Zeon's Case : Men In Pink II

999 82 8
                                    

Sungguh pergumulan terberat Zeon selama hidupnya adalah kasus ini. Ia berulang kali ingin bertukaran peran denganku. Kalau ia menjadi tuan Derian, ia harus memakai tahi lalat yang ia benci. Tetapi kalau aku yang menjadi tuan Derian, ia harus melihatku memakai tahi lalat yang ia benci itu. Zeon menamakan kasus ini Simalakama.

“Aku tidak mengerti,” tanyaku di dalam mobil. Kami sedang menuju hotel Kartika yang dikatakan Vanecia kemarin dan Zeon yang mengemudi.

“Kenapa aku menerima kasus ini?”

“Yup,” sahutku, “kau pasti cinta mati dengannya ya?”

“Aku...”

“Kau tidak perlu malu.”

“Aku tidak malu.”

“Tapi pipimu memerah...”

“Itu blush-on.”

“Sudahlah...” ujarku sekali lagi, “kau tidak perlu malu lagi denganku.”

“Baiklah, ini memang bukan blush on.”

“Aku tahu itu.”

“Tapi pasti kau tidak yakin kalau aku tidak mengatakannya padamu.”

“Aku sudah tahu itu bukan blush on.”

“Tapi tidak yakin.”

“Terserah kaulah,” sahutku kesal. Kenapa sih Zeon tidak pernah mau mengaku kalah dariku? “kalau begitu ceritakanlah!”

“Apanya?”

“Tentang kau dan Vanecia?”

“Dulu kami sempat berinteraksi.”

“Berinteraksi?”

“Iya.”

“Menjalin hubungan maksudmu?”

“Bukan. Berinteraksi.”

“Maksudnya bagaimana?”

“Aku menyukainya dari smp dan ada satu kisah yang tidak pernah aku lupakan seumur hidupku.”

“Menarik. Ceritakanlah!”

“Aku memberinya bunga.”

“Aku tidak menyangka kau itu romantis.”

“Saat itu di depan perpustakaan,” Zeon mulai serius, “Vanecia membawa seikat bunga mawar. Entah kenapa, salah satu bunganya jatuh. Aku mengambilnya kemudian memanggil Vanecia untuk pertama kalinya dalam hidupku. Ia menenggok kepadaku, lalu aku memberinya bunga yang jatuh itu kepadanya. Dan ia mengucapkan terima kasih sambil tersenyum manis.”

Aku tersenyum makin lebar ketika kulihat Zeon mulai malu-malu.

“Begitu ya awal pertemuan kalian?”

“Begitulah.”

“Lalu?”

Zeon mengerutkan alisnya.

“Lalu apanya?”

“Kisah selanjutnya?”

“Sudah. Begitu saja.”

“Setelah itu kalian tidak pernah?”

“Tidak pernah lagi saling menegur.”

“Dan kau bilang memberi bunga, maksudmu kau mengambilkan bunga yang jatuh?”

“Aku memberinya bunga.”

“Kau mengambil bunga yang jatuh.”

“Bunga yang jatuh itu bukan punyanya lagi. Aku memunggutnya dan seketika itu menjadi milikku. Dan aku memberikannya kepada Vanecia.”

My Name Is ZeonWhere stories live. Discover now