EMPAT BELAS

78.8K 4.2K 29
                                    

TERRA tidak tahu kemalangan jenis apa yang menimpa dirinya hingga ia harus menikahi seorang wanita yang sama sekali tidak ia kenali dan sialnya ia tidak bisa berbuat apapun.

Calon ayah mertuanya sudah sangat mengendalikan dirinya sekarang. Dengan kekuasaan Garen membuatnya harus mematuhi semua yang ia katakan.

Bahkan ia harus mengikuti keinginan calon ayah mertuanya itu untuk mengajak Afiya makan malam di sebuah restoran.

"Kamu masih punya waktu sampai besok kalau kamu tidak bersedia dengan pernikahan ini." Ucap Afiya saat mereka selesai makan malam.

Malam ini Afiya mengenakan midi dress hitam yang melekat sempurna di tubuh rampingnya.

Afiya tampil sangat cantik dan mempesona bahkan tanpa riasan berlebih di wajahnya namun Terra sibuk dengan dunianya sendiri untuk mengakui kecantikannya.

"Lebih baik kita gunakan waktu dinner ini untuk saling mengenal." Jawab Terra dingin.

Afiya menggelengkan kepalanya. Ia tidak setuju dengan usulan Terra. Lagipula, ia sudah cukup tahu dengan lelaki ini. Dia adalah lelaki yang amat menyebalkan yang sialnya harus menjadi suaminya selama tiga bulan ke depan.

"Kamu tidak mencintai aku, kan? Dan aku juga tidak mencintai kamu. So we can't do that. We just stop to playing this game. You and me." Ucap Afiya lagi.

"Aku memang tidak mencintai kamu, Afiya. Tapi aku tidak melihat ada pilihan. Papa kamu benar-benar membuat aku harus menuruti semua permintaannya."

"Tapi kamu enggak bisa melakukan ini, Terra." Jawab Afiya.

"Tadi kamu bicara tentang game? Sebenarnya di antara kita tidak ada yang memulai permainan ini. Ini adalah permainan yang di ciptakan oleh papa kamu." Terra memandangnya dengan tatapan seolah Afiya yang meminta ayahnya untuk menikahkan mereka berdua.

"Kamu enggak mikir kalau aku meminta papa aku untuk menikah dengan kamu, kan? Itu adalah alasan paling konyol yang pernah aku dengar." Ucap Afiya yang menyadari arti tatapan yang diberikan Terra.

Terra hanya mengangkat bahunya tanda ia tidak ingin memperpanjang pembicaraan ini.

"Gimana dengan Feminda? Kamu rela menyakiti hati dia? Terra, disini aku seolah-olah menjadi pemeran antagonis yang merebut kekasih orang."

"Tidak akan ada yang terjadi dengan Feminda. Setelah tiga bulan, kita akan bercerai dan aku akan memulai hidup aku lagi dengan Feminda."

Dan aku akan menjadi janda setelah tiga bulan, bodoh.
***

"Ma, kalau aku sama Terra cuma menandatangani surat pernikahan tanpa pesta bisa?" Tanya Afiya yang merasa ngeri melihat semua yang telah ibunya lakukan.

"Afiya. Besok adalah hari pernikahan kamu dan semua undangan telah tersebar. Bagaimana bisa kamu mengatakannya saat semuanya hanya tinggal menunggu pelaksanaan?

Ajeea dan Allen sudah mendapatkan pesta pernikahan yang paling berkesan begitu juga dengan Erren dan Veronica. Mama tidak akan membuat kamu berbeda dari dua saudara kamu."

Afiya memejamkan matanya sambil menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi di rumah orangtuanya. Kepalanya sangat pusing sekarang.

"Ma, tapi mereka menikah karena saling mencintai dan memang akan hidup bersama selamanya. Afiya hanya akan menikah selama tiga bulan, ma. Bukannya ini terlalu berlebihan untuk jangka waktu pernikahan sependek itu?"

Farrahia menatap wajah putrinya yang terlihat lelah.

"Mama akan bicara dengan  dokter Hans dan dia tidak akan keberatan kalau kamu mengambil cuti lebih awal dari pengajuan kamu kemarin, Afiya. Mulai besok kamu tidak lagi bekerja sampai tiga bulan ke depan. Kamu kelihatan sangat lelah."

Afiya membuka matanya dan menatap ibunya. "Ma, Afiya gak bahas pekerjaan. Lagipula Afiya gak mau libur ma."

Farrahia menghela napasnya. Meskipun sifat ketiga anaknya berbeda-beda, tapi mereka tentu memiliki satu kesamaan. Mereka sama-sama keras kepala dan tidak bisa di alihkan.

"Semuanya akan baik-baik aja setelah tiga bulan, sayang." Hela Farrahia.

Afiya terlihat berpikir sesaat lalu  membenarkan posisi duduknya dan menatap ibunya dengan serius.

"Ma, mama mau pernikahan Afiya cuma berjalan selama tiga bulan, ya?"

Farrahia menaikkan kedua alisnya dan menatap putrinya. "Memang seharusnya seperti itu kan?"

"Terra.. menurut mama tipe laki-laki yang gimana?"

Farrahia menyipitkan matanya dan menatap lekat wajah Afiya sebelum menjawab. "Terra bukan pria yang jahat. Dia pria yang baik dan bertanggung jawab. Dia adalah tipe pria yang bisa di percaya."

Afiya menarik napas dan mengurut ujung hidungnya sesaat.

"Mengapa kamu bertanya seperti itu ke mama?" Tanya Farrahia.

"Ma, mama tahu kan kalau Afiya hanya menginginkan pernikahan satu kali seumur hidup?"

Dalam hati Farrahia, ia tersenyum puas. Ia memang ingin Afiya berpikir seperti ini dan cara yang ia ambil berhasil.

Ketiga anaknya sangat keras kepala dan memaksakan kehendak kepada mereka justru akan menghancurkan mereka.

Afiya adalah seorang dokter yang sangat pintar. Memahami keadaan tidak akan memerlukan waktu lama untuknya.

Afiya tidak tempramen seperti Erren maupun egois seperti Ajeea. Maka dari itu, ia menunggu kata-kata selanjutnya dari Afiya.

"Mungkin aku gak punya kesempatan untuk memilih siapa calon suami aku sekarang. Tapi sudah pernah aku bilang kan ma kalau aku enggak sebodoh Erren?

Afiya adalah anak mama yang tahu apa yang harus Afiya lakukan.

Aku gak punya pilihan selain menerima pernikahan ini, ma. Tapi aku enggak akan membiarkan apa yang nantinya menjadi milik aku untuk pergi gitu aja."

*Bersambung*

TERRAFIYA'S CHOICE (OPEN PO)Onde histórias criam vida. Descubra agora