ENAM

95.5K 4.7K 27
                                    

ANAK mana yang tidak berbahagia saat melihat kedua orangtuanya baru saja memotong kue ulang tahun pernikahan mereka yang ke 32?

Dan Afiya sangat bahagia karena orang tuanya masih bersama-sama dan sehat.

Riuh tepuk tangan bergema di seluruh penjuru ballroom Four Seasons saat dua pasangan itu saling berpelukan. Menumpahkan semua rasa sukacita mereka karena telah bersama selama bertahun-tahun.

Sesaat kemudian, cahaya blitz dari kamera beberapa wartawan yang diizinkan mengikuti acara ini mulai memotret sosok dua orang  yang tengah berbahagia itu.

Garen dan Farrahia adalah sosok pasangan panutan yang sering mengisi majalah dan surat kabar tentang keharmonisan keluarga mereka.

"Aku mau selamanya sama kamu, sayang. Enggak cuma 32 tahun." Bisik Allen kepada Ajeea.

"Gombal kamu!"

Afiya tersenyum mendengar jawaban adiknya itu.

"Vero, kalau kamu lari lagi, aku gak akan membiarkan kamu keluar dari kamar kita. Dan akan menghukum kamu." Kini Erren yang membisikkan kalimat itu dan mendapat cubitan keras dari Veronica.

"Bapak Erren Darmandira, aku sekarang lagi hamil anak kamu. Dan jangan berbuat macam-macam." Ucap Veronica di sela ringisan Erren.

"Guys! Aku ada di sini." Hela Afiya seolah-olah menyadarkan mereka kalau ada dirinya di antara mereka.

"Makanya, cepetan nikah. Mainnya sama tulang terus." Ledek Erren yang membuat Afiya mendengus.

Ia tidak menggubris ucapan Erren dan melangkahkan kakinya yang jenjang menuju ke kedua orangtuanya untuk memberikan selamat namun sebelum ia menemukan ibu dan ayahnya, ia melihat satu lagi pasangan yang amat berbahagia.

Kakek dan neneknya.

Dari tempatnya berdiri, ia dapat mendengar jika Ariana tengah memarahi Arold tentang keinginan kakeknya untuk meminum whiskey.

"Air putih lebih baik." Itu adalah ultimatum yang diberikan oleh neneknya. Membuat Afiya tertawa dan memutuskan untuk tidak mengganggu mereka.

Malam ini Afiya mengenakan gaun selutut  berbahan satin berwarna hijau lumut. Sangat kontras dengan kulitnya yang putih.

Malam ini ia benar-benar menjadi putri Darmandira yang mempesona, meninggalkan jas putih dokternya.

"Ah, tebakan saya benar ternyata." Ucap seseorang yang membuat Afiya menoleh.

"Tuan Tedjawidjaja?" Panggil Afiya ketika mengenali siapa lelaki itu.

"Anda adalah putri dari keluarga Darmandira. Saya sangat beruntung karena ibu saya di rawat oleh wanita muda yang amat pintar seperti anda."

Afiya tersenyum. "Tapi saya lebih senang seseorang mengenal saya dari apa yang saya lakukan."

Arshad menganggukkan kepalanya. "Senang sekali bisa bertemu dengan anda. Sepertinya anda ingin menemui Garen dan Farrahia. Kalau begitu saya permisi dulu."

Afiya menganggukkan kepalanya. "Selamat menikmati acara ini, tuan."

Setelah Arshad pergi, Afiya benar-benar bingung mengapa Terra bisa mendapatkan sifat yang amat menyebalkan seperti itu. Padahal ayah dan neneknya benar-benar baik.

Ada banyak sekali tamu sosialita kelas atas yang menjadi tamu di acara ini dan mereka meminta waktu untuk mengucapkan selamat dan berbincang sesaat dengan orangtuanya.

Maka dari itu, ia menunggu hingga teman-teman orangtanya pergi.

"Ma, pa. Congratulation!" Ucap Afiya sambil berlari memeluk ibu dan ayahnya.

"Thankyou dear." Jawab Farrahia.

Wanita yang hampir menginjak lima puluh namun masih terlihat awet muda itu tersenyum bahagia dan seperti biasa, tampil anggun dengan gaun Burberry seperti yang ia kenakan.

"You have to invite someone? Bisa di kenalkan sama papa?" Tanya ayahnya sambil memberikan tatapan menggoda.

"Oh God." Jawab Afiya sambil memutar bola matanya. "Malam ini adalah hari ulang tahun pernikahan you both."

Garen tertawa mendengar jawaban putrinya itu.

"Mama tidak melihat ada kesalahan dalam diri kamu, Afiya. Kamu cantik dan mempesona dan kamu anak mama." Farrahia memulai.

"See you!" Jawab Afiya dan segera berlalu meninggalkan kedua orangtuanya.

Memang, selama ini ia menyibukkan diri dengan belajar untuk menghindari pertanyaan dan desakan dari semua orang di sekitarnya seputar pernikahan.

Afiya tidak memiliki trauma apapun tentang pernikahan. Ia pasti akan menikah namun ada satu hal yang membuatnya belum memikirkan itu.

Ia masih mencintai pria yang tidak bisa lagi ia gapai. Dan untuk menerima semua itu, ia memerlukan waktu.

Afiya menghela napasnya dan mengambil secangkir cocktail untuk dirinya sendiri dari nampan yang dibawa oleh seorang valet.

Hidup di keluarga seperti ini membuatmu akan sedikit terbiasa dengan minuman seperti cocktail namun Afiya mengingatkan dirinya untuk tidak banyak minum.

Besok pagi ia ada jam operasi dan tidak ingin melakukan operasi selama keadaan mabuk namun setelah menghabiskan secangkir cocktail, entah mengapa tiba-tiba kepalanya terasa pusing.

Secangkir cocktail tidak akan membuatnya mabuk. Atau.. apakah yang tadi itu benar cocktail?

"Sial." Decak Afiya sambil berusaha berjalan dengan benar untuk mencari tempat sepi.

Terlalu banyak wartawan di sini dan ia tidak ingin mendengar berita seperti; Afiya Darmandira mabuk di pesta ulang tahun pernikahan orangtuanya sendiri.

Tidak, itu sangat memalukan.

Afiya merasa dirinya masih mampu untuk berjalan menuju ke toilet.

"Sial." Lagi-lagi Afiya mengumpat.

Ia tidak tahu sekarang apakah ia berjalan dengan lurus atau tidak. Berjalan atau melayang karena kakinya terasa begitu ringan dan ia tidak yakin masih menyentuh lantai.

Gue masih pakai heels. Batin Afiya. Ia berniat untuk melepaskan sepatu tingginya karena mungkin akan lebih mudah untuk berjalan tanpa sepatu tinggi.

Saat ia menunduk dan berusaha mencari kakinya, tiba-tiba saja perutnya terasa bergejolak dan Afiya tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Ia tidak jadi melepaskan sepatunya dan berusaha mencari pegangan. Sesaat sebelum memuntahkan isi perutnya, ia yakin telah menyentuh dinding dan memuntahkan seluruh isi perutnya di permukaan dinding tersebut.

Atau tidak, mungkin yang tadi ia muntahi adalah seseorang.

*Bersambung*

TERRAFIYA'S CHOICE (OPEN PO)Where stories live. Discover now