Zeon's Case : Miss Call V

1.2K 91 1
                                    

"Zeon bangun! Hei...Bangun!!!" 

Zeon terbangun, ia mengusap matanya. 

"Ada apa sih...?" Zeon lalu membuka matanya, "...paman? Mmm..." Zeon melirik ke arahku kesal, "...Mmm...Paman ada apa?" 

"Kau tidur lagi?" 

"Tidak." 

"Kau tertidur!" 

"Pasti yang melakukannya anak kecil berkacamata yang terlihat cerdas itu. Anak itu telah membiusku dari jam tangannya. Pasti..." 

"Kau pikir pamanmu ini bodoh, percaya bahwa kau dibius oleh tokoh ciptaan seperti Detektif Conan itu?" 

Benar. Mana ada Conan di dunia nyata. 

"Benar paman, lihat itu!" 

Kami menenggok ke arah pojokan kamar ini, seorang pemuda berkacamata kotak sedang melakukan pekerjaannya. 

"Itu tim investigasi." 

"Dia pasti menyamar." 

"Sudahlah Zeon," kata Inspektur Gunawan tidak sabaran, "kau perlu mendengar beberapa hal yang kau suruh paman selidiki." 

"Apa itu?" 

"Gerry bukan hanya karyawan suasta, ia juga seorang reporter freeland yang sering memberitakan kasus-kasus korupsi, skandal dan lainnya. Ia tidak hanya memberitakan hal itu, ia juga sering blak-blakan menyebut nama-nama asli diberitanya. Banyak yang tidak menyukainya. Itu jelas menjadi motif untuk membunuhnya. Ia pun pernah dibilang sering memeras korban beritanya, kalau si korban tidak memberinya uang, maka ia akan segera memuat skandal itu ke media cetak."  

"Lalu?" 

"Rumah ini disewa atas nama Ricky. Selama satu tahun. Menurut pemilik rumah sebenarnya, Ricky itu hanya pernah datang sekali untuk menyewa rumah ini, setelah itu pemilik rumah ini tidak pernah menemuinya." 

Zeon mengelengkan kepalanya. 

"Soal pekerjaan mereka bertiga....?" 

"Siscanus Darling," kata Inspektur Gunawan sambil tersenyum kecil, "seorang pekerja rumah sakit bagian administrasi. Martin, seorang pegawai negeri wilayah Jakarta Selatan. Lalu Robert adalah pengangguran. Uniknya, mereka semua punya keluarga yang ada dipenjara." 

"Oh ya?" 

Zeon hanya tersenyum kecil. 

"Temanku tercinta," kata Zeon, "siapa di antara mereka yang mempunyai profesi di pemerintahan?" 

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" 

"Sepertinya kita menemukan pelakunya. Ingat dengan pakaian pelaku?" 

"Batik?" 

"Panggil semuanya paman," kata Zeon, "aku akan mengungkapkan kasus ini." 

Inspektur Gunawan hanya tersenyum kecil. 

"Sewaktu kau tertidur, aku sudah menyuruh mereka pergi." 

"Rumah mereka di sini kan?" 

"Mereka kan perlu bekerja." 

"Kalau begitu kita jemput dia!" 

Zeon dengan sigap langsung memimpin penangkapan pelaku pembunuhan ini. Padahal dia bukan polisi. Kami sudah diparkiran, tetapi aku tidak berhasil menemukan mobil Zeon. 

"Mana mobilmu?" 

Zeon memukul kepalanya. 

"Aku lupa," sahut Zeon, "aku naik taksi tadi." 

"Sudah naik mobilku saja!" kata Inspektur Gunawan. 

Bunyi suara klakson keras dari depan kami. Sebuah mobil berhenti tepat di rumah kos ini. Letnan Billy tersenyum kecil. 

"Butuh tumpangan?"

* * *

"Kalian sudah menemukan pelakunya?" tanya Letnan Billy bersemangat. 

"Iya," kata Zeon, "kita akan segera ke sana. Kita akan menangkap pelakunya. Semua benar-benar berkat alat penyelidik telepon milikku itu. Kalian di kepolisian harus segera membelinya." 

"Kami sepertinya perlu alat itu," kata Inspektur Gunawan. 

"Dan baru saja aku tahu kalau, kecepatan menemukan lokasi ternyata bukan 30 detik seperti yang aku ceritakan padamu." 

"Oh ya?" 

"Alat itu mampu mendeteksi lokasi hanya cukup 3 detik saja." 

"Luar biasa kalau begitu." 

Zeon benar-benar sedang promosi. Ia selalu begitu, membangga-banggakan semua miliknya. Ia terlalu angkuh. 

"Hanya kelemahannya, ia belum bisa mendeteksi Private Number. Oh ya berhenti...!!!" 

Letnan Billy menghentikan mobilnya. 

"Kita sampai." 

Kami semua melihat ke sebuah rumah kecil tidak jauh dari rumah kos tadi. Cuma sekitar sepuluh rumah jaraknya. Lalu kalau sedekat ini untuk apa naik mobil. 

"Kalau dekat seperti ini buat apa naik mobil?" protesku. 

"Capek." 

Kami akhirnya bersama-sama menuju pintu rumah itu dan memencet bel. Aku rasa Martin akan terkejut dengan kedatangan kami, setelah kami mengungkap kasus ini. 

Pintu terbuka. 

Bukan Martin yang ada di dalamnya. Seorang pria setengah baya yang menyambut kami. 

"Selamat siang pak?" 

"Tuan Ricky?" 

Mataku langsung saja tidak bisa berpaling kepada siapa pria tua itu memandang. Pria tua itu memandang Letnan Billy. 

"Kawan," kata Zeon perlahan, "kenapa kau melakukan ini?" 

"AAAPPAA...." kata Letnan Billy gelagapan, "apa maksud kalian?" 

"Kau adalah pelaku pembunuhan reporter bernama Gerry."

My Name Is ZeonWhere stories live. Discover now