semua sudah diurus? Ada lagi yang perlu dipesan?" tanya Jimin seraya memasang sabuk pengaman. Kini keduanya sudah berada di dalam mobil dan bersiap untuk pergi dari toko perhiasan.

Anna mengerutkan kening, tengah mengingat rencana yang sudah ia susun untuk persiapan pernikahannya bersama Jimin. Kemudian alisnya terangkat sebelum menjawab, "Ah, aku masih harus ke butik baju besok. Ada yang kurang dengan desain kemarin."

Jimin menatap Anna sekilas, lalu menjilat bibir bawahnya. "Tapi besok aku enggak bisa menemani, ada meeting penting di kantor. Apa enggak apa-apa kalau kamu pergi sendiri?" ucapnya dengan nada menyesal dan rasa bersalah. Melihat itu, membuat Anna jadi tidak tega.

"No prob' aku bisa pergi dengan Jaemin," jawab Anna santai. Seketika Jimin menoleh. Ada guratan tidak suka dari tatapannya mendengar jawaban Anna. Namun, hanya senyum yang dapat ia berikan. "Begitu? Apa kamu sudah menghubunginya?"

Yang ditanya hanya menggeleng. "Belum, nanti kuhubungi setelah sampai rumah. Seharusnya dia enggak sibuk akhir-akhir ini."

Jimin mengagguk sebagai respons. Kini fokusnya tertuju hanya pada kemudi di tangan juga jalanan di depan mata. Tidak lagi membuka obrolan, karena memang tidak ada yang perlu mereka bicarakan.

Dua insan itu tidak memerlukan waktu untuk masa perekenalan atau pendekatan seperti yang pasangan pada umumnya lakukan. Karena sesungguhnya mereka sudah lebih dari sekedar dekat di masa lalu. Hanya saja semua kedekatan itu terurai dimakan oleh jarak dan juga waktu yang kian memisahkan keduanya.

Jimin dan Anna dipertemukan saat keduanya masih berusia lima belas. Saat itu Anna yang baru saja dibawa ke Korea oleh Tuan Kim, hanya mengenal Seojoon sebagai sepupunya. Mengambil peran seorang sepupu yang baik, Seojoon mengenalkan Anna pada Kim Taejoon—adiknya, dan juga Hwang Jimin—sahabat dekat Taejon yang memang seumuran dengan Anna. Sejak saat itu lah mereka menjadi dekat, selain karena satu sekolah, Anna, Jimin, dan Taejoon juga kerap bermain bersama karena memang ayah mereka adalah sahabat sekaligus rekan bisnis.

***

Anna baru saja memasuki apartemennya seorang diri. Jimin hanya mengantarnya sampai lobi, lalu kembali pergi dengan alasan masih memiliki urusan lain. Wanita itu tidak mempermasalahkan, atau bahkan tidak mau tahu perihal urusan calon suaminya. Bukannya tidak peduli, ia hanya membatasi diri di saat ia sadar akan posisinya sebagai calon istri yang mungkin akan menjalani pernikahan sementara.

Tubuhnya dibawa menuju dapur hingga membuka pintu lembari es. Tangan mungilnya meraih sebotol air mineral lalu membuka tutupnya sebelum meneguk beberapa untuk meredakan tenggorokannya yang kering. Tangannya yang bebas meraih ponsel dari dalam tas, seraya beralan menuju sofa. Berusaha menghubungi seseorang, meski tidak ada jawaban walaupun sudah beberapa kali terdengar nada sambung.

Raut kesal teretak jelas dari wajahnya sebelum terdengar suara dari sambungan telepon. "Hallo?"

"Kamu ini dari mana aja, sih? Lama banget angkat teleponku?" ocehnya dengan nada tinggi.

"Enggak perlu berteriak, Nona. Aku enggak tuli!" sahut seseorang dari seberang telepon, tak mau kalah emosi.

Alih-alih melanjutkan perdebatan, Anna lebih memilih meyampaikan tujuannya menelepon sang sekretaris. "Besok temani aku."

"Ke mana?" Suara lawan bicaranya mulai terdengar malas di balik ponsel. Namun, Anna tetap akan menyampaikan permintaannya.

"Fitting baju pengantin," jawabnya singkat.

Terdengar helaan napas di ujung telepon. "Kenapa harus aku? Ke mana calon suamimu?"

Anna merotasikan matanya. Tidak bisakah ia hanya berkata iya, tanpa menanyakan hal lain?

"Enggak perlu banyak tanya, Jeon Jaemin. Besok jemput aku jam 8 pagi. Jangan terlambat, atau aku akan memastikan kamu enggak dapat gaji bulan ini." Gadis itu mematikan panggilan sepihak. Terlalu lelah untuk beradu argumen yang hanya akan membuatnya emosi pada sekretarisnya itu. Seharian ia sudah menghabiskan banyak energi untuk pergi ke sana ke mari demi mengurus persiapan pernikahan yang entah akan bertahan berapa lama.

Tbc.

terima kasih sudah baca💜

a/n 01 Februari 2022

Aku baru denger kabar soal Jimin semalam, dan ... nggak tau lagi, aku nangis. Sakit banget bayangin dia kesakitan, kita di sini enggak tahu apa-apa, dan kangenin dia banget karena lama enggak muncul di sosial media. Aku berdoa dengan sungguh-sungguh, semoga Jimin lekas sembuh, sehat lagi, dan bisa bahagia bersama kita semua.

-love

Rizkita Min

TemptationWhere stories live. Discover now