25. Maaf

125K 8.2K 119
                                    

Senin (23.15), 24 Desember 2018

-----------------------

Hari ini Fachmi sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa. Menurut dokter benturan di kepalanya tidak menyebabkan luka serius karena dia mengggunakan helm. Mungkin akan berbeda akhirnya jika saat itu dia tidak mengenakan helm atau helmnya terlepas. Tapi dia tetap mendapat beberapa jahitan di lengan dan kepala.

Carissa tidak sempat bertemu Fachmi yang sudah sadar. Suaminya itu hanya membuka mata sebentar, menanyakan apakah Carissa baik-baik saja, lalu kembali memejamkan mata hingga siang ini. Carissa mulai khawatir. Namun dokter menyatakan bahwa kondisinya semakin stabil.

"Carissa, sebaiknya kau pulang dulu bersama Mamamu," saran Rena lembut. "Kau sudah menjaga Fachmi semalaman. Kau pasti lelah."

Carissa menggeleng, menolak keinginan Mama mertuanya. "Carissa mau di sini saja."

Rena menahan senyum melihat Carissa yang duduk di kursi di samping ranjang Fachmi sambil terus menggenggam tangan Fachmi erat. Dia tahu betul Carissa menerima pernikahannya dengan Fachmi karena terpaksa. Tapi melihat Carissa sekarang, mungkinkah benih cinta mulai tumbuh di hatinya?

Sadar Carissa tidak akan bisa dibujuk, Rena beralih pada Destia. "Sebaiknya kau dan Alan pulang dulu. Biar aku yang menemani Carissa di sini. Tapi-di mana Alan?"

"Dia keluar sebentar. Sepertinya merasa sesak di sini."

Carissa menoleh ke arah Mamanya. "Mama dan Papa pulang saja. Kalian sudah di sini sepanjang malam." Carissa menatap Mamanya dengan ekspresi memohon.

Destia tersenyum lalu mengangguk. Dia berdiri, mengecup lembut puncak kepala putrinya lalu beralih pada Rena. "Kalau Fachmi sudah sadar, adukan padanya bahwa Carissa terus di sini menungguinya sampai bolos sekolah."

"Mama," nada suara Carissa merengek dengan bibir mengerucut.

Rena dan Destia tertawa kecil.

"Mama pamit dulu, Sayang." Destia memeluk lembut Carissa. "Jangan terlalu memaksakan diri. Kalau lelah istirahat saja."

Carissa mengangguk.

"Ren, aku pulang duluan. Nanti sore aku kembali."

"Sekalian saja berangkat bersama para tetua. Padahal aku sudah mengingatkan agar mereka tidak datang bersama. Pasti heboh sekali kalau mereka berkumpul," Rena geleng-geleng kepala.

"Om Gun dan Tante Yuni?"

"Para tetua! Mereka semua," nada kesal Rena terdengar jelas.

Destia terbelalak. "Maksudmu orang tuaku dan orang tua Freddy juga?"

Carissa terkikik geli. Mereka memang menyebut para kakek dan nenek itu tetua. Sampai sekarang Carissa belum terbiasa dan selalu tertawa mendengarnya.

"Sayang, itu bukan sesuatu yang lucu, tapi bencana," gerutu Rena melihat Carissa tertawa.

Carissa semakin ingin terbahak tapi dia menahan diri.

"Mereka datang bersama? Ke sini? Rumah sakit?" Destia terkesiap sambil menutup mulutnya. "Itu tidak bisa dibiarkan. Para tetua itu akan membuat Fachmi semakin parah dengan tingkah kekanakan mereka."

"Kalau kau bisa mencegah kedatangan mereka, itu akan sangat bagus," usul Rena.

"Aku akan mencari cara."

"Mereka pasti kecewa," Carissa menimpali. "Bagaimana kalau buat perkemahan di halaman rumah Kakek Jeremy setelah Kak Fachmi sembuh? Sudah lama sekali kita tidak melakukannya."

"Ide bagus!" seru Rena.

"Tapi-jangan di rumah Om Jeremy. Suasananya akan berubah mencekam kalau Kirana dan Mamanya malah diundang Om Jeremy."

Accidentally Wedding (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang