Part 6

2.7K 351 95
                                    

Andin melihat hamparan hijau di depannya. Dia menarik napas panjang berkali-kali, mencoba menenangkan hati. Walau nyata terlihat bahwa hatinya tak tenang, bulir air mata jatuh membasahi pipinya. Bohong kalau dia berkata bahwa semua baik-baik saja. Hatinya tak baik, kecewa dengan apa yang baru saja terjadi. Dipandanginya tangan yang telah memukul Gyo, ada rasa menyesal di hatinya.

Adit diam di belakang wanita itu, tanpa mengucapkan satu kata pun. Tangannya bersendekap sambil memperhatikan punggung wanita yang beberapa hari ini menemaninya. Tahu, wanita itu hanya perlu sendiri.

"Mau balik ke villa atau pulang aja?" Akhirnya Adit mulai membuka suara setelah tak didengarnya lagi tarikan napas kasar dari hidung Andin.

"Ke villa aja kali, ya? Kita belum makan." Andin langsung beranjak dari tempatnya, tanpa memperhatikan Adit sama sekali.

"Ish, ingat lapar juga kamu! Jam segini Mbak Erni belum datang."

"Emang di kulkasmu gak ada yang bisa dimakan? Seperti orang kismin aja."

"Ya ampun, Mak Lampir. Emang kamu mau makan bahan makanan mentah?" Adit tak terima dibilang lemari esnya kosong. Jelas selalu full, apalagi kemarin dia melihat Mbak Erni memasukkan beberapa sayur, ikan, buah, dan susu segar ke dalamnya.

"Dasar anak mama. Emang kalo ada makanan mentah, kenapa? Kamu gak bisa masak?"

"Ya kan kita bisa beli dulu," ucap Adit tak mau kalah.

Tak peduli, Andin terus berjalan menuju villa.

####

Andin tengah sibuk dengan pisau di dapur, sementara Adit memperhatikan dari pintu penghubung antara ruang tengah dan dapur.

"Berdiri mulu. Bantuin sini kek!" Andin berkata dengan cepat saat melihat Adit hanya menatapnya.

"Hm, aku gak pernah ke dapur."

"Kalo gitu sini! Kamu wajib tau gimana rasanya berada di dapur." Andin langsung menarik Adit agar berdiri di sampingnya. "Nih kamu potong-potong kecil."

Adit membelalakkan mata saat melihat daging ayam beserta pisau dan telenan di depannya. Seumur-umur, baru kali ini dia berada di dapur dan langsung mendapatkan bahan istimewa.

"Awas ayamnya loncat," kata Andin sambil melirik ke arah Adit yang hanya termangu.

"Eh? Emang udah dipotong gini masih bisa lompat?"

Andin menahan tawa mendengar pertanyaan yang tak masuk akal dari lelaki di sampingnya. "Gak bisa dong! Duh cakep-cakep ternyata bego!"

"Apa? Dasar Mak Lampir. Omongannya pedes mulu!"

"Sana pergi, biar aku masak sendiri!"

Adit menggaruk kepalanya yang tidak gatal, melihat ke arah Andin yang asik dengan bumbu masakan di depannya, lalu pergi meninggalkan dapur menuju ruang tengah. Dia langsung disibukkan dengan acara berita di TV tentang pemilu.

Tak berapa lama, hidung Adit sudah mencium wangi masakan dan langsung membuat perutnya keroncongan. Dilihatnya jam dinding, ternyata sudah jam delapan. Tadi pagi memang sempat sarapan roti, tapi tetap saja wangi itu tak bisa diabaikan.

"Wah, wanginya udah sampai luar aja nih. Calon istri gue emang pinter masak." Tiba-tiba saja Andika muncul dari pintu masuk, melewati ruang tengah, lalu menuju ruang makan. Kata-katanya jelas didengar Adit walau pelan, namun tak bisa didengar oleh Andin.

Adit melirik tak suka ke arah adiknya, langsung membuntuti sang adik dan duduk di kursi makan. Namun, ternyata dia salah. Andika sudah berada di dapur, membantu Andin membawa makanan ke ruang makan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Dec 09, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Demi Cinta (Repost Ulang)Where stories live. Discover now